[57.] Kembali Ke Kampus (Part I)

2K 74 12
                                    

Akhirnya aku kembali dengan hari-hari kuliah. Benar-benar rasanya seperti baru bangun dari mimpi. Setelah menghabiskan hari-hariku sebagai gadis desa di kampung Cikawin sekarang akhirnya aku kembali juga ke kehidupan peradaban kota. Tapi jujur, aku sangat rindu tempat tersebut.

Kuarahkan mobil ku masuk ke gerbang menuju parkiran kampus. Mahasiswa dan dosen punya ID tag magnetik untuk membuka gerbang parkir, sedangkan pengunjung harus mengambil tiket khusus. Hal itu untuk alasan keamanan saja, karena banyak ekspat yang bekerja sebagai dosen di kampus ini.

Aku jadi teringat, biasanya aku datang dengan si motor butut hijau lumut, aku memarkir motor tersebut di sebuah lokasi di gang samping kampus—gang pintu masuk untuk keperluan logistik kampus—di sana disediakan parkiran khusus berderet motor-motor bebek merk kelas pasaran, kebanyakan adalah motor karyawan. Sebenarnya ada parkiran yang berlokasi di halaman kampus tapi khusus untuk motor berkelas mahal.

Kampusku tidak norak dengan kemewahan, kalangan yang berkuliah di sini memang kalangan dari kelas menengah ke atas, walau demikian mobil kelas sport keluaran import tentunya sangat mencolok karena hanya beberapa yang punya. Pastinya harus benar-benar dari kalangan teratas.

Saat turun dari mobil, semua mata tertuju padaku. Tentu saja pertama mereka tertuju pada kendaraan yang kukendarai, kemudian barulah mereka memperhatikan siapa yang turun dari kursi kemudi.

Seorang berambut panjang yang tercatok rapih, memakai kaca mata hitam, dengan kemeja cewek lengan panjang yang bermerk, bawahan celana panjang ketat pinsil, dan sepatu sendal wedges. Wajahku juga sudah ber-makeup chic style, nuansa pink, lipstik yang kupakai juga warnanya pink matte. Aku tahu aku tetap harus ke salon untuk menata rambutku tapi aku akan lakukan akhir pekan ini saja.

Kupandangi sekelilingku, mataku menerawang dari balik kaca mata hitam yang kukenakan. Ah, lihatlah mereka, kataku dalam hati kepada diriku sendiri. Beginilah bagaimana cara orang memandang diri kita. Ketika kamu good looking or looking good, barulah orang akan memandang terpesona dan kagum. Maaf, dunia memang seperti itu.

Dealing with people; it is all about; impression and how to impress.


Kulangkahkan kakiku dengan mantap tanpa mempedulikan sekelilingku. Beberapa anak-anak angkatanku melihatku, mungkin mereka berpikir antara kenal antara ragu, atau mungkin juga kaget, entah kagum entah bimbang. Aku justru tidak merasa malu sama sekali, tapi semakin bergairah dan bersemangat. Rasanya tidak ada lagi si anak cupu, kecut dan minder—penuh rasa insecure. Justru aku merasa begitu percaya diri, cantik dan kuat.

Aku tertinggal satu semester jadi sudah pasti aku tidak ikut kelas angkatanku, kelasku harus ikut gabung dengan angkatan sebelumnya dan kelas-kelas mengulang. Pokoknya biar bagaimanapun juga aku harus mengejar ketertinggalanku. Aku segera menghadap ke dosen Pembimbing Akademisku untuk berkonsultasi.

Mrs. Evelyn, ia adalah dosen pembimbingku, seorang ekspat USA, yang sudah lama tinggal dan bekerja di Indonesia sebagai dosen. Wanita paruh baya yang cantik dan berwibawa itu memandangku dari ujung kepala sampai mata kaki. Siapa yang tidak kenal dengan Raya—si anak cupu yang selalu jadi bulan-bulanan dan viral di circle media sosial anak-anak kampus. Tapi yang sekarang duduk di hadapannya benar-benar ... pastinya ... berbeda dalam segala segi—penampilan, fisik, hingga karakter. Walaupun di kampus ini, LGBT+ sudah bukan hal yang aneh dalam hal ini termasuk seseorang yang bertransisi sebagai transgender juga bukan hal yang asing. Hanya saja ... mungkin ... yang mereka tidak sangka-sangka orang itu adalah ... aku.

Aku mengkonsultasikan mengenai rencana studiku dan semua berjalan lancar. Mrs. Evelyn hanya sedikit penasaran tentang apa yang terjadi dan kenapa tiba-tiba aku memutuskan berubah seperti ini. Tapi ia cukup professional untuk tidak mempertanyakan lebih lanjut.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang