"Di sini sangat gersang. Pantas saja wilayah ini menjadi daerah yang paling parah terkena dampak musim kemarau." Elizabeth mengintip dari balik jendela gerbong kereta kuda.
Abel masih tertidur pulas akibat berjaga semalaman, jika bukan karena perintah Elizabeth dia mungkin tidak akan memejamkan mata selama tiga hari lebih di dalam sana. Elizabeth memilih Abel menjadi teman perjalanannya bukan semerta-merta karena dia adalah pelayan yang paling dekat, melainkan karena trauma yang Abel alami, dia menganggap dirinya gagal melindungi Elizabeth pada perjalanan beberapa tahun yang lalu ketika mereka diserang oleh sekelompok orang.
Elizabeth membuktikan jika dia sama sekali tidak menyalahkan Abel karena hal tersebut. Dia tahu jika pelayannya sangat setia dan siap mengorbankan nyawa untuk melindunginya.
Dari kejauhan terdengar suara ringkikan kuda yang berlari ke arah mereka. Itu adalah Rudolf dan dua orang kesatria Lance yang menyusul.
"Kami datang untuk mengawal atas perintah Tuan"
Chris yang berada di barisan terdepan mengangguk. "Apakah hutan ini masih jauh dengan lokasi Tuan tinggal, Sir?" pertanyaan Arthur membuat Rudolf angkat bicara.
"Ya, kita akan tiba saat senja"
"Baiklah,"
"Kau mengkhawatirkan Nyonya muda?" Alice menoleh ke arah Arthur, dia tidak terlihat lelah sama sekali tapi ada hal lain yang membutanya ingin cepat tiba di tujuan.
"Ya, benar, siapa lagi, aku hanya mengkhawatirkan Nyonya muda"
Puk. Dia mendekatkan kudanya hingga bisa menepuk pundak tinggi Arthur. "Sepertinya pembuat onar kita sudah mulai beranjak dewasa"
"Diam kau!" dia mendorong kuda milik Alice menjauh.
"Ehem!" Aaron yang menyadari kerusuhan itu mulai menegur dengan halus.
Sementara itu Elizabeth dia sudah tidak sabar ingin menunjukkan hasil sketsa yang dia buat selama beberapa malam.
'Aku tidak terobsesi mengubah alur, jika memang semua berjalan sesuai cerita novelnya aku tidak akan membenci atau menyalahkan siapa pun. Satu hal yang pasti, aku hanyalah tokoh sampingan, mungkin usahaku tidak akan begitu berpengaruh pada cerita utama' Elizabeth menghela napasnya.
'Jangan pesimis dulu Eli...fokus saja pada apa yang akan kuhadapi sekarang.'
❀❀❀
"Wow..." Elizabeth melihat ke kanan dan kirinya, sebuah mansion berukuran sedang yang sangat jauh berbeda dengan kastel yang dia tinggali.
Bahkan di dalam mansion itu tidak disediakan kepala pelayan, hanya para pelayan biasa. Tidak ada yang menyambut secara heboh kedatangan Elizabeth sangat berbeda sekali dengan biasanya.
'Kalau seperti ini, jelas sekali, Archie terlihat seperti konglomerat yang sedang belajar menjadi orang biasa.'
Tak...tak...tak.
Suara langkah kaki yang turun dari anak tangga mulai terdengar.
"Apa yang kagumi di sini, tidak ada apa pun yang bisa memuaskan kekagumanmu. Kembalilah ke kastel sekarang."
"..."
Elizabeth melihat pria remaja yang menjelma menjadi pria dewasa hanya dalam waktu beberapa bulan saja. Tingginya, suaranya, benar-benar banyak yang berubah dari Archie. Belum lama ini usianya sudah genap 18 tahun. Di dunia modern dia sudah termasuk usia legal bukan lagi anak di bawah umur.
"Aku baru saja tiba, tapi Archie sudah mengusirku." Ketus Elizabeth, dia sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan dingin itu.
"Apa yang kau cari di sini, lihat, hanya sebuah rumah usang tanpa fasilitas yang layak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Worry, We'll Get Divorced
Historical FictionWaktuku terbatas. Hanya itu yang kutahu. Namun apa aku juga harus berakhir di penjara berkat kebencianmu? Tidak akan kubiarkan hidupku berakhir mengenaskan, aku akan melarikan diri dan mati dengan tenang setelah menceraikanmu. ©Original story by...
