[7.] Salon Ratu

6.3K 88 11
                                    

"Hm ... oke, jadi siapa nama kamu?" kata wanita itu.

"Saya ... Raya."

"Oke, kamu panggil saya tante Ratu ya." kata wanita itu.

"Tante ... saya nggak mau jadi waria..." kataku.

"Lhoo, kamu kan mau jadi istrinya Usep."

"Enggak tanteee ... saya ini diculik dan dipaksa oleh orang gila itu." kataku.

"Lhooo ... maksudnya ... jadi kamu mo kawin lari gitu?? Oooh ... tante ngerti ... kamu mo jadi cewek, trus mo kawin lari sama Usep." kata tante dengan santainya.

"Arrrgghh ... bukaaannn ... Tante ... saya mohon ... tolong bantu bebaskan saya ..." aku merengek.

Lagipula ... masa kawin sambil lari ... kan cape.

"Lho ... kenapa? Enak koq tinggal di Cikawin, di sini udaranya sejuk, pemandangannya indah, makanannya enak-enak, bebas polusi juga." kata tante Ratu sambil menghitung uang pemberian kang Usep.

"Hmmmmhh ... sebenarnya ini kurang." gerutu tante Ratu setelah menghitung-hitung uang dari kang Usep tersebut. "Huuhhh ... dasar Usep ..."

"Nih..." tiba-tiba tante menyerahkan sapu, kemoceng dan pengki kepadaku.

"Ini ... apa maksudnya tante?" tanyaku.

"Ya lu bantuin gue dulu mumpung lu di sini, bantuin nyapu sama bersihin salon." kata tante Ratu.

"Tapi ... saya pake baju gini..."

"Ya, cuek aja lah, paling juga dikira bencong salon, biasa itu mah. Udah nih, daripada lu nggak ada kerjaan." balas tante Ratu.

Sempat terpikir olehku untuk kabur, tapi dengan penampilanku yang seperti ini pasti akan sangat menarik perhatian orang dan lagi aku tidak mengenal daerah ini, ditambah lagi ucapan tante Ratu barusan yang bilang kalau kang Usep preman di sini, bisa jadi warga sini belum tentu mau membantuku. Ah, aku pusing sekali, aku bingung dengan keadaanku.

Akhirnya aku pun menurut saja karena toh aku juga tidak bisa ke mana-mana.

Di dalam salon aku dikenalkan dengan dua keponakan yang diasuh oleh tante Ratu, cewek kembar bernama Safira dan Safina.

Kedua cewek itu cekikian melihatku.

Pelanggan salon yang semuanya wanita juga memperhatikanku sambil senyum-senyum.

Sungguh aku merasa aneh luar biasa, baru kali ini aku dilihat orang seperti ini. Kemaluanku rasanya sudah seperti tidak ada artinya lagi. Tapi aku tetap berusaha cuek menyapu dan bersih-bersih sana sini sesuai perintah tante Ratu.

Aku biasa dibully tapi kali ini rasanya berbeda. Entah bagaimana cara menjelaskannya, tapi rasanya jauh lebih memalukan daripada sekedar dibully. Aku tidak bisa menebak apa yang ada dalam pikiran mereka yang cekikikan melihatku. Mungkin seperti apa kata tante Ratu, mereka melihatku sebagai seorang banci.

Aku ... adalah ... banci...

Bagaimana kalau teman-teman kuliahku melihatku seperti ini?

Bagaimana kalau Maya melihatku seperti ini?

Lengkap sudah kehancuran dan penderitaanku.


***


Tidak terasa sore hari pun tiba dan akhirnya waktunya salon tutup.

Safina dan Safira menghampiriku.

"Siapa namanya cantik?" sapa si kembar.

"Cantik???" rasanya canggung dan aneh sekali dipanggil seperti itu. Aneh ... tidak biasa ... sebagai seorang cowok tapi dipanggil seperti itu.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang