[6.] Jeritan Batin (Part II)

6.3K 104 9
                                    

Aku segera mengakhiri mandiku dan keluar kamar mandi dengan berbalut handuk. "Hmm ... udah seger ... wangy banget tubuhmu mas." kang Usep menarikku mendekat dan menghirup aroma tubuhku. "Segini aja kamu udah wangy dan menarik, apalagi kalau nanti kamu udah benar-benar cantik. Aku tidak sabar untuk melihatmu benar-benar cantik seperti wanita." kata kang Usep sambil memegang daguku seakan ingin mencium bibirku.

Menjijikan sekali rasanya.

Sementara aku hanya diam dan membuang pandanganku ke arah lain.

"Pakai baju ini mas, setelah itu silahkan kamu makan dulu." kata kang Usep. Ia memberikan sehelai pakaian untukku.

Aku terkejut karena itu adalah baju daster mini model tali bahu tipis dan bawahannya hanya sampai sebatas pangkal paha. Seumur-umur aku tidak pernah terbayang untuk memakai baju wanita, tapi sekarang aku pasrah saja memakai baju itu ketimbang harus telanjang. Ternyata baju daster itu bisa kebetulan pas sekali dengan tubuhku. Aku malu sekali melihat diriku yang sangat konyol memakai daster, tambah pula bentuk tubuhku yang bertulang kecil dipakaikan baju wanita semakin mendukung untuk membuatku terlihat seperti gadis tomboi berambut pendek, tapi wajahku jelas masih wajah lelaki. Akan tetapi walaupun begitu, terus terang baru kali ini aku merasakan yang namanya pakaian wanita. Terasa tipis, ringan, lembut, licin, sangat nyaman membungkus tubuh. Aneh sekali, seperti sebuah senasi tersendiri buatku yang notabene seorang cowok normal. Terasa sekali perbedaannya dengan pakaian cowok yang biasa kupakai sehari-hari.

Tapi satu masalahnya ... aku tidak diberi celana dalam, jadi bagian bawahku gelantungan gontai-gontai.

Setelah aku berpakaian, kang Usep kemudian memberikan sebungkus nasi campur untukku. Walaupun dalam keadaan seperti ini, tapi aku tidak bisa menolaknya, perutku memang butuh makan dan rasanya sudah panas karena lapar dari semalam. Aku pun makan nasi bungkus pemberian kang Usep tanpa berpikir yang macam-macam.



Selesai makan kang Usep membawaku untuk duduk-duduk di teras belakang villa yang ternyata pemandangannya mengarah ke perbukitan lembah hijau.

"Aku yakin kamu akan betah di sini mas." katanya padaku.

"Kamu gila kang! Pasti akan ada yang mencariku dan ketika tiba saatnya nanti kamu akan ditangkap kang, kamu akan masuk penjara." kataku.

"Kita lihat saja nanti mas, apakah ada yang bisa menemukan jejakmu sampai ke sini." kata kang Usep. "Aku memilihmu karena kamu adalah pelarian yang sempurna, tidak ada yang mengetahui kedatanganmu kemari, tidak ada saksi mata yang melihatmu, tidak ada jejak digital karena ponselmu yang rusak. Kamu benar-benar membawa dirimu kepada waktu dan posisi yang tepat sekali untuk MENGHILANG—hwahahahaha..."

Aku menunduk dan merutuk, menyesali kebodohanku sendiri. Jika saja malam itu aku tidak pergi ke puncak sendiri, seharusnya malam itu aku pulang saja ke kos.

Kang Usep rebahan santai sementara aku hanya duduk bengong tidak tahu lagi apa yang harus kupikirkan.

Udara pegunungan berhembus begitu sejuknya. Sejenak mataku terpejam terbawa suasana syahdu daerah pegunungan yang sunyi, tenang, sejuk. Bajuku yang serba mini dan terbuka membuat udara puncak yang sejuk terasa langsung membelai kulitku. Aku sedikit kedinginan tapi kutahan saja. Hari masih siang, sebenarnya udara tidak sedingin itu, hanya saja sebagai anak ibu kota aku tidak terlalu terbiasa dengan udara dingin.

Kang Usep tiba-tiba mendekatiku, aku spontan terkejut karena lelaki itu lantas memeluk tubuhku dari belakang.

"Dingin ya mas? Akang hangatkan deh sini." katanya.

Gila ... edan ... sinting ... sungguh sangat menjijikan sekali, aku menjerit dalam batin.

"Oh, iya masa aku panggil kamu mas, aku kan nggak mau anggap kamu cowok, rasanya kayak aku gay saja." kata kang Usep. "Oh, iya nama apa yang cocok buat kamu ya ... hmm ... ah, biar kupikirkan nanti." gumam kang Usep.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang