Ellgar terbangun dari tidurnya di tengah malam.
Ellgar menatap jam dindingnya yang tertempel rapi di dinding berwarna putihnya itu.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam dan Ellgar lagi lagi terbangun akibat dirinya yang merasa mengeluarkan keringat yang cukup banyak.
Ya, Ellgar akhir akhir ini merasa dirinya dihantui oleh banyak gejala yang diidam oleh penyakitnya.
Ellgar mengambil tisu yang berada di atas meja sebelah tempat tidurnya lalu Ellgar mengelap keringatnya yang terus bercucuran hingga kesemua bagian tubuh Ellgar.
Ellgar berdiri dari duduknya dan berjalan menuju kaca balkonnya.
Ellgar membuka kaca tersebut lalu melangkahkan dirinya menuju sofa yang berada di Balkon tersebut.
Ellgar membaringkan tubuhnya di dinding sofa dengan menutup matanya sembari menikmati dinginnya angin malam yang bisa dirinya rasakan.
Ellgar terus menghirup udara lalu mengeluarkannya kembali.
Ellgar kembali berfikir tentang kejadian yang terjadi saat siang tadi, semuanya benar benar di luar dugaan dari kepalanya.
"Tuhan... jika dirimu memberi hambamu ini kesempatan sekali lagi" ucap Ellgar masih menutup matanya sambil menghayati apa yang telah ia keluarkan dari mulutnya.
"Apa boleh hambamu ini mengharapkan satu permintaan yang akan terkabulkan?" ucap Ellgar lagi lagi mengeluarkan isi hatinya kepada sang pencipta.
Ellgar ingin mengeluarkan unek unek yang selama ini berada di fikirannya.
"Hamba ingin hidup tuhan" ucap Ellgar seketika mengeluarkan air mata yang tanpa ia sangka.
"Hamba ingin sembuh dari penyakit yang di derita hamba dan kembali menjadi manusia normal lainnya tuhan" ucap Ellgar memegang pergelangan tangannya dengan erat seakan takut dirinya benar benar hilang sekarang.
"Izinkan hambamu ini mengubah permintaannya yang dulu" ucap Ellgar merasakan sesak di dadanya yang tertahan.
Aku kuat, tetapi aku lelah tuhan.
Besok paginya Ellgar terbangun dari tidurnya dengan dirinya yang masih berada di luar balkon.
Ellgar tertidur di balkon kamarnya semalaman.
Ellgar berdiri dari duduknya lalu memasuki kamarnya melewati kaca kamarnya yang tampak sangat besar.
Hari ini adalah jadwal dimana Ellgar akan bertemu dengan Dokter Denis lagi dan lagi.
Dirinya akan mengikuti terapi ablasi untuk beberapa waktu yang belum tahu sampai kapan.
Pasalnya penyakit yang diderita Ellgar sudah memasuki stadium tiga jadi Ellgar harus lebih ekstra berhati hati dengan apa yang ia lakukan dan yang ingin ia lakukan.
Sebenarnya jika Ellgar sudah ditakdirkan untuk menjalankan sisa hidupnya ini Ellgar tidak apa apa, bahkan untuk meninggalkan dunia yang sudah membuatnya belajar banyak hal Ellgar juga tidak masalah.
Yang jadi masalah adalah orang orang yang Ellgar sayang, Ellgar mengingat sekarang banyak orang yang menyayangi Ellgar mulai dari Bik Ina, Nouval, mama Riana hingga Arshi.
Ellgar tidak ingin membuat mereka bersedih karena kepergian Ellgar, apalagi Arshi yang belum mengetahui hal ini.
Ellgar menuruni anak tangga dirinya sekarang sudah rapi dengan baju sweaternya dan juga celana jeans berwarna hitamnya yang sedang ia kenakan sekarang.
Ellgar menjawab lambaian tangan mamanya yang sedang berada di meja makan dan juga Nouval yang tengah duduk di samping Riana.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELLGAR (TAMAT)
Teen FictionLangit yang menghitam disambut dinginnya udara yang diiringi derasnya hujan yang begitu mencengkram. Sungguh kejamnya dunia ini yang tidak membawa keadilan untuk semua orang. Ini tentang hidup seseorang yang berkali kali dimatikan. Dengan senyum...