[63.] Gaun Merah

2.1K 71 7
                                    

Saat aku kembali ke apartemen—aku melihat sehelai baju mewah yang tergeletak di atas kasurku. Sebuah baju gaun pesta yang sangat elegan seperti gaun-gaun pesta yang sering kulihat di acara pesta para selebriti. Dress panjang model slit dress berbahan satin yang sangat licin dan halus dengan warna yang berkilau semerah kelopak bunga mawar. Benar-benar anggun dan glamor. Masalahnya, dress tersebut, sungguh sangat terbuka dan menggoda sekali. Dress model atasan lengan dan leher terbuka, bagian belahan dadanya sangat rendah dan model punggungnya juga terbuka. Aku tidak dapat membayangkannya jika aku yang benar-benar memakainya.

Tidak hanya itu, ada juga sepasang sepatu high heels berwarna merah diletakkan di lantai samping tempat tidur.

Tidak lama teleponku berdering, papa Udi meneleponku.

"Hai Raya."

"Iya pah..."

"Gimana ... apakah kamu suka, itu ... hm ... bajunya?" kata-kata papa Udi nampak gugup dan terputus-putus.

"Eh, tunggu ... itu? Papa yang belikan buat ... aku?" tanyaku.

"Iya." jawabnya.

Entah aku harus merasa tersanjung atau merasa geli sendiri, tapi yang pasti aku benar-benar terkejut. Papaku? Membelikan gaun mewah itu ... untukku?


Papa: "Gimana? Kamu ... hm ... apakah, kamu suka?"

Aku: "I—iya, indah banget pah. Aduh ... itu ... benar? Buat aku?"

Papa: "Ke—kenapa? Kamu nggak suka ya?"

Aku: "Ah, su—suka bangeet ... bagus banget koq pah."

Papa: "Hm, ya ... sepertinya ... kamu cocok untuk ... memakainya."

Aku: "Ah, apa iya?"

Papa: "Kenapa tidak kamu langsung coba saja? Ah, iya ... sepatunya, papa harap itu juga, cukup untuk ukuran kaki kamu."

Aku: "Tapi, ini buat dipake ke mana?"

Papa: "Buat acara dinner kita. Kamu siap-siap aja, nanti papa jemput kamu."

Aku: "Tt—tapi, pa ... ini, bajunya ... glamor sekali." aku mau berkata 'seksi' tapi sepertinya itu kata-kata yang terlalu menantang. "emangnya, kita ... mau dinner di mana?"

Papa: "Pokoknya, hm, papa sudah siapkan sesuatu. Ya ... papa ingin, malam ini ... sedikit spesial. Itu saja."


Sedikit spesial? Apa itu artinya? Yang pasti ini bukan sekedar makan malam di tempat biasa. Bukan sekedar di cafe di mall atau di restoran atau di rumah makan biasa. Jantungku jadi ... dagdigdug.

Setelah telepon ditutup, tanpa banyak berpikir, tanpa banyak bertanya mengapa begini mengapa begitu ... aku pun langsung mandi, keramas, membersihkan tubuhku sampai kinclong. Mengeringkan lalu menata rambut, memakai body cream untuk membuat kulit terlihat lebih glowing, dan ... yang terpenting ... makeup.

Aku harus membuat riasan yang lebih glamor sesuai dengan baju yang kupakai. Ya, seperti makeup glam-look, untuk pesta malam yang elegan. Aku belum pernah berdandan glam-look, jangan sampai aku terlihat menor yang malah norak dan berlebihan. Aku sungguh berharap tante Ratu ada di sini untuk mendandaniku, tapi ... kali ini, sudah saatnya aku harus bisa sendiri.

Aku mencoba untuk memadukan pulasan eyeshadow dengan palet kemerahan dan nuansa darkbrown, dan yang pasti, glitter dan highlight. Aku tidak pernah lupa, tante Ratu selalu mengajarkanku agar "menghidupkan riasan mata". Mata adalah jendela dunia, daya pikat paling utama ada pada lirikan mata dan baru jatuh ke senyuman. Ah, ya tentu saja, pulasan bibir—harus yang merah merona bagai delima—lipstik red glossy.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang