[81.] Bondon Lanang

1.8K 54 5
                                    

Kembali pada kelanjutan, pesta gila tersebut;

"Rayaaa, please Ray. Gue tau lu orang baik!! please, lu nggak mungkin kan tega berbuat seperti ini sama gue ... please Raya..." Tampan terlihat mewek-mewek, menangis mengiba, hingga wajahnya benar-benar memerah bahkan sampai ingusnya meler seperti anak kecil yang sedang dihukum oleh orang tuanya.

"Hmm, ini nih, Tampan Sugih Purnadadi ... sosok sang pangeran yang konon katanya idola kampus, karena kaya, tampan dan paripurna. Sehingga ia ... bisa merasa memiliki segalanya." kataku. Kemudian, aku mengambil sebuah Handycam. "Tapi ... astaga, masa begini sih? Ini nih yang namanya cowok sejati? Mewek-mewek nangis kayak gini?" kataku lagi sambil kusorot wajah si Tampan dengan Handycam tersebut.

"RHA—YHAA!!! sumpah!! Nggak lucu Rayaa!!" kata Tampan sambil mewek dengan suara beratnya.

Aku melangkah naik ke atas tempat tidur, kududuki si Tampan di atas pahanya dan kuminta Felin memberikan gunting padaku. Tampan nampak pucat saat ku arahkan gunting tersebut ke bagian selangkangannya. Lantas ... kumain-mainkan ujung gunting tersebut di atas gundukan sosis yang masih terbungkus oleh celana dalam.

"AARRRGHH!! RHA—YAAA!? AWAS!! LU MO NGAPAIN!! RAYAA!!" jerit si Tampan.

ctik ... ctik ..., kupotong celana dalamnya si Tampan. "Woow ... gede juga yaa." kataku begitu batang daging sosis panjang itu melompat keluar. Lalu, kumain-mainkan lagi barang vital tersebut dengan ujung gunting.

"AAAARRGHH!!! AAAAAARRRGGHH!!! GYHAA—AA!!" Tampan nampak panik bukan main teramat sangat.

Aku dapat membayangkan bagaimana perasaannya. Mana ada lelaki yang tidak panik, ada seseorang yang bermain-main benda tajam di sekitar organ vitalnya. Namun, ia hanya bisa berusaha menjerit dengan suara semampunya, ia sudah sangat teramat lemas bukan main dalam pengaruh obat teler.

Sebenarnya, semakin Tampan menjerit semakin sisa tenaganya akan terkuras. Karena, pengaruh obat teler yang diberikan padanya tersebut memang sangat kuat. Apalagi kalau obat tersebut dicampur menggunakan minuman beralkohol. Obat tersebut adalah yang sama seperti yang dipakai kang Usep sewaktu membuatku teler dulu.

"Rhaa—yhaaa ... please udah Ray ... amphuni ghuee..." jerit si Tampan. Cowok yang bersuara sangat macho dan berat itu mengaduh-aduh mewek minta ampun, silahkan dibayangkan bagaimana rupanya.

"Astaga, pantes nggak sih, lihat laki jantan kayak gini?" kataku sambil menyorot-nyorot wajah Tampan yang lagi mewek jijay bajay bombay tersebut. "Lu nggak malu apa sama diri lu sendiri Pan?" kataku lagi.

"Rayaa ... please, ini udah nggak lucu! Apa sih sebenarnya mau lu!?" kata Tampan dengan ketus. Ingusnya yang meler sedikit masuk ke dalam mulutnya.

"Eh, Pan, gue rasa ... lu udah ga perlu batangan ini lagi kali ya?" kataku.

"aaa—apa maksud lu???"

"Gue potong aja yaaa?" kataku lagi.

"Hah!!?" Tampan nampak pucat.

"Astaga—Rai, masa dipotong beneran?" kata Bella dengan ekspresi terkejutnya.

"Disunat lagi?" timpal Manda juga.

"Waduuu, ngiluuu!" celetuk Monik sambil menutup setengah wajahnya. Mereka bertiga turut mendramatisir keadaan.

"Bakal berdarah-darah nih." kata Felin.

"Ah, tenang aja." kataku dengan nada yang sangat santai. "Siapin aja alkohol sama betadin aja!"

"Rayaa ... please Ray, jangan main-main!" ucap Tampan. Wajahnya langsung berubah menjadi sangat teramat pucat.

Gadis Ruyuk CisangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang