[10.] Less Be?

7.2K 96 13
                                    

Setiap hari aku selalu tidur bersama dua keponakan tante, seringkali juga mandi bareng hingga aku tidak lagi merasakan hal yang aneh dan erotis dari semua itu. Tapi sepertinya aku lebih merasakan kedekatanku dengan Safina karena banyak kesempatan aku lebih sering mengobrol dengan gadis itu dan aku merasa juga dia yang selalu lebih banyak mendekatiku. Walau demikian aku tidak mau lagi merasa baper sendiri, kuanggap kedekatan kami sebatas sama-sama kenyamanan saja.

Tetapi sore ini, terjadi sesuatu hal yang tidak biasa-biasanya.

Hal yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku.

Jam 5 sore seperti biasa salon tutup dan kami pun selesai beberes. Setelah itu tante bilang kalau ia mau keluar untuk sebuah urusan dan ia mengajak kedua keponakannya, jadi aku hanya sendiri di rumah dan aku tidak keberatan.

Awalnya aku sedang mandi berendam di bathtub air hangat seperti biasa, tapi tidak lama lalu kulihat Safina masuk.

"Eh ... Fin ... lho, kirain kamu ikut sama tante keluar." kataku.

"Dia ikut tante keluar." katanya padaku.

Singkatnya kami pun akhirnya jadi mandi berdua.

Kali ini ada sesuatu yang berbeda yang kurasakan. Berdua saja dengan Safina, mandi, telanjang di dalam bathtub. Ada sesuatu yang tidak biasa di dalam diriku. Padahal sehari-hari ditemplok, dipeluk dan digelendotin Safina aku merasa biasa saja karena ia juga menganggapku seperti saudari perempuannya tidak jauh berbeda dengan Safira. Bahkan ketika biasanya kami mandi bertiga; aku, Safina dan Safira; ketika itu pun aku tidak pernah merasa yang aneh-aneh.

Tapi entah kenapa kali ini aku malah tiba-tiba merasa gugup dan canggung.

Sebenarnya ini sesuatu yang lumrah, karena sebenarnya aku masih seorang lelaki dan ia adalah lawan jenisku. Di satu sisi aku bersyukur, walaupun hormon wanita sudah mulai mengalir dalam diriku tapi ini masih jadi tanda bahwa aku masih normal sebagai lelaki.

Akhirnya aku yang sedikit menjaga jarak tapi tetap saja Safina semakin mendekatiku.

"Kenapa sih, kamu mikirin apa?" tanya Safina.

"Aku hanya ingin pulang." kataku.

Safina menatap wajahku sambil mengusap dan menyibak rambutku yang basah ke belakang telinga.

"Iya, aku mengerti koq. Eh, tapi kamu tau nggak sih berapa persen kasus orang hilang yang ditangani serius?" kata Safina.

Ah, kata-kata Safina tidak menghiburku sama sekali. Memang benar juga, selama ini berapa persen kasus orang hilang yang bisa ditemukan. Biasanya orang yang berduit pasti menyewa detektif swasta dan itu memakan biaya yang sangat besar. Sedangkan orang tuaku bukan golongan yang mampu. Kalau pun mereka sudah melapor ke Polisi akan memakan waktu yang sangat lama untuk bisa menemukan diriku yang hilang tanpa jejak.

Ya begitulah logikanya, kalau orang menghilang pastilah tanpa jejak, kalau terlihat jejaknya ya namanya bukan menghilang. Cuma pamitan kan?

"Ya udah, nggak usah dipikirin." kata Safina dengan suara pelan.

Tiba-tiba ia menyandar di dadaku sambil memejamkan matanya. Kami pun terdiam berdua dalam posisi tersebut untuk beberapa saat.

"Eh ... Rai, udah pernah ngerasain pegang toket cewek belum?" tanya Safina.

Aku terkejut dengan pertanyaan tersebut. Namun, belum sempat aku menjawab tiba-tiba Safina menarik tanganku dan mendaratkannya di atas payudaranya. Otomatis hal itu membuatku gugup, kaget dan terdiam salah tingkah. Ia bahkan membuat tanganku meremas bulatan dada mungilnya itu. Sungguh—baru kali ini aku menyentuh toket dengan telapak tangan, bersentuhan langsung secara telanjang tanpa apapun yang membatasi pertemuan kulit dengan kulit. Bagian intim tubuh wanita yang begitu kenyal, lembut, sungguh sebuah sensasi yang berbeda.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang