Jangan lupa baca cerita aku "LOVE IN CRIME"
***
Berlari terbirit-birit, saling bertubrukan hingga melempar tatapan nyalang, nampaknya tak menjadi penghalang bagi seorang pria paruh baya yang saat ini tengah memegang kendali atas toa di tangannya.
"AYO, CEPAT BERKUMPUL DI LAPANGAN!!"
"HEI, YANG MASIH SIBUK PACARAN DI KELAS, CEPAT KELUARR!!"
Tersentak, telonjak, hampir terjungkal pun tak akan membuat pria berbadan bongsor dengan alis serta kumis tebal, topi lusuh yang selalu dipakai terbalik, mengurungkan niatnya menjewer beberapa siswa bandel yang baru saja melintas dan menyengir di depannya.
"A-ampun, Pak. I-iya, sekarang otw lapangan, nih!" respon salah satu siswa ketika terciduk hendak kabur. Mengusap telinganya yang memerah, lalu mengajak kedua kawannya untuk turut mengikuti langkah murid lain ke arah lapangan utama.
"Sue tuh, orang! Untung telinga gue nggak copot!"
"Kena tulah kan, lo! Makanya jangan ngajakin kita berbuat sesat!"
Menggerutu di sela-sela melewati koridor, ketiganya bahkan kompak berjingkat kaget sebelum akhirnya memilih untuk berlari setelah suara peluit dari salah seorang wanita paruh baya menyentil gendang telinga mereka.
"JIKA DALAM HITUNGAN KETIGA MASIH BELUM BERKUMPUL JUGA, SAYA PASTIKAN TUBUH KALIAN AKAN MELEPUH DI SINI!"
Semua murid kontan berteriak, tak ingin mendapat petaka atas ucapan Pak Guntur---sang guru fenomenal yang sejak tadi menyemprot nada tinggi pada kawanan muridnya hingga tak segan berteriak dengan toa-nya.
"SATU.."
"Buruan masuk barisan, anjir!" Beberapa dari mereka kompak berebut barisan, tak tahu mana kawan dan mana lawan hingga tak sadar jika padatnya penduduk SMA Bhakti Mulia atau biasa disebut BM, saling dorong, dan hampir adu jotos jika tak dicegah oleh murid lain.
"DUA.."
"Damar, buruan!" pekik salah seorang siswa, menarik lengan sang sahabat agar berdiri di sebelahnya.
Damar, pesona paling kuat di BM, memiliki kadar gula tertinggi hingga membuat para gadis berteriak lantaran sang empu memiliki senyum manis. Walau tak bisa diprediksi kapan senyum itu akan terbit.
Rambut lumayan rapi, belah pinggir, kemeja yang masih bersih walau tak dirapikan sesuai standar sekolah menengah, "semua murid wajib memasukkan bajunya ke dalam celana, memakai ikat pinggang, dan sepatu hitam." Persetan dengan aturan tersebut, karena sejatinya Damar memegang teguh sebuah jargon, "peraturan dibuat untuk dilanggar."
Mata elangnya masih mengitari lapangan, sesekali menggerutu karena sosok yang ia cari belum nampak batang hidungnya. Padahal Pak Guntur telah memberi peringatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
Teen FictionJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...