[102.] La Vida es Loca (Part II)

908 40 7
                                    

Janda Temporer vs Janda Situasi

Sementara itu di lain tempat,

Devika sedang mengendarai motor skutiknya menuju ke sebuah tempat, memenuhi undangan dari seseorang kenalan barunya. Ia pun tiba di pekarangan parkir sebuah Cafe yang terletak di Kawasan Wisata Senggigi Batu Bolong.

Seorang wanita paruh baya seumurannya dengan baju kemben cropped dan celana bahan katun longgar menyambutnya.

"Hai, mbak Devi ya. Aduh senangnya, akhirnya ketemu juga." kata wanita tersebut.

"Ii—iya, aduh makasih undangannya. Jadi merepotkan nih." kata Devika.

"Lho, koq gitu. Ah, kita semua kan udah deket kayak sodara lah." kata wanita itu.

"Makasih mbak..."

"Oh, panggil aja saya Hana ya."

"Oh, iya mbak Hana."

"Ayo kita main ke Cafe sebelah." kata Hana.

"Cafe sebelah?" tanya Devika.

"Iya ... soalnya, di tempatku ... aku nggak jual minuman beralkohol." kata Hana.

"Oh." kata Devika.

Hana mengajak Devika jalan kaki ke Cafe di sentral keramaian Senggigi KM 8. Cafe dengan interior desain kayu-kayu, berkonsep Bar terbuka dan selalu ramai terutama dikala weekend.

"Mbak Devi mau makan apa?"

"Saya udah makan mbak. Minum aja deh." kata Devi.

Hana pun memesankan minum dua botol beer import merk Cincin Gerhana sebagai pembuka.

"Aduh, sebenarnya ... saya udah nggak minum alkohol mbak." kata Devika.

Devika teringat terakhir kali ia minum-minum ketika umurnya masih remaja lulus SMA dan pas jaman-jaman kuliah saja. Masa ketika ia berpacaran dengan Yudhistira. Arjuna yang saat itu belum jadi pacarnya, sering sekali mengingatkan agar berhenti ikut nongkrong bersama tongkrongan Yudhistira yang dulu terkesan penuh kenakalan. Setelah masa ketika ia putus dengan Yudhistira, barulah ia berhenti total dari pergaulan bebas dan minum alkohol.

"Udah santai aja mbak, malam ini kita berdua kan sama-sama Janda. Kita jadikan ini 'Malam Janda'." kata Hana.

"Ih, jangan bicara gitu mbak, pamali lho. Apalagi kan mbak masih punya suami." kata Devika.

"Ahahahaha, ya saya kan cuma 'Janda Temporer', kalau mbak tuh kan yang 'Janda Situasi'."

Devika tertawa geli dengan istilah yang disebutkan Hana. "Aneh-aneh aja, apa tuh maksudnya??" tanya Devika.

"Yaa, namanya aja temporer, kayak tatto temporer aja kan bisa dihapus, jadi status jandanya ya dihapus nanti pas suami pulang. Kalo kamu kan Janda Situasi. Jadi Janda gantung dadakan karena situasi pisah ranjang." tutur Hana dengan gaya santuy–cuzz, eim–nya sambil meneguk minumannya.

"Edan paraaah..." Devika tertawa terpingkal-pingkal.

"Ahahaha, ya suamiku kan juga lagi jadi duda temporer di sana. Nah, kalau suami kamu ... hmm..., duda renungan." kata Hana.

"Ih, sinthing lu mbak. 'Duda Renungan'?? Ada-ada aja sih."

"Ya, suami kamu pasti sekarang lagi merenung, apa yang sebaiknya dilakukan olehnya. Gantung kamu kayak jemuran yang ga kering-kering atau ... ya, dikeringin sekalian." kata Hana lagi.


Euforia dan Disforia

Kembali bersama diriku dan teman-temanku di Kuta Lombok,

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang