"Aku haus" dia tidak bisa tidur, selalu merasa waspada, selama hampir dua minggu berada di kastel Putra Mahkota, tubuhnya menjadi semakin rusak dan lemah.
Dia merasa seperti sedang diawasi. Perasaannya dipenuhi kegelisahan namun tidak menampakkannya. Selain itu, seperti ada sesuatu yang menggerogotinya secara perlahan. Diam-diam dia memuntahkan setiap makanan yang masuk ke perutnya, dia memastikan tidak ada satu pun pelayan yang melihat.
"Bagaimana dengan Monic, apa dia sudah berhasil menyebarkan rumor itu" wanita itu menatap ke langit-langit kamar yang dipenuhi dengan ornamen melintang.
Setelah kehebohan masalah pencurian sebelumnya, dia mengatasinya dengan berpura-pura memecat Monic, ya, lagi pula berada di kastel tidak akan aman untuknya, namun Elizabeth tidak lepas tangan begitu saja. Dia membuat surat rekomendasi kepada salah satu keluarga bangsawan di ibu kota yang dia kenal. Memintanya untuk menerima Monic bekerja di sana.
Dia menunggu, kapan kabar burung itu akan datang. Dia yakin keluarga bangsawan itu pasti sudah menerima surat dari Elizabeth.
"Kenapa dia hanya dipecat, seharusnya dia dihukum." Itu adalah protes yang keluar dari mulut para perundung, mereka merasa kurang puas dengan hukuman yang Elizabeth berikan. Namun wanita itu menutupnya dengan cara yang paling elegan.
"Tidak ada seorang pun yang mau mengakui perbuatan mereka, jika sampai kabar ini tersebar ke telinga putra mahkota, bukan hanya Monic tapi semua pelayan juga akan terlibat. Jadi kalian tahu apa yang sebaiknya kalian lakukan bukan?"
Elizabeth sudah memperkirakan Monic bukanlah pelayan yang menonjol, Ezekiel tidak akan menyadari keberadaannya yang menghilang.
"Baik Nyonya"
"Sebaiknya kita tutup mulut, jangan ada yang membahas soal Monic lagi di sini"
"Namun bukankah ini aneh, kenapa kita harus mematuhinya?"
"Karena dia wanita yang disukai putra mahkota, tentu saja beliau akan lebih memihaknya dibandingkan kita"
Mendengar desas-desus itu Elizabeth merasa cukup puas, dia sedikit memiliki otoritas di sana.
Saat malam tiba, suara pelayan yang berbisik di lorong menjadi semakin keras, dia justru menunggu, karena hanya melalui mulut pelayan saja dia bisa mengetahui informasi yang barangkali berguna untuknya.
"Apa yang sedang Abel dan Julie lakukan sekarang, ya?" dia mencoba meredakan rasa sakit dengan mengalihkan pikirannya ke sesuatu yang lain. Namun bukannya mereda, itu justru menambahkan rasa sakit di bagian yang lain.
"Pada akhirnya aku tidak mendapatkan apa pun, bagaimana kabar semua orang?"
Elizabeth kembali teringat pada pelayan pertama yang dia temui di kediaman Morpheus dulu, ya, Emma. Pada saat seluruh keluarga itu dibantai, Emma telah memutuskan meninggalkan mansion dia kembali ke kampung halamannya. Niat awalnya adalah berkunjung ke sana sebelum dia berpindah ke tempat lain, namun siapa yang mengira semua tidak berjalan mulus.
Dia menghela napas, cahaya bulan tampak begitu terang. "Seharusnya Elleanor bisa menyembuhkannya"
Dia tidak yakin, apakah kutukan Archie sudah sepenuhnya terangkat atau belum. Dia mulai meragukan cerita yang dibacanya, karena banyak hal yang telah berubah. Bisa saja kutukan Archie masih berjalan, bisa juga dia sudah sembuh sepenuhnya.
"Argh..." dia mengikat kuat perutnya dengan selendang yang selalu dia bawa ke mana pun. Dia terus menghitung hari, waktu dua tahun yang harus dia lewati terasa begitu lambat. Biasanya orang mengharapkan kesembuhan, Elizabeth justru mengharapkan batas waktunya dipercepat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Worry, We'll Get Divorced
Historical FictionWaktuku terbatas. Hanya itu yang kutahu. Namun apa aku juga harus berakhir di penjara berkat kebencianmu? Tidak akan kubiarkan hidupku berakhir mengenaskan, aku akan melarikan diri dan mati dengan tenang setelah menceraikanmu. ©Original story by...