[42.] Keputusan

2.8K 67 7
                                    

Keesokan paginya ternyata malah aku yang bangun sedikit telat. Kang usep sudah bangun lebih dulu. Kudengar ada suara gemericik air di kamar mandi, aku pun menyusul dan kulihat kang Usep sedang cebok, ngengkang dan terperih-perih.

"Kang..." sapaku. Kang Usep hanya diam saja sewaktu melihatku. Lantas aku pun mendekat dan mematikan air, lalu kutarik ia keluar kamar mandi. "Kang, itu nggak boleh langsung kena air, sini dikasih salep dulu." kataku.

Adududuh kacian—pria gagah perkasa badai baru aja merasakan yang namanya kehilangan keperjakaan. Kulihat sekujur tubuh kang Usep yang juga penuh ruam bekas jeratan tali tambang, belum lagi di punggungnya yang ada bekas luka cambuk pula. Waduh, damagenya lumayan juga kenanya. Aku pun gigit jari sendiri dan merasa bersalah. Kuoles minyak kelapa untuk mengurangi perih. Kang Usep lalu hanya telanjang dada sarungan dan duduk beralas bantal.

"hehehehe—nanti siang juga udah ilang koq nyut-nyutnya kang." kataku. Duh—kayaknya gue aja dulu dibonga-bonga nggak sampai ngengkang-ngengkang sampai segitunya.

Setelah merawat kang Usep, lantas kubuatkan minuman hangat dan sarapan di pagi hari.

"Akang marah?"

"Nggak koq ... akang nggak marah." balas kang Usep.

"Maaf ya, aku janji nggak bakal minta yang aneh-aneh lagi." kataku.

"Iya udah, nggak usah dibahas lagi." kata kang Usep.

Sprei hasil pertempuran semalam, lingerie yang kuapakai sebagai misstress, tali tambang, ball-gag dan cambuk kuda itu pun akhirnya kami bakar. Tapi buttplug dan vibratornya aku simpan, karena sayang kalau dibuang, kan bisa buat mainan aku. Dildonya juga kusimpan buat sekedar kenang-kenangan saja.

Lalu kami pun kembali berbaikan dan suasana pun kembali mencair. Kang Usep kembali memelukku dengan mesra dan kami pun berciuman begitu lama. Kang Usep menggendongku ke kamar mandi dan kami pun mandi bareng pagi itu.

"Neng ... mau nggak neng ... menikah sama akang?"

Aku tersenyum dan mengangguk.

"Mau?" tanya kang Usep.

"Mau." kataku dengan pelan.

"Sungguh?"

"Ya elah pake tanya lagi. MAU!" kataku.

"Kenapa kamu mau?" tanya kang Usep.

"Udah deh, ga usah tanya lagi, jangan sampai aku berubah pikiran lagi." kataku.

"Tapi ... kita cuma bisa nikah siri dulu donk. Sampai kamu benar-benar memutuskan jadi perempuan seutuhnya. Baru kita bisa menikah resmi." kata kang Usep.

"Aku tau koq." kataku.

"Kamu masih menyimpan keinginan untuk kembali menjadi lelaki?" tanya kang Usep.

Aku terdiam sejenak dan kang Usep masih menunggu jawabanku.

"Kenapa akang pilih aku? Kenapa kang Usep mau menikah denganku?" tanyaku.

"Jujur aja ... aku belum pernah ... bertemu dengan orang yang benar-benar merawat dan menyayangiku." jawab kang Usep.

Aku jadi teringat apa yang pernah tante Ratu katakan dulu;

" ... dengerin tante dulu ... si Usep itu sebenarnya dia orangnya baik koq. Dia cuma seorang lelaki yang butuh pasangan hidup." | "Sinting udah aku bilang aku bukan homo." kataku. | "Eh, Rai, kamu kan juga seorang cowok, pasti kamu bisa ngerti perasaan cowok yang begitu inginnya punya pasangan hidup ... ya kan? Kenapa kamu nggak coba berikan kesempatan siapa tau kalian berdua cocok."

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang