Tragedi yang Terulang

12.6K 1.2K 13
                                        

Setiap hari, seperti mimpi buruk yang sangat Panjang. Sinar matahari pagi yang seharusnya menjadi penanda awal yang baik, justru menjadi alarm kematian yang terus mencekik.

Aku berharap hari terus gelap gulita. Aku ingin memejamkan mata lebih lama, aku merasa enggan membuka mataku. Karena setiap kali aku membuka mata, aku akan mengulang kembali penyiksaan baik fisik mau pun mental.

"Akhh...kenapa tidak membunuhku langsung saja."

Kupikir waktu 2 tahun akan terasa mudah kulewati. Aku ingin menyerah bukan karena rasa sakitnya, aku hanya muak mengulang rutinitas yang sama sepanjang hari, aku juga jengah melihat wajah orang yang terus menyiksa tubuh kecil ini.

Aku merasa Lelah. Aku tidak bisa menangis mau pun tertawa, apa yang harus kulakukan dengan emosiku sendiri? Aku bahkan tidak merasakannya lagi, yang kurasakan hanya kekosongan.

Aku yakin siapa pun pernah mengalami hari di mana dia tidak merasa bahagia, tidak merasa sedih, tidak memiliki keinginan apa pun. Hari-hari seperti itu jauh lebih menyakitkan dibandingkan hari berduka, karena emosi yang biasanya kita rasakan serasa menguap begitu saja di udara. Bagaimana rasanya jika aku merasakan itu sepanjang hari? Tidak ada tujuan, semuanya jadi terasa begitu membosankan.

Sepanjang malam aku terus berdoa tidak akan pernah ada hari esok. Meski pun dunia hancur aku akan berpegang teguh pada prinsip itu. Aku ingin terbangun di tempat yang tenang, meski pun bukan surga. Tidak masalah meski itu hutan, gunung, atau padang rumput. Aku hanya ingin terbebas dari manor yang mengerikan ini.

"Nona, sudah waktunya untuk bangun dan bersiap-siap"

Ah, lagi-lagi suara pengasuhku. Sudah hampir dua tahun aku terbiasa mendengar suaranya yang sedikit bergetar dan serak, dia satu-satunya orang di rumah ini yang tidak turut andil menyiksaku dan cara bicaranya juga sangat lembut.

"Nona, Anda harus segera bangun jika tidak Nyonya Countess akan menghukum Anda lagi"

Tidak apa-apa, aku malah berharap dia menghukumku dengan kurungan lebih lama, agar aku bisa puas tidur dan menghindari kelas bangsawan yang membosankan.

Tunggu. Apa sudah dua tahun aku terjebak di sini?

Aku ter-nanap sesaat, hari yang kutunggu akhirnya tiba. Apa ini waktunya? Aku bisa segera pergi dari penjara ini?

"Emma, tanggal berapa hari ini?"

"Hari ini? Hng hari ke-30 musim gugur"

Ketika aku menjadi Aneesa, aku terbaring berbulan-bulan di ranjang rumah sakit. Sampai-sampai aku lupa menghitung waktu, bahkan aku tidak sempat pergi untuk melihat salju pertamaku di Cambridge, yah, aku mengikuti kemauan orang tuaku untuk mengambil sekolah bisnis, kemudian aku mendaftar di Cambridge University dan lolos, namun, sebagian besar waktuku kuhabiskan di rumah sakit tanpa sepengetahuan mereka.

Meski begitu aku masih saja dibandingkan dengan kakak yang merupakan lulusan terbaik Oxford. Aku semakin enggan memberitahukan perihal kondisiku waktu itu, mereka mungkin akan mengatakan aku benar-benar tidak berguna hanya bisa berbaring di rumah sakit sepanjang hari. Aku tidak ingin ber-ekspektasi terlalu tinggi itu yang membuatku diam.

Perasaan itu masih sama, hanya menunggu kapan musim berikutnya datang, aku tidak pernah menghitung waktu, karena waktu dengan sendirinya mendekat padaku, termasuk waktu kematianku.

Besok, seharusnya Elizabeth sudah dibawa oleh pengawal keluarga Grand Duke Everard. Ramalan yang turun di kuil suci seharusnya sudah sampai ke telinga Grand Duke, pada awal musim dingin kutukan Archie akan terbuka.

Ah, pantas saja belakangan ini mereka lebih sering mengambil darahku, mungkin surat dari keluarga Everard sudah sampai ke kediaman. Sebelum mereka membawaku, mereka rutin mengambil darahku untuk dijadikan sampel penelitian pihak kuil.

Don't Worry, We'll Get DivorcedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang