[15.] Arini

5.1K 78 13
                                    

"Eh ... mbak ... ini motorku lho." kataku.

"Enak aja, ini motor gue." kata Arini.

"Suweekk ... ini motor gue!!" kataku.

"Nggak ah, gue dikasih sama Usep koq, dia bayar utang sama gue." kata Arini.

"Enak aja mbak ... jelas-jelas ini motorku, pasti STNKnya atas nama bapakku. Lihat aja kalau nggak percaya pasti namanya Arjuna Ekadewa." kataku.

Arini nampak terkejut dan sedikit salah tingkah, ia memperhatikan STNK motor atas nama ayahku yang baru kusebutkan barusan. "Aaahh—tapi ... yaaa ... ya udah lah ... ah—pokoknya sekarang motor ini udah punya gue lah." kata Arini.

"Huaaaaa ... hiks hiks hiks ... tapi itu motorku ..." kataku.

"Ah udah lah, cuma motor butut doank, udah buat gue aja, lu juga udah kagak perlu." kata Arini dengan santainya.

Edaaaaan, sudah lah keperawananku jebol dirampas, motorku juga dirampok di depan mataku, aku merutuk dalam batin.

"Eh, lu udah makan belum?" tanya Arini padaku.

"Belum..."

"Ya udah, kita sarapan dulu abis itu gue temenin lu belanja. Eh ... lu ngerti caranya belanja nggak sih?"

"Ngerti laah."

"Ya udah, cuzz naik."

Dengan berat hati aku pun naik ke boncengan motorku yang sekarang direbut kepemilikannya oleh Arini. Aku kembali dibawa menyusur jalan kampung yang panjang, jalan yang sama seperti yang kulalui saat datang. Hingga keluar lah kami di jalan raya besar, jalan raya puncak. Kalau kuperkirakan jarak antara jalan besar hingga kampung sekitar satu jam kurang lebihnya, itu pun karena kami jalan sangat pelan dengan motor bututku. Kalau dengan mobil kang Usep sepertinya tidak sampai setengah jam.


Kami belanja terlebih dahulu di pasar pagi yang sangat ramai di sekitaran daerah Cisarua.

Lumayan juga kang Usep memberiku uang jajan 250 ribu. Aku pun membeli daging ayam sekilo, ikan asin kering dan beberapa bahan sayur, tidak lupa bumbu dapur karena kemarin di dapur hanya ada bawang putih bawang merah saja.

"Eh, buset, lu beneran kayak ibu-ibu, itu lu bisa masak semua?" kata Arini.

"Kebiasaan jadi anak kos yang serba irit." kataku.

"Ya tapi ... woow, lu tuh couo. Tumbenan couo rajin kek cewek gini." kata Arini.

"Ya, kan nggak semua imej cowok anak kosan tuh jorok dan pemalas." kataku. Disamping itu aku juga suka membantu ibuku di dapur kalau sedang di rumah, memang kebiasaan yang tidak lazim dan tidak biasa untuk seorang cowok tapi ternyata berguna ketika aku kos sendiri di ibukota.

"Waaah, cyucook banget jadi istri." kata Arini.

"Aaahh diem lu mbaak, gue bukan istri siapa-siapa." kataku.

Selesai belanja Arini membawaku untuk sarapan di sebuah lapak dagang bubur ayam.

"Kang Juri!" sapa Arini, "kang, dua ya." kata Arini kepada si kang bubur. "Eh, lu pedes nggak?" tanya Arini padaku.

Aku menggeleng, akhir-akhir ini aku memilih menghindari makanan pedas ... ya ... taulah alasannya kenapa.

Hah!?? masa nggak tau!!?? ya pantat gue laah, perih.

"Eh, yang satu nggak pedes ya kang." kata Arini.

"Eh, neng Arini, oh sama siapa nih, koq baru lihat." kata kang bubur itu.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang