Gadis ini masih asyik menyelami mimpinya, tak peduli dengan alarm yang sudah berbunyi berkali-kali.
Kring... Kring...
Seseorang mematikan alarm itu dengan ekspresi kesal. Ia lalu memukul bokong sang gadis, membuat si gadis mengaduh sambil membuka mata.
“Aaa, Eomma! Itu benar-benar menyakitkan, tahu?! Bagaimana kalau bokongku mengecil gara-gara Eomma terus memukulnya setiap kali membangunkan ku?” protes ku sambil mengelus bokongku.
“Mana mungkin bokong mengecil hanya karena di pukul Eoh. Sekarang cepat mandi dan bersiap untuk pergi sekolah,” jawab Eomma, lalu beranjak pergi dari kamarku.
Dengan kesal, aku akhirnya bangkit dan masuk ke kamar mandi. Tak butuh waktu lama untuk bersiap. Aku segera turun ke ruang makan dan mengambil roti yang sudah disiapkan Eomma.
“Eomma, aku pergi dulu! Aku sudah terlambat,” kataku tergesa sambil mencium pipi Eomma dan keluar rumah sambil menggigit rotiku.
Padahal aku tidak benar-benar terlambat. Aku hanya ingin melihat "malaikat" yang tinggal di sebelah rumahku.
Tepat saat aku melirik ke kanan, pintu rumah sebelah terbuka. Malaikat itu keluar—Yoon Jeonghan, dengan kemeja biru langit dan jas putih yang disampirkan di lengannya. Di tangan kanannya, ia menggenggam kunci mobil.
Waktu yang sempurna.
Aku segera menghampirinya dengan senyuman di wajahku. “Annyeong! Selamat pagi, Dokter Yoon,” sapaku ceria.
Yah, malaikat yang ku maksud adalah Jeonghan. Ia tampan, jauh melebihi standar manusia biasa. Meski kami terpaut empat tahun, kami cukup akrab karena keluarga kami berteman dekat sejak keluarganya pindah ke rumah sebelah rumah ku. Sejak hari pertama, Eomma membawaku menyapa mereka sambil membawa kue buatan sendiri. Sejak saat itu, aku menempel padanya seperti prangko.
Anehnya, Jeonghan tak pernah merasa terganggu. Ia bahkan menjagaku dan sering mengajakku bermain bersama adiknya.
“Selamat pagi juga, (Y/N)-ya. Apa yang Eommoni siapkan untuk sarapan mu?” tanyanya sambil tersenyum.
“Roti selai stroberi favoritku. Kau mau?” tanyaku, menyodorkan roti yang baru ku gigit.
Yang mengejutkanku, Jeonghan menggenggam tanganku dan menggigit roti di tempat yang sama dengan gigitan milikku. Aku melongo.
Biasanya, ia akan menolak dengan alasan, “Eomma ku juga membuat sarapan yang sama.” Tapi hari ini berbeda.
Ia tersenyum sambil mengusap kepalaku. “Kaja, biar aku antar mu.”
Aku hanya mengangguk dan masuk ke dalam mobilnya. Tapi pikiranku malah melayang pada percakapan semalam dengan Minji. Ia mengatakan betapa romantisnya minum cola dari satu sedotan dengan pacarnya.
“Bodoh! Itu artinya aku dan pacarku berciuman tidak langsung,” tulis Minji.
Aku pun bingung. Satu sedotan saja sudah termasuk ciuman tidak langsung, bagaimana dengan gigitan di tempat yang sama seperti tadi? Wajahku langsung panas. Aku menggeleng cepat-cepat.
“Kau tak mau turun?” tanya Jeonghan, mengejutkanku dari lamunanku.
“Eoh?."
“Kita sudah sampai,” katanya, menatapku.
“Ah, Ne!” Aku segera melepas sabuk pengaman.
“Apa yang kau pikirkan sampai tak sadar kita sudah sampai? Bahkan rotimu belum habis,” katanya sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN IMAGINE
RandomSeventeen x you disini tempatnya buat kalian ngehalu bareng.. bisa bayangin dong jadi bagian dari kehidupan para member seventeen meski halu.. Nantinya bukan hanya all member seventeen yang ada dicerita ini karena nantinya aku bakal masukin bebera...
