Rahasia untuk Melindungi

310 65 0
                                    

"Lian! Lo kemana aja kemaren? Gue cariin lo dan lo nggak ngasih kabar apapun sama gue." Ucap Ishar saat keluar kamar melihat Lian yang menuruni tangga.

Langkah Lian terhenti dan Ishar berlari menghampiri Lian yang berdiri dengan wajah yang pucat. Ishar terkejut melihat Lian yang berbeda dengan biasanya.

"Gue lagi mau nyendiri, lo nggak usah khawatir." Wajah Lian datar tanpa ekspresi membuat Ishar terkejut.

"Lian lo sebenarnya kenapa?"

"Gue nggak papa, gue cuman perlu waktu sendiri. Gue ngerasa terbebani selama ini."

"Apa maksud lo? Apa lo terbebani ngerawat gue?!" Ishar menatap Lian dengan kecewa.

Laura dan Ivan yang ada di ruang kerja pun seketika keluar mendengar pertengkaran Ishar dan Lian. Laura hendak menghampiri tapi Ivan menahaninya dan menggelengkan kepalanya.

"Jadi selama ini lo anggap gue beban? Apa lo juga tidak menginginkan gue?" Pertanyaan Ishar sontak membuat Lian tersadar dari lamunannya.

Lian terdiam ketika melihat Ishar yang menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Lian yang sadar pun segera memeluk Ishar dengan mengusap kepalanya lembut.

"Maaf. Maafin gue, gue nggak maksud ngomong gitu Ishar. Lo juga tau kalau gue nggak bisa jauh dari lo." Ucap Lian untuk menenangkan kembarannya itu.

Lian merasa kacau hingga tidak bisa mengontrol apa yang ingin dia ucapkan setelah kejadian malam yang membuat dirinya merenggut milik Kalista yang sangat berharga.

Lian tidak bisa mengatakan apapun pada Ishar dan kedua orang tuanya. Lian takut jika Ishar mengetahui apa yang dilakukannya pada Kalista maka Ishar pasti akan membencinya.

"Udah, gue nggak mau kita bertengkar karena masalah ini. Hari ini gue sama lo berangkat bareng, lo nggak keberatankan?" Tanya Lian sambil mengusap pipi Ishar.

"Iya, kita berangkat bareng aja." Ishar langsung menggenggam tangan Lian dengan kuat.

Lian pun tersenyum, kemudian mereka berdua turun dan berjalan menghampiri orang tau mereka yang sekarang berdiri menunggu mereka.

Ishar melepaskan genggaman tangannya dan langsung memeluk kedua orang tuanya itu dengan hangat. Ivan dan Laura pun mencium pucuk kepala Ishar.

"Kami berdua berangkat kesekolah dulu." Ucap Lian.

"Apa kalian tidak mau sarapan dulu?" Tanya Laura lembut.

"Kami bisa makan dikantin."

"Baiklah, kamu harus makan. Kamu malam tadi pulang malam sekali, pasti kamu belum makan."

"Mamih jangan mengkhawatirkan aku. Aku baik-baik saja."  Lian menatap melembut ke arah Laura yang sangat mengkhawatirkannya.

"Kalau gitu kami berangkat." Pamit Ishar pada kedua orang tuanya.

"Baiklah, kalian hati-hati. Tapi jangan lupa pulang sekolah langsung ke butik, terus datanglah ke acara pertemuan kakek." Seketika Ishar dan Lian saling berlempar pandang.

Kemudian Ishar dan Lian pun melangkah keluar dari rumah. Setelah itu Laura menatap Ivan dengan wajah yang sedikit gelisah.

"Ivan, apa tidak apa-apa kita mengajak Lian dan Ishar bertemu dengan ayah?" Tanya Laura khawatir.

"Kenapa? Bukankah itu wajar jika cucu bertemu dengan kakeknya?" Ivan mengusap kepala Laura pelan.

"Kamu tau betul apa maksud ku Ivan."

"Aku tau Laura, tapi ayah juga menyanyangi mereka. Sampai kapan kamu akan bertengkar dengan ayahmu, aku rasa ayah pasti juga merindukanmu."

"Itu sangat mustahil, karena ayah tidak berubah sampai sekarang. Bagi ayah, nama baik dan popularitas adalah segalanya."

INCUBO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang