Alam Dewa-Dewi

1.9K 324 44
                                    


***Aku membuka mataku. Cahaya yang terang menyilaukan menusuk begitu hangat di wajahku. Tubuhku terasa begitu ringan, seperti bola kapas yang dilempar ke udara.

Tunggu. Kaki kecil ini.

'Siapa?' apa aku mati dan berenkarnasi lagi?

Aku menatap telapak tangan kecilku, hal pertama yang kulihat adalah jendela tanpa kaca yang begitu besar membentang begitu luas di hadapannya. Tanpa sadar aku berlalu, pikiran pertamaku langsung tertuju pada surga.

Apa mungkin Tuhan sudah mengabulkan keinginannya? "Ini akhirat?" aku masih tidak percaya, gumpalan awan itu nyata.

Di dunia tidak mungkin ada gedung tinggi yang mencapai langit, sekarang aku benar-benar merasa seperti sedang berada di atas langit, dengan gumpalan berwarna putih yang seakan tidak akan hancur bila terinjak.

Itu sangat indah. Aku masih tidak mempercayai akan melihat pemandangan seindah ini. Tidak ada pepohonan, tidak ada burung, yang kulihat hanya warna putih yang murni. Tunggu—apa itu?

Istana? Di kejauhan tampak sebuah menara dari istana berwarna perak yang megah, apakah itu istana Tuhan?

Aku mengedipkan mataku berkali-kali, tanpa sadar mencubit lenganku. Tidak terasa apa pun. Sungguh.

Aku semakin yakin, jika aku sudah mati. Nasibku menjadi Elizabeth sudah berakhir? Tapi bagaimana dengannya, sebenarnya aku sedikit penasaran apa yang Archie rasakan setelah kepergianku.

Apa yang sudah kupikirkan barusan. Urusanku dengan kehidupan duniawi sudah terputus. Jangan pikirkan apa pun lagi mulai sekarang.

"Bangunlah, mau berapa lama lagi kau tertidur putriku?"

"Putriku?"

Aku mengabaikan suara itu, paling-paling itu hanya kilas balik dari ingatanku sebelumnya.

"Acatia, kapan kau akan bangun?"

Acatia?

"Acatia putriku, Yang Mulia sudah menunggu di aula jamuan, ayo kita bersiap"

Aku menoleh.

Saat itu menyadari, ada satu sosok gadis muda yang memancarkan keindahan misterius sedang terbaring di sana.

Tunggu. Siapa wanita itu? Aku belum pernah melihatnya. Dia mengenakan gaun tipis bak seorang Dewi dengan mahkota mirip kawat besi berwarna perak yang melingkar di kepalanya.

Kecantikannya benar-benar luar biasa. Aku seperti melihat Dewi yang turun. Tunggu—apa dia memang dewi yang berjaga di akhirat? Atau bidadari?

Tapi kenapa seorang bidadari memanggil gadis kecil itu sebagai putri?

Aku berjalan semakin dekat, namun dia seakan tidak menyadari keberadaanku. Apa aku tidak kasat mata di sini?

"Ibunda, apakah apakah Ayahanda sudah menyetujui permintaan saya?"

"Putriku, festival di alam matahari bukanlah festival yang bisa dihadiri sembarang makhluk, hanya Yang Mulia kegelapan dan Yang Mulia Bulan saja yang bisa datang"

"Bagaimana dengan para Dewa penjaga, mereka juga bisa hadir bukan?"

"Ya, tapi putriku, kau bukan Dewa penjaga"

Apa maksud perbincangan barusan?

"Festival hanya dirayakan setiap sepuluh ribu tahun sekali kan Ibunda?"

"Saat ini berapa usiamu?"

"Dua belas ribu"

"Ya, kau masih sangat muda, tunggulah sepuluh ribu tahun lagi, mungkin saja kau bisa datang"

Don't Worry, We'll Get DivorcedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang