[73.] pierc·ing /·pirsiNG/

1.9K 66 25
                                    

"Ah, nggak usah dipikirin omongan si Tampan, Ray." kata Erwin saat kami sudah meninggalkan kelas. "Elu ... cantik koq. Nggak kayak banci."

"Huh, gue sih masa bodo." kataku datar. "Kalau dia berani menyenggol gue, gue bakalan punya kejutan buat dia." kataku lagi.

Aku bertemu lagi dengan Alexandra usai kelas, gadis itu langsung nemplok di bahuku begitu aku menghampirinya.

"Eh Rai nanti ada kuliahnya lagi jam berapa?" tanyanya padaku.

"Masih jam 3." jawabku.

"Nah, kalau gitu sekarang aja kita ke tempat piercing, sekalian kita makan siang." kata Alexandra.

Erwin mengekor di belakang kami berdua, ia nampak tidak punya tempat tujuan.

"Erwin, lu mo ke mana?" tanyaku.

"Ya udah, ajak aja temen mu itu." kata Alexandra.

"Win, kita ... mo ke mall." kataku. "lu ... mo ikut?"

"Hm ... ya udah." katanya padaku.

Cowok sendiri? temenin cewek jalan? ... dijamin pasti bosan dan melelahkan. Tapi, kasihan juga dia tidak punya tempat tujuan. Aku ingat biasanya dulu-dulu kalau lagi jam kosong aku dan Erwin suka nongkrong minum es teh di kaki lima gang senggol, atau paling kami pulang ke kos main game bareng. Tapi ... ya sekarang semua sudah berbeda, aku sudah bosan dengan game.


Jiwa Muda

"Eh, Erwin! Lu bisa bawa mobil kagak? Masa cewek yang bawa mobil." kataku.

"Ehehehehe—gue ... nggak bisa nyetir mobil." jawab Erwin sambil cengengesan.

Duh, payah sekali teman cowokku yang satu ini.

"Udah biar aku aja yang nyetir." kata Alexandra.

"Waduh, jadi disetirin princess." kataku.

"Ih apaan sih!" kata Alexandra sambil menyenggol lenganku.

"Ya kamu kan incess, harusnya kamu tuh bisa punya supir pribadi." kataku.

"Huuu~, emak ku aja dulu waktu seumurku, ke mana-mana nyetir sendiri. Gue juga bisa mandiri doonk." kata Alexandra. Ia lantas memundurkan mobil dan membawanya keluar area kampus.

Begitu di jalan besar, kendaraan mini hatchback roda empat keluaran Inggris itu langsung dipacu, suara mesin terdengar menderu halus.

"Inces nyetirnya boleh juga."

"Papaku hobi otomotif." katanya. "Waktu pacaran dulu papa dan mama mainnya di tongkrongan balap liar."

"Wow, orang tuamu sepertinya super nyentrik." kataku.

"Ya, sekarang udah nggak lah." katanya.

"Terus? Kamu juga hobi itu ... balap liar?"

"Aku? wahahaha—itu satu-satunya hal yang dilarang oleh kedua orang tuaku." katanya.

"Ah, orang tua selalu gitu ya. Mereka dulu melakukannya tapi sekarang kita malah dilarang." kataku.

"Iya, soalnya ... mereka tau kalau aku persis seperti mereka, nekat, fearless, suka dengan hal-hal baru. Mereka takut kalau aku bahkan lebih nekat dari mereka."

"Ya, aku tau, aku harus belajar mengendalikan diri. Mengendalikan jiwa mudaku."

Nekat? Fearless? Jiwa muda?? aku jadi membayangkan sosok Alexandra yang kalem, lemah lembut, kemayu, jiwa mudanya seperti apa? Dia nampak seperti anak baik-baik buatku. Bukan kutu buku, tapi anak yang ... tidak terlihat bandel.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang