"Nona Isabella, Anda baik-baik saja? Pelayan! Cepat! Bawakan handuk" Leticia berteriak begitu Isabella diantarkan ke tenda paling aman.
Wanita itu membeku, tangannya dingin, keringat dingin mengucur dari pelipisnya. Wajar, dia menyaksikan semua itu dari jarak paling dekat dibandingkan Nona bangsawan lain yang sudah bersembunyi di dalam tenda.
"Nona Isabella?"
Dia masih terngiang-ngiang saat monster itu hampir menangkapnya, lalu, ketika Elizabeth yang mendadak berlari ke arah pertarungan, dia bertindak konyol dengan menyayat tangannya sendiri menggunakan pedang, tangannya berlumuran darah, namun ekspresinya tetap tenang.
'Apa kau sungguh-sungguh manusia?' itu yang dia pikirkan setiap kali melihat Elizabeth yang tidak pernah menunjukkan sedikit pun ekspresi, bahkan dia tidak takut sama sekali.
"Nona Isabella, minumlah sedikit terlebih dahulu" Leticia menyuruh pelayannya memberikan segelas air biasa. Dia masih terlihat syok, tidak ada reaksi sama sekali darinya.
"Nona Isabella, jangan takut Anda sudah aman sekarang" Beatrice mengusap pergelangan tangan gadis itu.
Berbeda dengan kondisi Isabella, Elizabeth tampak begitu santai meski pun darah di tangannya mengucur membasahi rok berwarna terang miliknya.
"Jangan khawatir Archie" dia terus mengatakan itu sepanjang jalan, Archie menariknya menuju jalan setapak tempat kereta kuda terparkir di sana.
"Berhenti mengatakan itu Eli!" Archie menarik tangan Elizabeth, kini hanya ada mereka berdua di dalam kereta kuda itu. Tidak ada siapa pun, para kusir masih bersembunyi di tenda bersama para kesatria yang menjaga.
"..." Elizabeth menggigit bibir bawahnya, dia tidak berniat mengatakan apa pun lagi.
Archie menarik sapu tangan merah di saku pakaiannya, kemudian membalut telapak tangan Elizabeth yang terluka lebar, "Bagaimana bisa kau—" dia menarik napas berat sebelum melanjutkan kalimatnya "Kau tidak merasakan rasa sakit?"
Elizabeth menunduk, sakit? Itu hanya perasaan sesaat, "Mungkin karena sudah terbiasa" jawabnya.
"Apa kau bodoh Eli? Apa Dewa tidak memberimu otak saat kau dilahirkan—"
"Apa kau mengumpatku sekarang? Aku sudah membantumu"
Archie mendadak terdiam. Setelah mengikatnya dengan benar, dia kemudian melipat kedua lengannya menatap Elizabeth lurus.
"Sejak kapan kau mengetahui soal kemampuanmu?"
"Soal racun dalam darahku?" Elizabeth memiringkan kepalanya.
"Kau tidak mengatakan apa pun padaku—apa kau menganggapku sebagai su—maksudku rekanmu?"
"Bukankah seharusnya Archie sudah mengetahuinya? Kalau darah yang kumiliki bukan darah biasa, maka dari itu aku bisa menyembuhkanmu"
"Aku tidak tahu."
"Kalau begitu kenapa tidak mencoba mencari tahu? Bukankah ini hal yang penting?"
"..." Archie terdiam.
"Selama ini aku yang banyak mengorbankan darah untuk Archie, tapi sepertinya Archie sama sekali tidak penasaran sedikit pun, benar?"
"Eli."
"Ya, memang aku datang sebagai batu persembahan, tapi secara logika pasti ada alasan kenapa hanya darahku saja yang bisa berpengaruh pada Archie."
"Eli kau sudah tahu sejak awal, benar?"
"Aku hanya menebaknya. Di hari ketika aku terkena ujung pedang beracun, aku tidak mati bukan?"
Sebenarnya Archie sudah menaruh curiga sejak itu, namun Archie tidak sampai menyelidikinya secara mendalam, saat itu yang dia pikirkan hanyalah Elizabeth. Dia tidak peduli dengan darahnya, dia hanya memikirkan keselamatan gadis kecil itu. Dia selamat, dan Archie percaya akan keajaiban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Worry, We'll Get Divorced
Historical FictionWaktuku terbatas. Hanya itu yang kutahu. Namun apa aku juga harus berakhir di penjara berkat kebencianmu? Tidak akan kubiarkan hidupku berakhir mengenaskan, aku akan melarikan diri dan mati dengan tenang setelah menceraikanmu. ©Original story by...
