7.LEE JIHOON

5.7K 286 5
                                        

Aku tengah memandangi foto namja yang sedang duduk memanjang kakinya sambil tersenyum ke kamera. Senyumku kian melebar ketika mendapatkan telepon darinya. Buru-buru aku mengangkatnya, meski seharusnya aku sudah terlelap karena jam sudah menunjukkan tepat tengah malam.

 Buru-buru aku mengangkatnya, meski seharusnya aku sudah terlelap karena jam sudah menunjukkan tepat tengah malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oh, kupikir kau sudah tidur?" suara di seberang sana terdengar sedikit terkejut.

"Tentu saja belum, jika sudah lalu siapa yang sekarang bicara denganmu? Ke mana saja kau, kenapa baru meneleponku, Eoh? Aku menunggumu dari tadi. Kau tahu besok aku ada kelas pagi, jika aku terlambat bagaimana? Kau mau bertanggung jawab?" Dengan nada ketus, aku menjawabnya, namun hatiku berdebar senang.

"Mian, aku baru selesai menulis lagu. Seharusnya kau tidur saja, kenapa harus menunggu telepon dariku?" Aku bisa mendengar helaian napasnya yang lelah.

"Yakk.. Kau tidak tahu jika aku tak akan bisa tidur jika belum mendengar suaramu, dasar Lee Jihoon bodoh!" seruku, setengah bercanda.

Yah, orang yang sedang berteleponan denganku adalah Lee Jihoon, kekasihku. Seorang komposer handal yang sudah menciptakan banyak lagu untuk penyanyi atau idol di perusahaannya. Aku memang selalu memintanya untuk meneleponku tepat jam 8 malam waktu Korea, yang berarti jam 9 malam waktu Sydney, agar sebelum tidur aku bisa mendengar suaranya dulu. Tapi hari ini ia sedikit terlambat meneleponku, dan itu membuatku gelisah.

Kami memang sedang menjalin hubungan jarak jauh karena aku sedang berkuliah di Sydney, mengambil jurusan seni. Aku sudah berkencan selama empat tahun dengannya dan juga sudah menjalin hubungan jarak jauh selama dua tahun ini. Rasanya seperti selamanya, tapi setiap kali kami berbicara, jarak itu terasa lenyap.

"Araseo.. Araseo, mianhae. Sekarang kau sudah mendengar suaraku, kan? Tidurlah, bukankah ini sudah jam tidur mu?" suaranya lembut, mencoba menenangkan ku.

"Eung, sebentar lagi Jebal. Aku masih merindukanmu," aku merengek padanya, suaraku sedikit manja.

Aku mendengar ia menghela napasnya lagi, kali ini terdengar lebih pasrah. "Ehm, baiklah."

"Jihoon-ya, bogoshipoyo," aku mengerucutkan bibirku, seolah dia bisa melihatnya.

"Nado, (Y/n)-ya. Kapan kau pulang?" Ada nada kerinduan yang mendalam dalam suaranya.

"Ehem, aku belum tahu karena aku masih sibuk tengah mempersiapkan festival yang akan diselenggarakan oleh kampusku. Bersabarlah, saat semuanya sudah selesai aku akan pulang."

"Tak apa, aku akan menunggumu. Beritahu aku saat kau pulang nantinya."

"Tentu. Oke, saatnya aku tidur sekarang, aku harus bangun pagi besok. Bye!" Aku langsung tertidur setelah mematikan sambungan telepon. Malam itu, aku tidur dengan senyum di wajahku, memimpikan dia.



























SEVENTEEN IMAGINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang