118. For The Last Time

14.7K 725 80
                                    

Edward menatap wajah cantik istrinya yang sedari tadi tak henti – hentinya memamerkan sebuah senyum yang begitu mempesona. Sungguh, Edward merasa, dirinya adalah pria yang paling beruntung di dunia ini, karena ia bisa mendapatkan wanita sesempurna istrinya.

"Edward, jika kau memandangku terus seperti itu, bagaimana bisa daging panggang itu akan matang?! Kau harus fokus mengipasinya" ucap Lauren kesal ketika ia menyadari Edward terlalu sering menatap wajahnya dan tak memperhatikan daging ayam yang tengah dipanggang oleh pria itu

Edward hanya bisa mengulum senyumnya saat mendengar ucapan kesal istrinya itu.

"Kan sudah kukatakan, lebih baik kita membawa alat pemanggang dari rumah. Jika kita membawanya, pasti kau tidak akan kerepotan seperti ini" ucap Lauren sembari menatap iba Edward yang sudah 1 jam penuh mengipasi bara api yang berada di hadapannya, namun tak satupun daging ayam yang ada disana matang.

"Jika kita memakai alat pemanggang, kita tak akan pernah merasakan sensasi luar biasa ini, Lauren. Berada di bibir pantai saat malam, menikmati udara sepoi – sepoi yang sangat menggelitik serta memanggang daging ayam di bawah sinar bulan dan bintang"

"Ck! Sok puitis sekali" ejek Lauren yang disambut dengan tawa puas dari mulut Edward

Edward terus tertawa dan tanpa sengaja, pria itu menghempaskan kipasnya terlalu kuat hingga kipas itu terpental dan jatuh tepat di atas bara api

"Eh, itu terbakar!" ucap Lauren panik sembari bangkit dari kursi santainya dan dengan terburu – buru, wanita itu melangkahkan kakinya mendekati Edward

Edward sama paniknya dengan Lauren. Dan bodohnya, Edward malah menjulurkan tangannya ke dalam bara api itu.

"Edward, stupid!" ucap Lauren tak percaya ketika ia melihat Edward memasukkan tangannya ke dalam bara api itu dan mengambil kipas yang sedari tadi menemani pria itu berjuang.

"I am fine" ucap Edward sembari tersenyum kepada Lauren yang kini sudah berada disampingnya

Lauren memicingkan matanya tak percaya, mana mungkin ada seseorang yang baik – baik saja setelah memasukkan tangannya ke dalam bara api?

Tanpa meminta persetujuan dari Edward, Lauren menarik tangan kekar Edward dengan gerakan yang sedikit kasar, agar pria itu sadar bahwa Lauren tak menyukai aksi gilanya tadi.

Lauren menatap keseluruhan telapak tangan kekar itu dengan teliti. Lauren bahkan membolak – balikkan tangan kekar itu, agar ia yakin bahwa tak ada bekas luka disana.

"Sudah kukatakan, aku baik – baik saja. Kau terlalu mengkhawatirkanku, sayang" ucap Edward sembari tertawa geli

Lauren mendongakkan pandangannya dari telapak tangan Edward menuju ke wajah pria itu. Tawa yang menghiasi wajah pria itu membuat Lauren mendengus kesal. Dengan gerakan kasar, Lauren menghempaskan tangan kekar itu.

Edward tau Lauren sedang kesal, oleh karena itu, Edward tak memiliki keinginan untuk kembali menganggu wanita itu. Jika saja wanita itu semakin kesal padanya, mungkin malam ini Edward tak akan mendapatkan jatahnya dari wanita itu. Edward kembali memusatkan pandangannya pada panganggan yang ada dihadapannya.

Lauren mencuri – curi pandang ke wajah Edward yang berada tepat disampingnya. Jujur, ia sagat kesal dengan tingkah pria itu, namun, Lauren bisa apa? Lauren tak mungkin memarahi pria itu kan? Bagaimanapun juga, hari ini adalah hari terakhir mereka sebagai pasangan suami – istri normal, Lauren tak ingin merusak kebahagiaan fana pria itu.

Hah.

Lauren menghela nafasnya dengan kasar saat ia kembali memikirkan soal hubungan mereka. Lauren sedikit merasa iba pada Edward, pria itu sudah berjuang sekeras ini, namun Lauren tetaplah Lauren. 3 hari tak akan bisa menghapus semua jejak sakit yang telah diberikan oleh pria itu kepadanya.

In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang