89. My Wife's Letter

16.5K 766 172
                                    

Edward menatap seluruh berkas keuangan perusahaan yang ada di hadapannya, ia menatap seluruh kertas yang berisikan angka – angka itu dengan perasaan tenang yang luar biasa. Akhirnya, keadaan keuangan perusahaannya yang beberapa hari terakhir ini sudah anjlok kembali normal lagi dan itu semua karena Claudia yang sudah meminta para kolega bisnis Edward yang berniat untuk memutuskan hubungan kerja agar kembali melanjutkan hubungan kerjanya dengan perusahaan Edward.

Hah...

Edward menghela nafasnya dengan kasar. Punggungnya yang terasa kaku itu dihempaskan oleh pria itu ke kursi kebanggaannya. Tangan kekarnya bergerak untuk mengusap – usap matanya yang terasa kering, mungkin hal itu karena dirinya tak henti – hentinya menatap layar komputernya

Sekarang, keadaan perusahaannya sudah membaik, namun keadaan hati Edward tak membaik. Setiap detik, hati pria itu terasa resah ketika dirinya memikirkan istrinya.

Heh, istrinya? 

Masih pantaskah Edward mengatakan hal itu setelah dirinya dengan kurang ajarnya meninggalkan wanita itu tanpa kepastian dan bodohnya, Edward malah mengembalikan cincin pernikahannya dan mengatakan bahwa dirinya meninggalkan istrinya itu.

Sungguh, ternyata yang dikatakan oleh pepatah itu benar, jangan pernah mengambil keputusan dalam keadaan tergesa – gesa.

Lauren.

Ketika nama itu terlintas di benaknya, Edward langsung teringat dengan sepucuk surat yang dikirim ke alamat rumahnya 3 hari yang lalu.

Tangan Edward bergerak untuk meraih surat itu yang masih disimpannya dengan rapi di dalam kantung celananya. Entah kenapa, pria itu tak ingin menjauhkan surat itu dari jangkaunnya karena surat itu memiliki aroma yang sama dengan Lauren.

"Ternyata aku sudah menyakitimu begitu dalam" gumam Edward sembari menatap surat tersebut dan mengelus surat tersebut dengan gerakan lembut

Saat pertama kali membaca surat itu, Edward dilanda dengan rasa syok dan marah yang luar biasa. Ia marah pada dirinya sendiri karena dirinya berhasil membuat Lauren menjauhinya.

Di surat yang tertuang dalam kertas putih itu, Lauren mengatakan jika dirinya berniat untuk menenangkan pikirannya untuk beberapa waktu. Hanya itu saja, tak ada kalimat lain.

Awalnya, Edward merasa janggal dengan surat itu terlebih gaya tulisan di surat itu, setaunya, Lauren tak pernah menulis dalam tulisan tegak bersambung namun di surat itu, Lauren menuliskannya dengan tulisan tegak bersambung, sungguh Edward tak ingin mempercayai surat itu jika saja Lauren tak membubuhkan kata 'Caesar' di akhir suratnya.

Hah...

Lagi, Edward menghela nafasnya. Edward harap, selama masa tenangnya, Lauren bisa memaafkan Edward dan mau kembali lagi kepada pria itu meskipun hal itu sudah terdengar mustahil apalagi kabar mengenai pernikahan Edward dengan Claudia sudah berhembus.

Ah... Claudia.

Apa yang harus dilakukan oleh Edward kepada wanita itu? Jika saja Lauren kembali lagi bersamanya dan saat itu Edward sudah menikah dengan Claudia, mungkin Edward akan menceraikan Claudia tanpa pikir panjang. Kali ini, Edward tak akan menyesali keputusan singkatnya karena dirinya menikahi Claudia hanya untuk kebutuhan perusahaannya semata bukan karena kebutuhan dirinya.

"Edward..."

Edward mendengar suara lembut itu memanggilnya, kepala pria itu langsung terangkat.

Lagi, lagi, wanita itu kembali mendatanginya

"Untuk apa kau datang?" tanya Edward dengan nada bicara dinginnya. Sungguh, saat ini Edward tidak mengharapkan kehadiran wanita itu, apalagi disaat – saat dirinya tengah memikirkan Lauren

In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang