Di dunia yang fana, masing-masing manusia hanya diberikan satu nyawa. Benar, beberapa dari mereka ada yang percaya pada reinkarnasi, berpikir jika mengingat kehidupan sebelumnya pasti menyenangkan.
Tidak. Itu adalah anggapan yang salah.
Aku tidak ingin mengalami itu, membayangkan jika ini bukanlah kehidupan terakhirku saja sudah sangat mengerikan.
Itu sebabnya aku akan bertindak sesuai dengan jumlah nyawa yang diberikan padaku, anggap saja nyawaku sudah berkurang tiga. Aku tidak tahu sisa berapa lagi nyawa yang diberikan, tapi jika ini adalah nyawa terakhir yang kumiliki, aku justru merasa bersyukur.
Aku akan segera membuat kesepakatan dengan Archie. Dia boleh saja mencurigaiku, tapi dia tidak bisa menolakku.
Archie membenci keluarga Morpheus itu adalah syair yang terus berulang-ulang di kepalaku. Musuh dari musuh adalah sekutu, aku ingin membuatnya tahu, aku juga ingin menghancurkan mereka.
Jujur saja, aku tidak memiliki kebencian khusus pada keluarga Morpheus, meski pun mereka menyiksaku aku tidak peduli, karena mereka bukanlah keluargaku, aku tidak merasakan apa pun. Aku hanya menjadikan alasan 'kebencian' itu menjadi tiket masuk untuk menjalankan rencana.
"Katakan. Sebelum aku benar-benar membunuhmu di sini."
Ujung pedang yang runcing itu mengarah ke tenggorokanku. Aku berusaha untuk tetap tenang. Ya, aku tidak takut pada benda ini, Archie, leherku sudah pernah putus sebelumnya, mengulangnya lagi bukan masalah.
Aku ingin menggunakanmu, menggunakan Grand Duke, sebagai alatku, jika kau menggunakan senjata untuk mengancamku, maka aku akan menggunakan keberanianku untuk melawan.
Kebencian Archie pada keluarga Morpheus adalah senjata yang ingin kuasah, karena itu akan menguntungkan bagiku.
"Katakan. Apakah Count Morpheus menyuruhmu menjadi mata-mata di sini?"
"..."
Tunggu. Belum saatnya.
Kenapa dia harus menyeretku ke rumah kaca secantik ini, padahal tempat ini nantinya yang akan menjadi saksi romantisme antara tokoh utama pria dan wanita. Tapi tempat ini berubah menjadi saksi ketegangan yang terjadi antara tokoh utama pria dengan tokoh antagonis. Hmm menarik.
Ketika dia menyeretku dengan tergesa-gesa di lorong tadi, aku pikir dia akan mengurungku ke tempat yang mengerikan, gelap dan lembap. Ternyata dia malah membawaku ke tempat yang tidak memiliki nuansa seram sedikit pun.
Mereka merawat tanaman di rumah kaca ini dengan baik. Ah, sepertinya ada yang kurang di sini, aku belum melihat bunga daisy, mungkin nanti, saat Dewi Cahaya datang, bunga-bunga iris itu akan berdampingan dengan bunga daisy, bunga favorit Elleanor.
Ujung pedang itu berhasil menggores kulitku, aku merasakan darah segar mulai keluar dari jaringan yang terbuka.
"Apakah Anda tuli? Atau Count Morpheus tidak mengajari Anda sopan santun?"
"Tuan muda, Anda masih membutuhkan saya bukan?" itu kalimat pertama yang kuucapkan sebelum dia benar-benar menusuk kerongkonganku.
Itu hanyalah pertanyaan basa-basi, aku tahu dia tidak akan sampai menggorok leherku. Di mana lagi dia bisa menemukan batu persembahan yang langka ini.
"Jika saya mati. Tuan muda akan tersiksa seumur hidup"
"Nona berani mengancamku sekarang?"
"Saya tidak mengancam, saya hanya mengingatkan tentang apa yang saya dengar sebelumnya"
"Beraninya Anda menguping pembicaraan orang lain. Aku pasti akan memotong telinga yang berani—"
"Menguping? Saya hanya tidak sengaja mendengar suara yang bergema di dalam lorong gelap itu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Worry, We'll Get Divorced
Tarihi KurguWaktuku terbatas. Hanya itu yang kutahu. Namun apa aku juga harus berakhir di penjara berkat kebencianmu? Tidak akan kubiarkan hidupku berakhir mengenaskan, aku akan melarikan diri dan mati dengan tenang setelah menceraikanmu. ©Original story by...