Tamu Tak Diundang

1.9K 323 26
                                    

"Ternyata Putra Mahkota." Reynald bergumam setelah mendapatkan laporan dari Argus. Hal yang sama pun terjadi, Rudolf telah memberikan laporannya pada Archie.

"Jika putra mahkota pelakunya, bukti seberat apa pun tidak akan bisa menghukumnya." Reynald sudah memperkirakan hal itu, mengingat kaisar juga memusuhi Everard, maka percuma saja membawa kasus itu ke pengadilan.

Namun berbeda dengan apa yang Reynald pikirkan, Archie memiliki pemikiran yang berbeda.

"Jika tidak bisa menumbangkan pohonnya maka patahkan saja satu persatu rantingnya, maka pohon itu akan mati dengan sendirinya." Dia berbicara pada Rudolf.

"Namun mematahkan ranting-rantingnya membutuhkan waktu yang lama Tuan"

"Justru itulah bagian yang menarik. Ketika satu persatu bagian tubuh kita terpotong, apa yang kau rasakan? Rasa sakit namun kau masih bernapas. Dia berusaha mengusik seorang Everard, maka dia akan merasakan rasanya kehilangan."

"..." Rudolf percaya Archie adalah orang yang jauh lebih dingin dibandingkan Reynald. Dia juga pandai membunuh tanpa harus menghunuskan pedangnya.

"Selidiki Fitz Valois sekarang. Aku yakin, dia adalah orang yang paling dekat dengan Putra Mahkota dibandingkan siapa pun."

"Baik Tuanku."

Rudolf menghilang bak seekor burung yang terbang dengan sayapnya, pembicaraan itu ditutup dengan perintah diam-diam yang Archie berikan. Meski begitu Reynald cukup mengenal putranya, dia yakin Archie pasti tidak akan diam saja tanpa adanya perlawanan.

Tok...tok...tok.

Tidak berselang lama Karl memohon izin untuk masuk, dia datang di waktu yang tepat.

"Salam Grand Duke Muda"

"Ada apa Karl? Apa ada jadwal baru lagi untukku hari ini?"

"Tidak Tuanku. Ada yang ingin saya sampaikan terkait Nyonya Muda"

"Katakan. Apa yang membuatmu ragu?"

"Hari ini, ada tamu penting yang menemui beliau, sebelumnya saya ingin menyampaikan ini pada Anda, namun terhambat oleh kompetisi beliau"

"Tamu, siapa?"

"Putra tertua Count Morpheus."

"Putra tertua, Isaac?" dia bergumam sendiri, seingatnya Isaac adalah calon penerus keluarga Morpheus, dia di sekolahkan di akademi pemerintahan kekaisaran, sehingga ideologi pasti sudah menyimpang dengan apa yang dianut oleh masyarakat Deimos.

"Apakah dia sudah membuat janji sebelumnya?"

"Count Morpheus mengirimkan plakat yang bisa membuatnya bebas keluar masuk kastel tanpa larangan khusus."

"Di mana mereka sekarang, aku akan menemuinya."

"Mereka berada di paviliun khusus tamu"

Karl melihat tumpukan berkas yang masih belum selesai dicek olehnya, memang semenjak munculnya monster itu banyak sekali laporan dari rakyat yang mengeluhkan keresahan mereka.

"Grand Duke Muda, maaf atas kelancangan saya, namun sepertinya tidak pantas jika mengganggu pertemuan dengan amarah"

"Siapa yang marah?" Archie menyentakkan kakinya. Dia bergegas menuju paviliun tempat pertemuan antara Elizabeth dan Isaac.

❀❀❀

"Sudah lama ya, kita tidak bertatap muka seperti ini."

'Sejak kapan kita bertatap muka, dia benar-benar persis seperti Clinton, bermuka dua.' Elizabeth melontarkan protesnya di dalam hati, dia heran kenapa manusia ini bisa masuk, dan Karl mengizinkannya untuk bertemu dengan Elizabeth.

"Katakan saja langsung, ada apa gerangan Tuan Muda Morpheus datang menemui saya?"

Isaac sama sekali tidak terlihat terprovokasi, berbeda dengan temperamen yang dimiliki oleh Countess. Dia hanya tersenyum sembari menyesap teh yang baru saja dihidangkan oleh Abel, bahkan pelayan itu memasang ekspresi yang tidak senang, seakan dia mengerti isi hati Elizabeth.

"Aku merindukanmu, Elizabeth."

"Memanggil nama depan seorang Everard tanpa persetujuan adalah tindakan yang lancang." Elizabeth tampak tidak menyukai sikap sok akrab yang Isaac tunjukkan.

Lagi-lagi Isaac tersenyum, seakan dia tidak memasukkan kata-kata yang Elizabeth lontarkan ke dalam hati.

"Siapa yang mengira Elizabeth kita sudah tumbuh dewasa dan cantik. Bahkan dia sangat pandai dalam berbicara."

"..."

"Apa kau ingat, jika keluarga Morpheus sudah sangat banyak berjasa untukmu."

"Ah, benar. Kalian sangat banyak berjasa—dalam merusak mental anak-anak." Dia bicara dengan nada rendah namun menusuk.

"Merusak—apa katamu? Mental?"

"..."

"Bukankah perkataanmu cukup keterlaluan, didikan yang diberikan oleh Ibu dianggap sebagai merusak mental, sebenarnya bukan salah Ibu, tapi kamu yang terlalu lemah."

Tuk. Elizabeth meletakkan cangkirnya.

"Ah benarkah, kalau begitu cobalah, siramkan air ini ke wajahmu sendiri jika memang Anda sekuat itu."

"Eli. Ucapanmu benar-benar sangat tidak beretika."

"Bicara soal etika. Siapa yang lebih tidak beretika. Sampaikan pada Count, aku Elizabeth Everard sudah tidak memiliki hubungan apa pun dengan keluarga Morpheus."

Itu bukan perkataan yang bisa keluar dari mulut seorang anak. Isaac tidak menyangka dia akan mendengar perkataan itu dari Elizabeth yang diceritakan sebagai gadis yang lemah dan penakut oleh Countess.

Pada saat itu Isaac menghabiskan lebih banyak waktunya di akademi kekaisaran, dia sangat jarang berada di kediaman Morpheus. Jadi, mengenai hal yang berhubungan dengan Elizabeth dia hanya bisa mendengarnya dari bibir Countess, orang yang berhubungan langsung dengannya.

"Ternyata benar kata Ibu. Kau sudah banyak berubah rupanya. Namun—" dia tiba-tiba saja menarik paksa tangan Elizabeth, "Bahkan kecantikanmu sudah mulai terlihat." Dia hendak mencium punggung tangannya, sebelum sebuah belati tertancap di depannya.

Dua pasang mata itu sontak terkejut, Isaac melepas tangan Elizabeth dan mendorong kursinya ke belakang. Dia melihat Archie dengan wajahnya yang sudah menggelap, seakan malam mendadak muncul secara tiba-tiba.

"Grand Duke Muda" Isaac menunduk dengan sopan.

"Apa yang orang ini lakukan di sini, Eli?" dia mengabaikan salam darinya, langsung terpaku pada Elizabeth yang masih terlihat syok.

"Grand Duke Muda, namanya saya Isaac, kita sudah pernah bertemu sebelumnya di sebuah acara."

"Diam—aku tidak bicara denganmu."

"Namun ini berkaitan dengan saya, sebagai tamu di sini. Apakah salah jika saya datang mengunjungi adik saya sendiri?"

"Ayo Elizabeth—kita cuci tanganmu." Dia menarik tangan Elizabeth, tanpa banyak bicara, ketika Archie mengabaikan seseorang tandanya dia sedang menahan hasratnya untuk tidak membunuh orang itu.

"Grand Duke Muda!" dia mencoba menghentikan Archie.

"Karl—tunjukkan jalan keluar pada Tuan muda itu."

"Baik Tuanku."

Dia pergi, membawa Elizabeth menghilang dari pandangan Isaac. Hal paling penting yang ingin dia sampaikan justru tidak tersampaikan, namun ada satu hal yang menarik baginya, yakni Elizabeth.

'Dia bukan adikku—seharusnya dia bisa menjadi milikku.'

"Ayo Tuan—saya akan mengantar Anda."

"Tidak perlu. Aku mengingat jalan keluarnya." Dia berkata tegas, meninggalkan kastel itu dengan perasaan kecewa, marah, dan obsesinya yang mulai tumbuh.

❀❀❀

Don't Worry, We'll Get DivorcedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang