Itu malam kosong yang biasa, Magnate masih sangat ramai, dan Jimin tidak merasa perlu untuk berlama-lama di sana. Tidak ketika orang-orang akan jauh lebih sering menatap wajahnya atau berbisik mengenai pakaian apa yang dia kenakan di banding dengan memesan makanan. Karena itu pukul 10 lebih sedikit, dia menyerah, melimpir melewati pintu belakang, merapatkan bucket hat serta masker dan hoddie-nya sebelum masuk ke dalam Porsche yang dia parkir tidak jauh dari lokasi Café.
Ada begitu banyak alasan untuk tidak langsung pulang ke rumah, lebih lagi ini malam minggu, dan libur yang dia terima tidak sebanyak itu. Meskipun BTS secara resmi menjalani masa istrirahat tidak berbatas, tak lantas membuat mereka berhenti bekerja dan berleha-leha. 18 jam dalam satu hari habis dengan bekerja entah itu secara individu, pun kelompok. Adapun jika itu perjalanan mereka secara solo ke luar negeri, lebih seperti kerja kelompok yang diselesaikan dengan mencicil bagian satu dengan bagian lain.
"Apakah kamu ada di sekitar Heungdae?"
Itu pesan dari Yoongi, yang Jimin buka tepat ketika lampu lalu lintas berubah merah. Manusia batu itu bahka tidak merasa perlu mengucap salam atau sekadar bertanya kabar. Tapi memangnya Jimin berharap apa?
"Jawabannya ya dan tidak, aku sedang dalam perjalanan pulang, tapi Heungdae hanya tinggal 8 kilo meter lagi. Kenapa? Mau mengajak aku kencan?"
Dia membalas itu dengan main-main sambil lantas bersiap-siap kembali melajukan kendaraan. Lampu lalu lintas berubah kuning lantas tak lama jadi hijau. Belum ada balasan lain dari layar ponselnya, dan itu membuat Jimin berinisiatif mendengarkan music, memilih opsi lagu acak lewat aplikasi yang tersedia, kemudian mengangguk-anggukan kepala ketika lagu mulai diputar. Bukan lagu dengan Bahasa Korea atau Inggris, namun alunannya yang 'tenang' membuatnya ikut bergerak seiring irama.
"Tidak, terimakasih. Tapi bisakah kamu tetap ke Heungdae dan mencari seseorang untukku?"
Lagu asing itu sampai pada bait, 'tuk temanimu yang terluka' atau begitulah yang Jimin dengar ketika balasan yang dia nanti akhirnya tiba. Matanya berputar malas, untuk kemudian mengaktifkan mode panggilan. Menyebut nama manusia batu itu lantas menunggu selama lima detik hingga akhirnya panggilan tersambung.
"Katakan kenapa aku harus ke sana sementara kamu bahkan tidak berniat mengajakku berkencan?" begitu dia membuka percakapan. Sementara pria di seberang panggilan hanya terkekeh kecil di tempatnya.
"Pertama, karena aku sedang di Daegu sekarang, Kedua, karena aku tidak berniat dijadikan pelarian atas patah hatimu, dan ketiga, Jin hyung pergi dari rumah Jungkook tanpa membawa apapun. Dia memang sudah tua, tapi kau tahu kadang dia suka bertingkah bodoh kalau sedang kesal bukan? Temukan dia, dan pastikan dia mengisi perutnya malam ini."
Dan panggilan itu berakhir, bukan karena Yoongi betul-betul berhati batu hingga memutus sambungan ketika dirasa tidak ada lagi yang harus dikatakan. Melaikan karena Jimin sendiri yang sudah melempar ponsel ke sembarang tempat, menambah laju pada kecepatan mobilnya.
==
Seokjin itu pria yang sabar, pertama kata aku. Kedua kamu, yang membaca ini dalam hati entah di mana dan dalam posisi seperti apa, dan ketiga ... tentu saja kata setiap orang yang mengenalnya tidak Cuma sehari atau sebulan. Jimin mengatakan ini berdasarkan pengalaman, 10 tahun bersama ... bukankah termasuk sabar ketika dia harus menghadapi Jimin dan semua saudaranya? Pria itu kaya, punya segalanya bahkan ketika Jimin hanya bisa membawa satu ransel pakaian 'kumuh' yang kata Yoongi modenya saja sudah ketinggalan satu decade dari selera pasar. Dia juga bungsu dari pengusaha kaya raya dengan darah bangsawan. Jika pun misal, dia tidak menaiki bus pada 11 Mei 2011, dia akan tetap hidup makmur sampai akhir hayatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR SECRET (Jinkook oneshoot)
FanfictionTentang Seokjin dan Jungkook dengan segala cerita yang membuat pikiranmu abu-abu. Just Fanfiction, jangan dilibatkan dengan dunia nyata oke? Enjoy ur Journey! Let's Get It!!! #1 Jinkook (29082021),(05092021) #1 Taejin (30092021) #1 Taejinkook (26022...