[84.] Pengepasan Gaun

2K 56 14
                                    

Setelah malam nestapa penuh lendir—hadiah buat si pangeran Tampan yang sugih dan paripurna jiwo raga—dan berakhir dengan happy ending, akhirnya aku kembali harus berpisah dengan Monik dan kawan-kawan. Tapi sebelum berpisah aku menyerahkan sebuah kunci buat mereka.

Kuserahkan pada Monik yang mewakili mereka semua.

"Apa ini?" tanya Monik.

Kunci tersebut hanyalah sebuah simbolis, untuk membuka kembali Pondok Mawar Hotel.

Kemarin aku sudah sempat diskusi dengan papa Udi perihal Pondok Mawar. Karena, ada orang-orang yang punya sumber rejeki dan kehidupannya di sana. Papa Udi langsung mendukung ideku. Mungkin ia merasa bersalah juga karena kejadian dahulu di tempat tersebut—kejadian saat aku dijemput.

Papa Udi lantas mengutus seseorang ke Kalimantan untuk mewakili dirinya bertemu dan bicara dengan koh Seh Deng. Agar koh Seh Deng mau menjual saja Pondok Mawar ketimbang ia tidak bisa menebusnya dan hanya membiarkan tempat tersebut jadi semak belukar. Koh Seh Deng awalnya hendak melaba dan memanfaatkan situasi agar ia mendapat untung sebesar-besarnya. Ia ingin menjual sepetak penginapan itu sudah seperti ingin menjual pulau saja. Udah mana itu adalah tempat yang statusnya tersegel oleh pihak berwajib, dan ia meminta penebusan jadi beban untuk pembeli. Tapi ... aku percaya papa Udi adalah orang yang sangat lihai dalam urusan—negosiasi. Walaupun memerlukan sedikit—'tindakan persuasif'.

Setelah diajak berenang-renang sejenak di sungai Kalimantan, akhirnya koh Seh Deng merasa segar bukan main. Sungguh wisata yang sangat menyenangkan pastinya. Bertemu dengan ekosistem liar yang ada di sungai besar di Kalimantan. Wisata safari air yang menegangkan dan memacu adrenalin itu akhirnya menyegarkan pikirannya. Singkatnya perjanjian bisnis ditutup, koh Seh Deng menanda tangani akta jual beli Pondok Mawar sehingga kepemilikan Pondok Mawar dan Disco Itik berpindah tangan ke papa Udi.

"Silahkan buka dan hidupkan kembali penginapan itu mbak." kataku.

Kami pun saling berpelukan sampai cengeng bercucuran air mata.

Monik, Bella, Manda, Felin dan Evi, kelima sekawan itu akhirnya beranjak pergi. Tapi, pastinya kami akan selalu bertemu kembali.


Maya

Maya menghubungiku, ia mengabari kalau akhirnya ia sudah pulih dan bisa beraktivitas seperti biasa. Walau demkian ada sebuah berita buruk yang disampaikan oleh dokter padanya. Perihal kandungannya yang rentan terkena gangguan seperti kanker serviks. Semua itu karena efek samping dari obat yang dikonsumsinya pada saat ia memaksa untuk menggugurkan kandungannya kemarin. Ada beberapa terapi yang harus dijalaninya, walau hal itu bukan untuk mencegah, tapi hanya meminimalisir kemungkinan yang akan terjadi.

Maya memutuskan untuk mengambil cuti akademik. Ia menghilang sejenak dari aktivitas kampus, bahkan ia juga menutup semua akun medsosnya.

Dalam hati aku sangat kasihan dengan apa yang Maya alami. Tetapi, aku rasa ... semua orang pasti akan mendapatkan konsekuensi atas semua tindakan yang mereka lakukan di masa lalu.

Satu per satu teman-teman sepantaranku—kisah kejayaan masa muda mereka satu per satu telah luntur seperti tidak ada lagi yang tersisa. Kejayaan di masa lalu memang tidak menyisakan apapun selain cerita yang tenggelam oleh pergantian zaman dan waktu.

Sedangkan aku, sepertinya masa depanku baru saja akan dimulai.


***

Pengepasan Gaun

Hari-hari ku kembali berjalan seperti biasa. Aku masih ada janji untuk menemani si anak gadis cantik berambut coklat—princess Lexa—ke acara pesta gala dinner kantor papanya akhir bulan ini.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang