"Yang Mulia putra mahkota telah tiba di kastel Nyonya" Julie memberikan informasi. Rombongan itu tiba tepat di saat langit telah menunjukkan corak kemerahannya.
Elizabeth menyingkirkan koran itu setelah membaca sekilas dengan pandangan yang tidak enak. Topik yang selalu menjadi permasalahan dalam kehidupan aristokrat adalah watak dari kaum menengah atas yang selalu meminta keuntungan banyak. Membaca koran bukannya membuat pikirannya merasa terbuka malah justru membuatnya semakin dibuat emosi.
Mendengar kabar yang baru saja disampaikan oleh Julie membuat ekspresinya semakin terlihat tidak nyaman. "Apa aku perlu turun dan menyambutnya, Julie?"
"Jujur saja Nyonya, saya tidak mengharapkan Nyonya untuk turun menemui orang itu" Julie selalu berkata jujur, "Namun, aturan tetap mengharuskan Anda untuk menyambutnya"
Bukan hanya Elizabeth, Julie pun merasa ada yang aneh dengan putra mahkota, dari caranya memperlakukan Elizabeth yang terkesan posesif saat terakhir kali dia berkunjung ke kastel.
"Archie pasti juga sudah turun terlebih dahulu bukan? Aku akan bergegas jangan sampai membuat mereka menunggu"
"Yang Mulia—"
"Dia turun bersama Elleanor? Aku sudah tahu Julie, apa pun yang Archie lakukan juga untuk menghindari kecurigaan pihak kekaisaran, bagaimana pun Elleanor adalah orang yang dibawa dari medan perang, jika Archie menunjukkan keberadaan Elleanor secara terang-terangan maka dia tidak akan dicap sebagai mata-mata"
Elizabeth selalu berpikir rasional, dia tidak pernah sekali pun menyalahkan tindakan yang Archie lakukan karena dia tahu, semua telah digariskan, dia menerima semuanya tanpa ada kebencian dan dendam.
'Aku hanya perlu melewati kehidupan ini, dan mungkin kehidupan fana sekali lagi. Jika tafsiranku benar, tidak lama lagi rohku akan mencapai keabadian, aku tidak akan terjebak dengan takdir yang sama dengan Archie'
Dia telah berhasil memecahkan sebagian dari puzzle kehidupannya, mengumpulkan satu persatu kepingan yang muncul melalui mimpinya, tentu saja, semua berkat bantuan dari Raja dan Ratu kegelapan. Satu hal yang dia yakini dan membuat hatinya menjadi kuat adalah fakta bahwa dia tidak sendirian. Setidaknya masih ada harapan dia bisa beristirahat untuk selamanya.
"Apa kau tahu Julie, musuh yang paling sulit untuk ditangani itu apa?"
"Apakah itu, Nyonya?"
"Ambisi"
"..."
"Menghadapi ambisi diri sendiri, mau pun ambisi orang lain. Ketika seseorang sudah dipenuhi ambisi, dia hanya akan terus berjalan lurus tanpa memedulikan apa pun kecuali tujuannya"
"Apakah Anda sedang membicarakan soal putra mahkota?"
Elizabeth tersenyum tipis, 'Aku juga sedang membicarakan diriku, ambisiku yang ingin mengakhiri ini semua dengan cepat'
"Kita harus menahannya selama dua hari ke depan, selama putra mahkota tidak melakukan tindakan di luar batas, kita tidak berhak untuk mengucilkannya. Bagaimana pun dia adalah penerus yang diakui oleh seluruh kaisar"
Elizabeth tidak ingin perang yang sama terjadi lagi, meski pun itu tidak terbantahkan, ketika nanti Elleanor menjadi pemicu kemarahan Archie hingga dia dengan begitu berani menyerang istana kekaisaran demi mendapatkan Elleanor kembali. Mengorbankan begitu banyak nyawa tak bersalah hanya demi ending yang bahagia bagi dua tokoh utama itu.
Dalam sudut pandang pembaca tentu itu adalah adegan yang sangat mengharukan, ketika seorang pria sanggup mengorbankan segalanya demi wanita yang dia cintai, tapi begitu merasakannya sendiri, Elizabeth hanya ingin bilang satu kata "Bodoh". Dia menyaksikan sendiri bagaimana para NPC atau karakter sampingan di novel itu hidup sepertinya, lalu, nyawa mereka dianggap tidak sebanding dengan nyawa Elleanor, bukankah itu hal yang gila?
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Worry, We'll Get Divorced
Ficción históricaWaktuku terbatas. Hanya itu yang kutahu. Namun apa aku juga harus berakhir di penjara berkat kebencianmu? Tidak akan kubiarkan hidupku berakhir mengenaskan, aku akan melarikan diri dan mati dengan tenang setelah menceraikanmu. ©Original story by...