Lagi-lagi suara misterius itu muncul. Aku sudah merasa cukup lelah saat ini untuk membuka mataku. Sudah berapa lama ya kira-kira, aku terbaring seperti seonggok daging yang kehilangan jiwanya.
Aah...bahkan organ sensorisku kini tak lagi berfungsi dengan baik, aku tidak bisa lagi mencium aroma rumah sakit yang memuakkan ini.
"Ini saatnya kau kembali..."
Apa maksudnya kembali, apa aku harus kembali ke tangan Tuhan begitu maksudnya? Lagi-lagi suara aneh itu muncul, tolong kali ini saja biarkan aku beristirahat dengan tenang.
Lucid dream, adalah tahapan bermimpi di mana gelombang otak masih aktif, biasanya mereka menganggap hal itu sebagai sesuatu yang mistis. Bagaimana denganku? Apa aku masih bisa berpikir dengan logikaku sekarang?
Apakah ini yang dinamakan dengan lucid dream?
"Kembalilah ke asalmu, Aneesa" suara itu menjadi semakin bergema, berisik.
Aku terus mengumpat dalam hati, aku yakin, bukan telingaku yang bermasalah api otakku, pasti ada saraf yang terputus di sana.
"Kembalilah Aneesa...
Suara itu semakin jauh...seperti mimpi dalam keadaan sadar, aku melihat cahaya yang begitu menyilaukan. Seperti lampu dengan tekanan watt yang besar terpancar langsung ke wajahku hingga membuatku hampir buta.
Suara yang lembut itu bahkan memanggil namaku. Aku sudah sangat Lelah sekarang. Sungguh. Siapa pun kau, malaikat maut atau roh gentayangan, cepat cabut nyawaku sekarang. Cabutlah lebih cepat, agar aku tidak merasakan sakit lagi. Hei...kau mendengarnya?
Gelap.
Semuanya menjadi gelap.
Perlahan napasku melemah. Aku tidak bisa merasakan oksigen dari alat bantu lagi. Inikah saatnya? Apa sebentar lagi rohku akan lepas dari medianya? Tapi kenapa...kenapa tiba-tiba aku merasakan seluruh wajahku dingin, dan paru-paruku seakan penuh dengan air.
Apa aku tenggelam?!
"Kau! Kau bangunlah! Jangan bersandiwara, apa kau sedang berpura-pura tak sadarkan diri?"
Siapa yang berteriak barusan? Sungguh mengganggu sekali. Aku hanya ingin tidur dengan tenang. Berisik, apa rumah sakit memang biasanya seriuh ini? Tidak adakah seseorang yang mau menegur.
"Hukuman ini belum seberapa untukmu, apa kau pikir aku akan berhenti?"
Apa sih yang dia lakukan, dia sedang berusaha membangunkanku? Untuk apa? Bukankah aku sudah mati? Mungkin dia akan terkejut begitu aku membuka mata.
Blurp...blurp
Siapa yang berani menekan dadaku. Itu cukup keras hingga membuatku merasakan sakitnya tertekan. Aku tidak kuat lagi, kurasa ini adalah siksaan bukan hanya sekadar gangguan. Apa ini ujian menuju akhirat? Aku sungguh tidak bisa bergerak.
Perih. Blurp...blurp. Wajahku seperti menghantam air yang begitu dingin. Apa aku sedang disiksa akibat dosa-dosaku semasa hidup? Tidak—aku tidak bisa bernapas.
Tunggu. Mendadak aku merasakan firasat yang buruk, Tidak mungkin. Apa hal itu terulang lagi? Begitu aku menyadari situasinya, secara otomatis mataku terbuka. Seakan-akan dunia yang sebelumnya berhenti Kembali berputar dengan normal, di mana akulah yang menjadi poros perputaran itu.
Glek.
Pemandangan apa yang kulihat sekarang? Sebuah bejana perunggu yang besar? Aku melihat bayanganku sendiri di dalam pantulan air itu. Tunggu—ini bukan wajahku. Wajah siapa yang kulihat sekarang ini?
Suara napasku begitu keras terdengar, ini bukan kematian. Percikan air yang memenuhi rambutku menetes kembali ke dalam bejana itu.
Plung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Worry, We'll Get Divorced
Historical FictionWaktuku terbatas. Hanya itu yang kutahu. Namun apa aku juga harus berakhir di penjara berkat kebencianmu? Tidak akan kubiarkan hidupku berakhir mengenaskan, aku akan melarikan diri dan mati dengan tenang setelah menceraikanmu. ©Original story by...