100. Do You Miss Me?

15.8K 791 75
                                    

Lauren melangkahkan kakinya mendekati sebuah kursi kayu yang berada tak jauh dari mini market yang baru saja dimasukinya tadi. Setelah pertemuan singkatnya dengan Rose dan suaminya, Lauren memutuskan untuk melanjutkan aktivitasnya yang tertunda tadi. Mencari udara segar.

Bub.

Lauren menghempaskan bokongnya ke atas kursi kayu itu, punggungnya ia sandarkan di atas kursi kayu yang nampak tua namun kokoh itu. Mata Lauren menatap bulan beserta bintang yang saling berlomba – lomba untuk memancarkan cahayanya di langit yang gelap itu. Senyum kecil Lauren timbul. 

Lagi, lagi, ia memikirkan Edward.

Saat ini, apakah pria itu juga merasakan hal yang dirasakan oleh Lauren? Resah ingin bertemu? Apakah pria itu juga tidak bisa tidur saat ini karena memikirkan Lauren? Apakah pria itu juga sedang menenangkan pikirannya saat ini?

Tentu saja tidak, Lauren. Pria itu sudah memiliki calon pendamping yang siap untuk menggantikan dirimu. Di skenario gila ini, hanya kau yang tak memiliki bahu untuk bersandar.

Senyum miris Lauren langsung tercetak jelas di wajah cantik itu, ketika akal sehatnya kembali mengambil ahli pikirannya. Namun, semakin dirinya berpikir logis, semakin suara hatinya meronta – ronta. Akal sehatnya mengatakan bahwa ia tak menginginkan Edward lagi di dalam hidupnya, namun hatinya berkata lain.

Hah.

Lauren menghela nafasnya secara perlahan. Tangan kanan wanita itu kemudian bergerak untuk mengusap cincin pernikahannya yang dijadikan oleh Michelle sebagai mata kalung.

"Aku rindu Edward..." ucap Lauren pada akhirnya sembari tersenyum lembut

Tangan Lauren mengelus lembut cincin itu, otaknya kembali membawa Lauren ke kejadian 1 tahun lalu, tepatnya, hari dimana Edward dan Lauren menikah. Pernikahan mereka saat itu sangat megah, untuk sehari, Lauren berpikir bahwa dirinya adalah seorang putri kerajaan dan Edward adalah seorang pangeran kerajaan yang meminangnya dengan penuh suka cita.

Senyum bahagia dari ayah Edward serta tangis haru dari Clara, teman Lauren, melengkapi kebahagiaan Lauren saat itu. Dan ya... wajah terpaksa Edward saat memasangkan cincin pernikahan di jari manis Lauren juga merupakan suatu hiburan tersendiri bagi Lauren. Wajah Edward yang tertekuk dan selalu menatap Lauren dengan datar entah kenapa membuat Lauren merasa gemas sendiri dan ingin menampar wajah suaminya itu.

"Edward... apa kau juga merindukanku? Aku harap iya" ucap Lauren lirih.

Lauren berharap, angin yang bertiup di malam itu mampu menghantarkan rasa rindunya ini kepada pria yang sudah berhasil membuat hati wanita itu kembali goyah.

"Edward, jika reinkarnasi itu benar – benar nyata... aku harap, di kehidupan berikutnya kita tetap bersama. Saat itu, kita akan bersama karena keinginan hati kita masing – masing, bukan karena dasar rasa kasihan dan terpaksa" ucap Lauren lirih

"Seperti yang kau katakan pada malam itu, aku akan tetap menjaga cintaku seutuhnya untukmu. Aku akan menunggu dirimu datang dengan perasaan cinta yang murni kepadaku, aku akan menunggu saat itu tiba" lanjut Lauren lagi

Tes.

Air mata Lauren menetes. Memikirkan pria itu saja sudah berhasil membuat dirinya menangis, bagaimana lagi jika ia bertemu langsung dan berbicara dengan pria itu?

Hah.

Lauren menghela nafasnya dengan kasar. Tangannya kemudian bergerak untuk menghapus air matanya dengan gerakan lembut. Setelah ia puas mengungkapkan kegundahan hatinya, ia bangkit dari duduknya.

"Edward, Aku mencintaimu!" teriak Lauren sangat lantang dan kuat tanpa memperdulikan jika saat ini ia berada di jalanan yang dipenuhi oleh rumah – rumah masyarakat.

In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang