~Seperti serpihan kenangan yang kamu bicarakan berulang kali, pada akhirnya ... selalu berakhir pada kata ... 'kami'
-Pjm-
***
Ini adalah pagi ke dua, di mana rasa sakit yang semula begitu membutakan hingga dia berpikir mungkin saja hal itu membuatnya mati terbunuh, nyatanya ... hari ini tidak begitu kentara. Lukanya telah sempurna dijahit seolah tidak pernah tergores. Meninggalkan denyut suam-suam kuku serta rasa lemas dan ringan layaknya kapas.
Jimin tidak pernah menduga hal ini sebelumnya, bahwa terbaring tanpa kesadaran penuh di atas meja operasi ada dalam rencana hidupnya. Bagaimana rasa sakit yang dia rasakan di bawah perut begitu membunuh, dirinya pikir mungkin mati tertembak lebih baik. Tapi siapa bisa menduga? Dirinya di tahun 2016 pernah hampir menjadi korban kejahatan moncong senjata. Dan alih merasa itu baik, justru yang timbul adalah ketakutan setengah mati.
Beruntungnya memiliki seorang kakak sebaik Kim Seokjin, yang sekalipun di dalam kehidupan ini tak ada ikatan darah sama sekali, nyatanya punya rasa peduli yang bahkan jauh lebih tinggi.
Jimin menghargai itu, bahkan jika di masa depan, dan di kehidupan mereka yang akan datang. Dia berharap bisa menjadikan pemuda itu seseorang yang memang bisa dia panggil 'hyung', terlahir dalam rahim yang sama serta tumbuh untuk saling menyayangi hingga kehidupan yang akan datang.
Ah ya, dia memang tidak punya cukup keberanian jika harus mengharapkan di kehidupan selanjutnya akan menjadi seseorang yang Seokjin cintai. Itu jelas tidak mungkin, karena dia tahu pasti, bahkan jika itu harus tenggelam dulu dalam api neraka dan melewati tujuh kehidupan, akan ada seseorang yang mematahkan harapan Jimin. Dan itu adalah Jungkook. Seseorang yang memang ditakdirkan untuk hyung-nya.
Drtttt drtttt drtttt
Ponsel yang bergetar, dan sumbernya dari meja nakas di sebelah ranjang. Jimin tidak tahu ke mana adik dan orangtuanya hingga dia dibiarkan sendirian ketika untuk pertama kali membuka mata pasca pemulihan operasinya. Dia ingin bangun, namun rasa lemas serta denyut di perut sebelah kirinya membuat inginnya urung.
Layar terus berkedip, dan itu menandakan bahwa sebuah panggilan sedang menunggu untuk dijawab.
Trek!
"Omo, anda sudah sadar?"
Seorang perempuan, dengan seragam putih berbilur merah muda tampak terkejut melihat presensi pasien di atas ranjang. Jimin pikir, mungkin dia perawat yang ditugaskan dokter untuk memantau kondisinya.
"Sebentar, biar saya chek dulu-"
"Nuna, bisa tolong ambilkan ponselku?"
Gerakan tangan si perawat terhenti, dan pandangannya bergerak pada sesuatu yang masih berkedip sejak tadi. "O-oh, baiklah, ini, silahkan." Dia tampak gugup berusaha untuk tidak melihat nama yang tertera di layar. Jimin tersenyum maklum lantas menerima benda pipih itu pelan, mendesah kecil ketika nama yang tertera pada panggilan-nyatanya panggilan vidio- adalah nama 'dia'.
"H-Halo T-"
"Jimin-a?! Kau sudah bangun? Kau baik-baik saja?! Bagaimana, ada yang masih sakit?!"
Jimin meringis, alih menjawab, rasanya jauh lebih baik menjauhkan layar ponsel itu darinya. Pemuda di dalam ponselnya terlalu berisik, bahkan tidak memberinya jeda untuk sekadar menjawab.
"Yak! Jimin-a! Kenapa diam saja?!"
Sekali lagi menghela, namun kali ini disertai dengan bola mata yang digulir sebal, "bagaimana mau menjawab kalau kau tidak mau diam Taehyung? For God a Shake! You're really really noise!" Erangnya. Dan dapat dia lihat sekarang bagaimana pemuda bersurai ikal itu melemparkan boxysmile-nya. Dengan tengkuk yang digaruk tak gatal.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR SECRET (Jinkook oneshoot)
FanfictionTentang Seokjin dan Jungkook dengan segala cerita yang membuat pikiranmu abu-abu. Just Fanfiction, jangan dilibatkan dengan dunia nyata oke? Enjoy ur Journey! Let's Get It!!! #1 Jinkook (29082021),(05092021) #1 Taejin (30092021) #1 Taejinkook (26022...