[62.] Melepas Rindu

2.5K 62 29
                                    

"Sampai segitunya banget sih ... dia benar-benar membutuhkan kamu tuh?" kata Safina.

"Ya, mungkin aja dia memang sedang dalam sebuah masalah. Atau ... ah, entahlah, mungkin dia hanya cengeng ala ala drama saja, seperti biasanya." kataku.

"Kamu masih mencintai dia Rai?" tanya Safina.

"Ah apa?? Ahahaha, sudahlah, sekarang masa-masa itu udah berakhir Fin. Aku udah melangkah meninggalkan masa lalu dan diriku yang dulu." kataku.

"Kalo seandainya, Maya benar-benar mencintai kamu sekarang, dia benar-benar mau sama kamu selamanya? Gimana?"

Aku balas menatap Safina, kuhentikan langkahku sejenak.

Aku kembali teringat-ingat pada momen-momen yang lalu, ketika Maya yang dulu pernah juga putus dari si Tampan. Aku ingat betul bagaimana ia menangis dan merengek padaku, bagaimana caranya ia berkata bahwa ia sangat membutuhkanku kala itu. Aku ingat sewaktu ia bilang ingin memulai sesuatu yang baru. Aku ingat masa-masa ketika aku menghiburnya—diriku yang berkorban waktu, tenaga, pikiran hingga materi.

Aku mengorbankan banyak hal untuk Maya, sementara ia tidak pernah memperhatikan aku yang telah memberikan hatiku kepadanya. Aku tidak mempedulikan diriku sendiri, sementara yang kuberikan perhatian juga tidak mempedulikan diriku. Aku telah berbuat hal yang lebih buruk dari pada menyakiti diri sendiri.

"Aku pernah dibutakan oleh cinta. Sekarang aku belajar ... apa yang dulu pernah kurasakan untuk Maya, mungkin itu bukan cinta. Tapi bisa saja itu ... hanya sekedar ... obsesi." kataku, "aku rasa masih terlalu bodoh untuk mengerti cinta saat itu."

Seharusnya aku belajar, memahami jika; Cinta itu adalah, ketika dua orang manusia saling berbalas kasih sayang. Saling sambut menyambut perasaan satu sama lain. Cinta itu bisa dideskripsikan kepada banyak hal. Bisa cinta kepada sahabat, saudara, kekasih ... dan yang terpenting dan tidak boleh dilupakan adalah ... mencintai diri sendiri.

Aku sudah tidak mau tahu lagi apapun yang dialami Maya sekarang, itu sudah bukan urusanku lagi. Lagipula ini juga sudah mendekati tahun terakhir perkuliahan—apalagi bagi angkatanku tentunya. Aku juga masih ada satu tahun yang tertinggal yang harus kukejar. Maka dari itu, lebih baik aku fokus dengan apa yang menjadi tujuanku sekarang. Kami sudah bukan anak remaja lagi. Tidak lama lagi pun kami sudah tidak masuk hitungan anak muda lagi. Saatnya sama-sama belajar menjadi dewasa dan menghadapi kehidupan nyata.

"Lho, tapi Fin, apa yang kamu lakukan di sini? Safira mana?" tanyaku.

"Hehehehe, aku sengaja mencuri waktu untuk bisa meninggalkan mess sejenak." balasnya.

"Hm ... baiklah. Bagaimana kalau kita ... jalan-jalan." kataku.

"Oh, sweet." ucap Safina sambil merangkul mesra di pundakku, "kamu nggak ada jam kuliah lagi?"

"Nggak ada." jawabku.


Melepas Rindu

Kuajak Safina masuk ke mobilku. Begitu pintu mobil ditutup, kami saling menatap sejenak. Rasanya seperti ada sesuatu yang memanggil dari dalam diri kami masing-masing, kami pun saling mendekat dan ... terjadilah lagi ... pertemuan sepasang bibir—yang berdecup mesra.

"Fina kangen..."

"Aku juga." kataku sambil membelai wajah Safina.

"Jadi nostalgia seperti waktu kita masih sama-sama di Cikawin." kata Safina.

"Ahahaha, jalan-jalan ke pasar malam di Cisarua?" kataku.

Safina cekikikan mendengarnya.

"Eh, ayo kuajak kamu lihat sunset." kataku lagi.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang