[13.] Terlanjur Nikmat

13.1K 117 22
                                    

Kang Usep meraba pergelangan tanganku, kurasakan genggaman tangan yang besar, tebal dan kasar itu menyentuh kulit pergelangan tanganku dan semakin naik ke lenganku. Aku sudah pasrah, sudah pasti aku diperkosa lagi malam ini. Seketika tubuhku gemetaran, aku hanya bisa menunduk dan rasanya aku sudah ingin menangis.

Namun tiba-tiba kang Usep menarik tubuhku dan memelukku.

"Ah..." aku terkejut.

Pelukan itu terasa sedikit berbeda, kang Usep mendekap diriku dengan begitu lembut, tangan kekarnya melingkari tubuhku hingga aku benar-benar tenggelam dalam pelukannya.

Entah kenapa aku merasakan reaksi yang tidak biasa pada tubuhku. Yang seharusnya aku merasa jijik dengan bau badan cowok yang ku-sebut 'Bau Laki', tapi kali ini aroma tubuh itu malah membawa sebuah kenyamanan misterius padaku. Kehangatan tubuhnya juga membuatku merasakan sebuah senasi, nyaman, rileks, pasrah, justru rasanya aku ingin semakin bermanja. Tapi—ini tidak benar!! Seharusnya aku ini seorang lelaki normal. Tidak mungkin aku merasa nyaman dengan sesama lelaki.

Arah mataku tertuju pada sebuah cermin meja rias yang persis ada di depan kasur.

"Astaga..." mencelos kata tersebut dari bibirku saat melihat pantulan di cermin itu.

Di sana terpantul bayangan diriku, seorang anak gadis cantik bertubuh putih terang yang dipeluk oleh seorang lelaki bertubuh gelap dan kekar. Tubuhku benar-benar kecil mungil dengan rambut hitamku yang tergerai di punggungku. Tanganku bertopang di lengan kang Usep yang berotot dan kepalaku berbaring tepat di atas dada bidangnya.

"Astaga ... aku ... aku sudah bukan lelaki lagi..." kata batinku yang melihat penampilan diriku yang terpantul di cermin.

Efek hormon wanita yang rutin disuntikkan padaku benar-benar telah merontokkan seluruh sisi maskulin pada diriku. Tidak tersisa sedikitpun kelelakian pada penampakan fisikku kecuali sesuatu yang kusembunyikan di selangkanganku ini.

Perasaanku jadi sedikit kacau saat itu, tapi segalanya sudah terlanjur terjadi, aku bisa gila kalau terus memikirkannya.

Kang Usep melonggarkan pelukannya dan mengangkat wajahku memandang sejajar dengannya.

"Neng Rai cantik sekali." ucapnya.

"Ah?" aku terkejut.

Aneh sekali, perasaanku seperti berbunga-bunga mendengarnya, dan jujur—aku jadi merasa semakin cantik, isi kepalaku seperti dibuat melayang-layang mendengar diriku yang dipuji seperti itu.

Kang Usep membelai wajahku, pipiku tenggelam dalam genggaman telapak tangannya yang besar dan lebar. Ia mencium keningku kemudian pipiku. Lantas, entah apa yang membuatku pasrah memejamkan mata dan membuka bibirku.

Aku pun menerima ciuman bibir dari lelaki itu.

"Mmmhhh..." aku sedikit mendesah saat bibirku terkunci oleh pagutan bibir kang Usep. Ciumannya kali ini rasanya jadi lebih lembut, tidak ganas dan memaksa seperti tadi siang.

"Matikan lampu kamarnya sayang." bisiknya padaku.

Aku pun menurut, aku bangun dan kumatikan lampu utama dan kini hanya tersisa penerangan dari bed side lamp, lampu redup yang ada di kiri kanan tempat tidur.

Suasana kamar pun jadi remang dan syahdu ditambah suasana malam yang sunyi di dataran puncak yang hanya dihiasi oleh suara serangga. Udara dingin juga sepertinya ikut andil jadi racun yang mengundang hasrat untuk mencari kehangatan.


Aku kembali ke tepi kasur, kang Usep kembali menarik tanganku, aku pun naik ke kasur, berjalan dengan merangkak lutut hingga tubuhku kembali bertempel merapat dengan tubuh kang Usep. Kembali aku diciumnya dan aku pun pasrah ... kupejamkan mataku. Posisiku kali ini duduk berhadap-hadapan dengan aku yang dipangku di atas paha kang Usep.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang