Kontrak Pranikah

7.9K 1K 37
                                    

Julie mengoleskan salep ke leherku yang tergores. Lagi-lagi aku membuatnya memasang ekspresi semacam itu, aku tahu, itu adalah ekspresi khawatir.

"Nona, lain kali saya berharap Nona lebih berhati-hati. Bagaimana bisa Nona tergores cabang tanaman berduri saat sedang berjalan?"

"Ah, benar, itu karena aku kurang berhati-hati. Aku tidak melihat jika tanaman itu tingginya sama sepertiku"

Boleh aku mengatakan jika terlalu sering berpura-pura akan membuatku cepat lelah. Kebanyakan orang-orang berlomba agar mereka terlihat pintar, tapi lucunya aku malah ingin terlihat ceroboh.

Tapi mungkin saja benar, cabang yang menjalar di jalan memang bisa melukai orang. Mungkin.

"Nona tolong katakan, di mana letak tanaman itu? Saya akan meminta tolong pada kepala kebun untuk menyingkirkan tanaman itu"

"Tidak perlu Julie. Tanaman itu tidak bersalah, sebenarnya aku yang ceroboh"

Huft. Kumohon percayalah. Jangan bertanya lagi soal tanaman.

"Tapi Nona, kenapa luka ini terlihat seperti luka pedang—"

"Julie, bukankah besok jadwalku padat? Sebelumnya Abel mengatakan Viscountess Gretta akan datang, dan aku juga harus bertemu dengan Nyonya pemilik butik, benar?"

"Benar Nona, Nona harus beristirahat lebih awal mala mini, karena besok jadwal Anda lebih padat dibandingkan hari biasa"

"Baiklah, aku akan tidur setelah Julie selesai"

"Tidak Nona tidak boleh melewatkan makan malam"

Julie masih memastikan kalau perbannya terpasang dengan benar. "Nona, tolong jangan terluka lagi, sejujurnya saya merasa sedih melihat Nona terluka"

"Terima kasih karena Julie sudah merawatku dengan baik"

Julie mencoba menyembunyikan tatapannya yang bergetar saat melihatku. Mungkin dia sedang berpikir betapa malangnya hidup Elizabeth. Ya, orang yang memiliki empati tinggi sepertinya pasti akan merasa seperti itu.

"Nona bahkan tidak menangis, jika saya yang terluka saya pasti akan menangis karena perih. Jika Anda terluka, jika Anda merasa sakit, Anda boleh menangis, jangan menahannya Nona" wanita itu mengusap lembut wajahku layaknya seorang ibu.

Hangat. Aku suka telapak tangannya yang sedikit kasar, namun terasa begitu hangat, lagi-lagi mengingatkanku pada Mbak Mia.

"Maafkan saya Nona, saya lancang—"

"Lakukan lagi Julie, aku menyukainya"

"Nona, Anda terlihat seperti seekor kelinci yang menggemaskan"

"Kelinci? Baru kali ini aku mendengarnya"

Kelinci? Biasanya aku mendengar julukan lain, baru kali ini ada yang menyamakanku dengan binatang lucu menggemaskan seperti itu.

"Nona, Anda adalah anak paling cantik yang pernah saya temui"

"Tapi aku bukan anak-anak"

"Ya?"

"Maksudku, aku akan menikah, apa aku bisa disebut anak-anak"

"Nona, Anda boleh bersikap seperti anak-anak jika memang Anda ingin, terkadang orang dewasa juga bersikap seperti anak-anak, terkadang mereka menangis, mengeluh untuk hal yang tidak sesuai kehendak mereka. Nona, Anda juga boleh melakukannya"

"..."

Aku sudah pernah melakukannya.

Aku pernah melewati fase di mana aku banyak menangis, mengeluh, hingga merengek, aku pernah mengalaminya.

Don't Worry, We'll Get DivorcedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang