[97.] Maafkan Cinta

867 40 17
                                    

Akhirnya Arjuna dan Devika pun sampai kembali di rumah. Keduanya melangkah masuk ke dalam rumah.

Devika berjalan di belakang Arjuna, baru saja ia menutup pintu.

Tiba-tiba...,

GPLAAAKKKKKK!!

Entah apa yang terjadi—Arjuna tiba-tiba saja menampar, atau lebih tepatnya menabok wajah Devika sampai tubuh Devika berputar bak gasing yang berpusing.

Gedubrakkk ... brukkk...

Tubuh Devika yang terhuyung itu pun ambruk sampai menimpa meja kayu persegi panjang. Devika pun terjatuh bersamaan dengan meja persegi panjang yang juga menimpanya. Ia langsung terkejut, gemetar, ketakutan dan hanya bisa terdiam karena shock parah. Ia sangat tidak menyangka, entah apa yang membuat Arjuna mendadak melampiaskan segenap amarah dan emosinya hingga membuatnya seperti orang yang sudah kemasukan setan saja.

"BHANGSHAAAATTT!!!" lantas setelah itu Arjuna berteriak sendiri bak orang kesurupan.

Devika yang ketakutan setengah mati itu pun langsung sesak nafas dan tidak kuat sampai akhirnya ia pun pingsan.



Begitu tersadar, Devika mendapati dirinya masih terkapar lemah di samping meja kayu yang menimpanya beserta perabotan dari atas meja tersebut yang juga berserakan di sekelilingnya.

Dilihatnya Arjuna—suaminya yang masih duduk terdiam di kursi ruang tengah. Devika yang masih diliputi dengan rasa takutnya yang bukan main itu langsung berlari ke kamar. Ia mengambil tas dan sambil bercucuran air mata ia memasukkan beberapa baju-bajunya secukupnya di tas tersebut.

Pipinya masih terasa perih dan nyeri luar biasa. Di pinggangnya juga terasa linu-linu karena jatuh menimpa meja barusan. Tapi terlebih lagi yang jauh teramat lebih sakit adalah perasaannya.

Devika kemudian keluar kamar dan menoleh kepada suaminya yang masih duduk di ruang tengah dengan tatapan kosong dan nanar.

"Maafkan aku mas Juna ... maafkan aku. Sungguh, aku mengaku kalau aku yang sudah bersalah selama ini." ucapnya pada suaminya.

Sementara itu Arjuna hanya diam saja.

"Mas ... ijinkan aku pulang aja ke rumah ibuku ya."

Arjuna tetap hanya diam dan tidak menjawab.

"Mas Junaaa!! katakan sesuatu, apa yang kamu inginkan sekarang mas??" tanya Devika lagi.

Tiba-tiba dengan sangat perlahan, Arjuna pun menoleh dan menatap tajam dan nanar. Bagaikan ada kobaran api yang menyala-nyala di bayangan kedua bola matanya.

"Aku ... ingin kamu ..., kalian semua ... turut merasakan, penderitaan yang selama ini ... saya rasakan!" ucapnya dengan tajam dan penuh penekanan.

"Mas Juna ... kalau kamu sudah tahu dari dulu, kenapa kamu nggak ceraikan saja aku?"

"Cerai??—Tidak! Cerai itu terlalu mudah!" ketus Arjuna. "Aku ingin melihat kamu dan Udi menderita. Aku ingin kalian merasakan apa yang aku rasakan." ucapnya sambil berdiri dan berjalan mendekati Devika.

"Mas ... apa kamu udah gila kamu mas...??" ucap Devika yang ketakutan dan berjalan mundur.

"Kemari Devi!" panggil Arjuna.

Devika menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tetap melangkah mundur diselimuti ketakutan.

"Mas ... tenangkan diri kamu mas." kata Devika.

"Kamu dan si bangsat Udi itu!! Aaarrghhhh!!" geram Arjuna. Ia mengambil sebuah vas bunga dan melemparnya ke tembok.

PYAAARRRR!!

Vas bunga itu pun pecah dan serpihan pecahannya turut menggores Devika tapi untungnya hanya mengenai tangannya saja.

Devika yang ketakutan seedannya itu langsung berlari keluar rumah.

BRUUKKK!

Begitu ia membuka pintu ia langsung menabrak seseorang yang ternyata pas berada di depan pintu rumahnya.

Lelaki tersebut langsung menahan tubuh Devika.

Devika menoleh untuk melihat siapa orang tersebut.

"Mas Udi!?"

"Devi? Apa yang terjadi?"

Yudhistira kaget dan bingung bukan main melihat wajah Devika yang bengap sebelah dan tangan kanan Devika yang ada luka goresan dengan darah segar yang masih mengalir.

Sementara Devika hanya bisa terdiam.

"Huh! Ngapain kamu datang kemari Udi?" tanya Arjuna.

"Juna ... ada apa ini? Juna, tenang Juna, saya hanya ingin bicara." sahut Yudhistira.

Tapi, insting dasar lelaki dalam diri Arjuna sudah tidak dapat dikendalikan. Hormon pejantan dalam tubuh Arjuna pun meledak dan melonjak. Emosinya berkobar dan membuatnya sudah lenyap akal. Ia melayangkan tinjunya ke wajah Yudhistira.

Yudhistira benar-benar hanya punya waktu sepersekian detik untuk merespon. Refleksnya lantas mengambil keputusan untuk meminggirkan tubuh Devika agar tidak ikut terkena pukulan.

BHUAAKKK!!—tinju Arjuna pun mendarat dengan sempurna di wajah Yudhistira dan seketika ia pun terhuyung, tetapi tidak sampai membuatnya kehilangan keseimbangan.

"Juna!! Astaga!! ada apa dengan kamu??" teriak Yudhistira sambil memegangi wajahnya yang baru saja kena tinju.

Arjuna tidak berkata apapun, ia hanya ingin melampiaskan emosinya sehingga ia terus menantang berkelahi dengan terus menyerang Yudhistira.

"Hentikaaan!! hentikaaann!!" teriak Devika.

Yudhistira tidak mau meladeni Arjuna, ia hanya berusaha menahan serangan-serangan Arjuna. Padahal sebenarnya dengan kemampuan bertarungnya yang merupakan juara MMA, Yudhistira mampu menumbangkan Arjuna hanya dalam beberapa pukulan saja, tapi ia tetap menahan diri.

"Juna! Cukup Juna!! Hentikan!!" kata Yudhistira.

Para tetangga pun berdatangan menyaksikan dua lelaki yang bergulat gedebak gedebuk di halaman.

Entah berapa lama dua kakak beradik itu adu mekanik.



Akhirnya Bima, Nakula dan Sadewa pun datang.

Bima menahan Arjuna sementara Nakula dan Sadewa menahan Yudhistira.

"Gila apa lu bedua!!" bentak Bima.

Suasana ketegangan itu pun mereda, namun keadaan masih tetap suram di antara Yudhistira dan Arjuna.

"Bima ... kenapa kamu bisa kemari?" tanya Yudhistira.

"Devi meneleponku." kata Bima.

Lantas Yudhistira pun baru teringat, ia melihat sekeliling. "Lho ... Devi?? Di mana dia?"

Bima pun juga baru menyadari karena Devika yang barusan meneleponnya justru tidak ada di sana.

Rupanya tanpa mereka sadari, Devika sudah pergi di saat mereka sedang apruk-aprukan adu mekanik.

"Deviiii..." panggil Yudhistira. Ia langsung menuju ke mobilnya, dan pergi dari tempat tersebut. Ia berusaha untuk mencari Devika, walaupun tidak tahu ke mana arah Devika pergi.



Sementara,

Bima lantas membawa Arjuna masuk kembali ke dalam rumah.

"Saya harus bicara pada kamu Juna, tapi mungkin tidak malam ini." kata Bima.

Arjuna nampak menyadari perbuatannya yang terbawa emosi. Ia hanya bisa terdiam.

Bima bersama Nakula dan Sadewa lantas pamit pulang karena keadaan sudah larut malam.



Di lain tempat,

Devika sudah berada di dalam sebuah bus malam antar propinsi. Ia langsung pergi malam itu juga untuk menuju pulang ke kampung halamannya.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang