[96.] Keributan di Istana

1K 44 9
                                    

Kita beralih sejenak kepada sebuah kejadian yang terjadi beberapa hari sebelumnya,


Suatu tempat, di kawasan Utara kota dengan sebutan kota kembang. Di sebuah rumah besar megah nan mewah, berkumpul lah satu keluarga besar Ekadewa.

Kakak tertua yang bernama Yudhistira sengaja mengumpulkan semua adik-adiknya untuk sebuah pembicaraan. Ia mengundang semua saudaranya itu untuk makan malam bersama di kediamannya.

Singkatnya—Empat saudaranya tersebut pun tiba di halaman rumah megah milik kakak mereka. Mereka baru saja turun dari kendaraan masing-masing. Bima, Arjuna, dan Nakula turun dari mobil. Saudara mereka paling bungsu yang bernama Sadewa naik motor bebek, karena ia belum memiliki kendaraan roda empat.

Begitu turun dari mobil, para istri nampak terkagum-kagum memandang rumah yang besar bak istana negeri dongeng sinetron. Mereka semua asyik berselfi-selfi di halaman rumah sebelum masuk. Hal itu nampaknya membuat para suami mereka menjadi bete. Satu-satunya yang terlihat biasa saja hanyalah Devika, istri Arjuna.

"Lihatlah, rumah besar megah bagai istana, tapi ia nikmati seorang diri." kata Bima. Yang membicarakan mengenai sang pemilik rumah.

"Ya, tidak ada anak, istri, ia hanya hidup dengan harta-hartanya saja." timpal Nakula.

Sementara Sadewa—saudara mereka yang paling bungsu—hanya diam saja.

Kemudian, terlihat lah Desta—seorang buttler muda yang bekerja untuk Yudhistira—menyambut mereka semua di pintu utama. Desta lantas mengantar mereka semua memasuki rumah besar tersebut untuk menuju ke aula utama.

Di aula utama rumah mewahnya, Yudhistira menyambut para saudaranya itu.

"Selamat malam, semuanya. Bagaimana kabar kalian?" sapa Yudhistira.

Yudhistira juga turut menyambut para saudari iparnya—istri para adik-adiknya. Tapi ... maklum, para istri ... mereka semua sedang asyik berselfi-selfi di rumah yang luas, megah, terang benderang, berlantai marmer berkilau bersih tersebut.

"Hei, sudah foto-fotonya, ini bukan obyek wisata!" kata Bima dengan ketus.

Istri Bima dan yang lainnya pun nampak cemberut.

"Sudah, tidak apa-apa." kata Yudhistira yang membiarkan saja para wanita berfoto-foto.

Tapi ... tentu saja para lelaki auto-insekyur dari ujung rambut sampai telapak kaki melihat para istri mereka mengagumi kekayaan lelaki lain.

Para istri pun akhirnya duduk diam setelah diperintahkan duduk oleh suami mereka.

Devika (istrinya Juna) nampak duduk dengan salting dan gugup, lantaran ia takut kalau sampai pertemuan para saudara kakak beradik kandung ini malah jadi momen yang awkward dan tidak ada saja hal-hal tidak terduga. Karena ia tahu betul bagaimana para adik-adiknya Yudhistira ini, yang selalu iri dengan kesuksesan kakak mereka, dalam hal ini termasuk juga Arjuna—suaminya.


Keluarga besar mereka Ekadewa memang jarang mengadakan pertemuan keluarga semenjak ayah mereka meninggal dunia. Padahal, Yudhistira selaku kakak tertua yang menggantikan almarhum ayah sebagai pemimpin keluarga selalu tidak pernah sungkan mengundang untuk mengadakan pertemuan keluarga. Akan tetapi, semenjak ayah dan ibu sudah tiada, adik-adiknya jarang sekali mau berkumpul. Pasti selalu ada saja alasan sibuk dan lain sebagainya. Namun malam ini, kebetulan sekali mereka semua bisa berkumpul di kediaman Yudhistira.

"Terima kasih, kalian semua sudah mau hadir kemari." kata Yudhistira. "Maaf, akhir-akhir ini saya tahu, kita memang jarang berkumpul."

Semua orang masih saling terdiam.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang