Kastel Cassiopeia

9.6K 1K 1
                                    


Gaunnya begitu hangat dan nyaman. Itu hal pertama yang kurasakan saat pelayan mulai meriasku dan membawakan gaun terbaik dari butik langganan countess. Tentu saja, mereka membutuhkan citra yang baik saat mengirimku ke kediaman pemimpin wilayah.

Rambut yang biasanya selalu tampak kusut ini, mendadak terlihat sangat lembut dan cantik, mereka menghias dengan manik bunga di atas kepangannya.

Aku terus menatap sepatu merah muda dengan sulaman berbentuk bunga peony sepanjang perjalanan kami menuju kastel keluarga Everard.

Ini pertama kalinya aku menaiki kereta kuda kerajaan, bisa dibilang lumayan. Saat aku kecil dulu, aku melihat sebuah delman di alun-alun kota, saat itu aku ingin sekali mencoba menaikinya, namun orang tuaku melarang dengan tegas. Seumur hidup, aku hanya diperbolehkan pulang-pergi menggunakan mobil pribadi.

Sekarang rasa penasaranku pun terbayarkan, mungkin rasanya naik delman seperti ini. Bangku yang dilapisi karpet beludru ini membuatku tergiur untuk menidurinya.

Pria dengan ekspresi lurus itu, dia sama sekali tidak berkutik, ia terus sibuk membaca buku meski pun jalanan menukik, dan penuh dengan batu terjal. Mata rubahnya tersembunyi di balik lensa kotak itu. Rupanya di dimensi ini mereka sudah menemukan benda itu ya.

"Tuan..."

"Nona, tolong panggil saya Karl, mulai sekarang Nona adalah calon tunangan grand duke muda Everard, Nona tidak boleh merendah pada siapa pun"

"..."

Ah begitu ya? Aku ingin tertawa, secara tidak langsung dia mengatakan jika aku akan menjadi grand duchess selanjutnya, Karl apa kau tahu? Sebelum aku mendapatkan posisi itu aku sudah mati terlebih dahulu.

"Apakah Nona membutuhkan sesuatu?"

Dia hanya mengintip dari balik buku-buku tebal itu, namun sepersekian detik dia kembali terpaku pada buku dengan judul yang membuatku berpikir, "Runtuhnya Altar Ego" apa itu semacam buku filsafat di era ini? Entahlah, aku tidak penasaran.

"Hng, apa perjalanannya masih jauh?"

"Tidak Nona, kita akan tiba saat senja. Jika Anda merasa lelah, Anda bisa berbaring sejenak"

Dia bahkan menyediakan bantal mini yang terbuat dari bulu angsa di dalam kereta, hmm, lumayan.

Aku ingin segera tiba, kemudian tidur dengan nyaman di kasur keluarga kaya itu, ah, mereka tidak mungkin membiarkan tunangan penerus keluarga tidur di dalam loteng, kan?

Aku sudah memutuskan. Jika aku terlahir kembali nanti, aku berdoa agar terlahir sebagai beruang, aku ingin hibernasi sepanjang hidupku.***

❀❀❀

*Dia lagi-lagi terpukau dengan sorot mata itu, namun di balik rasa takjubnya, dia sedikit heran. Apakah dia memang tidak pandai berekspresi? Wajahnya, mimiknya selalu sama, Karl merasa seperti sedang bercermin dengan dirinya sendiri. Untuk ukuran anak kecil dari keluarga terpandang dia seharusnya memiliki vibes yang ceria.

Tidak. Bagaimana bisa Karl mengharapkan anak itu tumbuh dengan ceria di bawah gelarnya sebagai persembahan untuk sang penerus. Di saat anak seusianya berkumpul dengan teman sebaya, membuat acara minum teh bersama, atau membuat pesta sederhana, dia justru harus mempersiapkan sebuah ritual yang mengorbankan darahnya.

Apa yang Karl harapkan? Apakah dia pikir bertemu dengan anak yang mirip manusia normal? Dia salah, Elizabeth telah kehilangan jiwanya bahkan sebelum ritual dimulai dia sudah merasakan hal yang jauh lebih menyakitkan.

Karl menyipitkan matanya, ketika guncangan membuat tubuh rapuh itu hampir terjatuh ke lantai kayu yang dilapisi emas, dia sama sekali tidak panik.

Dia diam-diam mengamati bocah itu, untuk ukuran nona dari keluarga terpandang, dia seharusnya tumbuh dengan baik, tapi dia tampak kurus dengan tulang pipi yang menonjol, dia terlihat seperti bocah berusia 6 tahun.

Don't Worry, We'll Get DivorcedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang