[14.] Batorututhoppa

5.6K 86 7
                                    

Gila, sudah semalam suntuk aku digejrot, dibonga-bonga, dibolak-balik udah kayak pepes, dibanting sana dibanting sini, digoyang sampai aku tidak bisa membedakan atas bawah depan belakang. Pagi harinya masih saja digeber gas spontan.

Kuselesaikan mandiku dan tubuhku mulai terasa segar kembali. Selesai mandi seperti biasa aku pun berdandan dan berganti pakaian, kupakai baju dress pink terusan motif bunga.

"Wah, istri akang udah cantik." katanya. Ia lantas menarik tubuhku dan langsung memangku tubuhku di atas pahanya.

"Belom juga jadi istri." kataku.

"Oh iya, akang pagi ini mau kerja dulu." katanya.

"Akang emang kerja apa? Akang kan germo." kataku.

"Yaa pokoknya ada yang akang harus kerjain lah." katanya. "Nah, ini uang, nanti ada temen akang namanya Arini. Nanti kamu pergi belanja ke pasar sama dia. Oh iya sekalian deh kamu kalau mau beli baju buat nambahin baju kamu di sini, ini duitnya cuma ada segini jadi beli yang murah-murah aja, di pasar banyak daster yang murah-murah." katanya.

"Huuuh, laki macam apa kamu kang, nggak modal tapi pengen punya cewek. Hmmm ... pantesan yaaa ... kamu nggak laku ya sebenarnya sama cewek asli. Padahal kamu germo." kataku.

"Aaaaahh diaaam kamu. Udah akang pergi dulu."

Lantas kang Usep pun berlalu meninggalkan villa.



Akhirnya aku pun ditinggal sendiri di villa tersebut. Aku melihat-lihat ke sekeliling villa. Aku penasaran juga sebenarnya villa ini milik siapa tapi aku enggan untuk menanyakannya. Sepertinya ini bukan milik pribadi kang Usep, pastilah ini milik orang-orang kaya entah siapa yang punya banyak properti yang mungkin hanya beberapa kali dalam setahun untuk datang menyambangi properti mewahnya.

Pagi itu sambil menunggu temannya kang Usep, aku pun menyapu dan bersih-bersih di villa tersebut.

Tidak lama kemudian terdengar suara sepeda motor berhenti di pekarangan villa. Kulihat ada seorang wanita, ia berjalan ke depan pintu masuk dan langsung menghampiriku.

"Hai, kamu pasti Rai?" sapa wanita itu.

"Eh, iya mbak?"

"Saya Arini." katanya.

"Oh, mbak Arini."

Kuperhatikan wanita tersebut masih muda dan cantik, tapi sepertinya umurnya sudah di atasku.

"Ayo, cuzz, gue temenin lu hari ini. Mo ke pasar kan?" kata Arini.

"Iya, oke mbak, aku ganti baju dulu sebentar." kataku.

Kupakai celana panjang sebetis dan baju kaus dilapis jaket. Lalu aku mengikuti Arini berjalan ke motornya yang diparkirnya di pekarangan barusan. Dan hal yang paling mengejutkan adalah ... karena...

Dia membawa motor bebekku!!

Jelas betul itu motorku, aku ingat betul karena sudah mengendarai motor itu dari kelas 2 SMA. Motor butut berwarna hijau lumut yang catnya sudah mulai terlihat memucat. Motor yang selalu menemaniku ke mana-mana, motor yang selalu kukendarai sendiri di saat perasaanku galau. Satu-satunya teman jalanku yang tidak pernah merepotkan, tidak meminta apapun kecuali diisikan bensin, kecuali kalau mesinnya tiba-tiba ngadat.

Motor yang kuberi nama Batorututhoppa karena warnanya hijau seperti sepeda motor jagoan idolaku di film action Jepang tahun 90an dulu yang tokoh utamanya selalu memakai jaket putih dan celana jeans dengan rambut belah pinggirnya yang khas dan selalu bergoyang di saat ia beraksi.

Kupikir motor butut itu sudah hilang sewaktu aku pertama kali diculik di hotel di Cisarua dulu.

"Eh ... mbak ... ini motorku lho." kataku.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang