119. Sorry

14.2K 665 28
                                    

"Jadi... apakah istriku yang cantik ini mau berdansa denganku? Untuk yang terakhir kalinya?" tanya Edward sembari tersenyum

Lauren menatap Edward tak percaya ketika ia mendengar kalimat itu keluar dari mulut Edward.

"Untuk yang terakhir kalinya?" tanya Lauren lamat – lamat.

"Ah, maksudku, terakhir kalinya berdansa tanpa lagu" ucap Edward buru – buru ketika ia mendengar pertanyaan Lauren.

Lauren menatap Edward dengan tatapan yang tak terbaca. Wanita itu tanpa pikir panjang langsung meraih tangan Edward.

"Ayo... aku juga ingin berdansa untuk yang terakhir kalinya bersamamu" ucap Lauren dengan suaranya yang sudah mulai parau

Nampaknya, Edward sudah larut dalam kebahagiannya sendiri. Pria itu tetap tersenyum dan membawa Lauren menjauh dari dinner table itu. Dalam hati, Lauren sangat bersyukur karena pria itu tak sadar jika saat ini, mata Lauren sudah memerah. Ah, nampaknya Lauren juga harus berterimakasih pada bulan dan bintang yang bertaburan di langit hitam itu karena sudah membuat malam ini tak seterang malam – malam sebelumnya

Kedua anak manusia itu berdansa di hamparan pasir putih itu dengan perasaan yang saling bertolak belakang. Si pria merasa bahagia sedangkan si wanita merasa tersiksa.

Senym bahagia yag sedari tadi menghiasi wajah Edward berhasil membuat jantung Lauren seperti dihantam oleh benda yang sangat berat. Sesak, itulah yang dirasakan oleh Lauren.

Lauren memegang erat kedua pundak Edward. Dengan tangannya yang masih dibalut sepasang sarung tangan satin, Lauren mencengkram erat kedua pundak itu.

Bugh!

Tanpa mengatakan apapun, Lauren menjatuhkan tubuhnya ke atas dada bidang pria itu. Lauren tak bisa bertahan lebih lama lagi. Tangisan yang sedari tadi ditahannya langsung berlomba – lomba untuk menghiasi wajah cantiknya

Tangisan memilukan itu membuat dada Edward seakan – akan ditikam oleh benda tajam. Rasanya sakit. Senyum yang sedari tadi menghiasi wajah pria itu langsung menghilang. Kedua tangan kekar pria itu bergerak untuk merengkuh tubuh Lauren yang kini sudah bergetar hebat

"Ssshh... jangan menangis lagi" ucap Edward lembut sembari mempererat rengkuhannya pada tubuh Lauren

Ucapan Edward itu semakin membuat Lauren menangis. Wanita itu juga ikut mengeratkan rengkuhannya, seolah – olah ia akan kehilangan Edward jika ia tidak merengkuh pria itu dengan seluruh tenaganya.

Tangisan itu semakin membuat dada Edward terasa sakit. Dengan gerakan lembut, Edward melepaskan rengkuhan erat Lauren, namun ia tetap membiarkan kedua tangan wanita itu melingkar di sisi – sisi tubuhnya.

Tangan Edward bergerak untuk menangkup wajah cantik itu, jari – jemari pria itu bergerak untuk menghapus jejak – jejak air mata yang sedari tadi menghiasi wajah cantik itu.

"Lauren, kau wanita yang hebat. Kau masih bertahan hingga saat ini, aku sangat menganggumi kehebatanmu" puji Edward dengan kedua matanya yang sudah berkaca – kaca.

"Aku sadar, aku benar – benar pria sialan. Aku selalu menjadi alasanmu menangis dan kenyataan itu selalu menghantuiku" lanjut Edward dengan punggungnya yang sudah bergetar hebat

Lauren langsung menangkup tangan Edward yang berada di wajahnya, wanita itu menggelengkan kepalanya saat ia melihat Edward tengah berusaha mati – matian untuk menahan tangisannya

"Namun sekarang, aku berharap, aku tak lagi menjadi alasanmu menangis lagi" ucap Edward sembari membelai lembut wajah Lauren

Edward kemudian menarik kedua tangannya dengan gerakan lembut dari wajah Lauren. Pria itu kemudian mengambil posisi bersimpuh tepat di depan kaki Lauren.

In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang