"Nona Aneesa, saat ini sudah ada satu pasien gagal jantung yang mendaftar donor organ, penerima organ meminta izin untuk bertemu Nona, apakah Anda bersedia?"
"Untuk apa bertemu?"
"Saya tidak tahu jelasnya, namun mereka mengatakan ingin bertemu dengan malaikat yang akan menyelamatkan putra mereka."
"Apakah saya boleh menolak, Dok?"
"Itu adalah hak Anda Nona, kami melindungi privasi pasien kami"
"Saya memberikannya dengan sukarela, jadi tolong jangan merasa berhutang apa pun pada saya, tolong sampaikan itu pada mereka."
"Baik saya akan menyampaikannya pada keluarga penerima donor"
Tiba-tiba saja dokter itu menyodorkan sebuah amplop putih pada Aneesa.
"Ini bukan uang, Anda jangan khawatir"
"Apa ini?"
"Nona, apakah Anda bersedia menerima surat yang ditulis dari seorang Ibu untuk Anda"
"Ya?"
"Tolong terima lah"
"Baiklah terima kasih dok."
Aneesa kembali dari ruang dokter, dia membawa surat dengan amplop putih itu, dengan tatapan kosong dia melewati lorong, dia menghitung langkah kakinya seperti sedang menghitung sisa umurnya.
"dua puluh tiga hari lagi genap tiga bulan sesuai diagnosis dokter" dia menghela napas, dia seakan menunggu jangka waktunya berakhir.
"Ah, suratnya." Elizabeth menggenggam surat itu erat hingga amplopnya basah karena telapak tangannya yang berkeringat, meski pun ruangan itu sejuk, dia tetap berkeringat banyak seakan-akan saraf yang mengatur keringat di tubuhnya sudah rusak.
Dia tampak ragu-ragu membukanya, "dari seorang ibu katanya"
Namun muncul rasa penasaran, seperti apa curahan hati ibu dari orang lain, apakah bisa dibandingkan dengan ibunya sendiri yang bahkan tidak mengetahui jika putrinya sedang di ambang kematian.
"Hmm, amplopnya wangi" dia bisa mencium aroma kasih sayang yang tulus dari sana, dia sangat niat memberikan surat itu.
'Teruntuk malaikat baik hati, siapa pun dirimu, saya ingin mengucapkan terima kasih mewakili putra saya Ansel, sejak kecil dia mengidap penyakit jantung. Saat itu saya merasa tidak ada harapan lagi untuknya, namun sebuah keajaiban dia bisa bertahan di usianya yang mau menginjak 22 tahun, lalu, keajaiban lain muncul, ada seorang malaikat yang bersedia mendonorkan jantungnya untuk putraku. Siapa pun dirimu, kami akan selalu mendoakan agar Tuhan senantiasa melindungimu di surga, sekali lagi terima kasih banyak'
Aneesa meremas kertas itu. Dia merasa cemburu, ya, perasaan yang sudah lama dia tekan muncul kembali ke permukaan.
"Anak ini. Dia beruntung sekali."
"Dia mendapat dua kali keajaiban, bagaimana denganku? Adakah keajaiban yang Tuhan berikan padaku? Yang kudapatkan selalu saja nasib sial." Dia tidak menyalahkan orang lain, dia hanya menyalahkan dirinya sendiri yang tidak pernah beruntung.
"Ansel, Aneesa, nama kita hampir mirip tapi nasib kita berbeda."
"AKHHH!"
Tiba-tiba sebuah teriakan yang keras membangunkan Elizabeth dari tidurnya, dia meninggalkan mimpi yang diambil dari pengalamannya semasa hidup.
"Archie!" Ah, Elizabeth lupa jika sudah waktunya kutukan itu kembali berjalan.
Dia menyalakan pengharum yang dapat memicu rasa kantuk, membuatnya tertidur lebih awal, meninggalkan Archie yang masih terjaga sejak tadi dengan rasa haus di tenggorokan yang semakin parah.
Elizabeth menarik kepala pria yang hampir menghancurkan seluruh benda di dalam kamar, para pelayan mengetuk pintu, namun Elizabeth tidak punya waktu untuk membukanya.
Jendela kamar itu terkunci, Rudolf yang Archie perintahkan untuk menjaga jarak dari kamar Elizabeth pun tidak dapat langsung masuk, selama ada Archie di dalam kamar itu para kesatria telah diberikan titah untuk tidak melanggar batasan.
Tapi dia lupa, di saat darurat seperti ini hanya tersisa Elizabeth saja di dalam kamar itu, dia kesulitan mengontrol kekuatan Archie yang luar biasa.
Para pelayan di luar selain Karl tidak diperkenankan masuk, itu adalah batasan yang sudah ditentukan juga, mereka bergegas memanggil kepala pelayan untuk membantu, namun sepertinya akan terlambat.
Elizabeth menggigit keras pergelangan tangannya, seperti biasa, dia membiarkan Archie mengendus terlebih dahulu aroma darahnya.
Perlahan dia mendekat ke arah Elizabeth, namun kali ini...dia menarik tubuh kecil itu dengan kasar, kemudian melewati pergelangan tangannya. Dia menargetkan titik lain.
"Archie!" Elizabeth tidak merasa sakit, dia hanya merasa tidak nyaman, karena Archie menghisap lehernya seperti vampir.
"Archie apa kau vampir! Archie lepas!"
Dia benar-benar menghisap dari gadis kecil itu, napasnya yang memburu bisa terdengar dengan begitu jelas di telinganya. Bayangkan tubuh besar Archie yang menindih tubuh gadis yang tiga kali lipat lebih kecil darinya.
Archie meremas rambut wanita itu, dia seperti monster yang haus akan darah. Dia tidak menyadari apa yang dia lakukan telah menyakiti Elizabeth. Gadis kecil itu mulai merasakan sesak, tenggorokannya tercekik, dia tidak bisa memberontak, tenaganya tidak sebanding dengan kekuatan milik Archie.
'Elizabeth telah mengorbankan banyak hal untuknya, jika dia mencintai orang lain, maka dia adalah orang paling bodoh di dunia.' Itu adalah apa yang Elizabeth pikirkan, tentang Elizabeth yang asli, di mana dia menderita namun pengorbanannya tidak pernah dilihat oleh siapa pun.
"Archie aku benar-benar akan menagih hutangmu dua kali lipat jika kamu melakukan ini!" Archie mendorong tubuh Elizabeth, kesadarannya perlahan mulai normal.
Terlambat, leher kanannya sudah berdarah dan memar. Meninggalkan jejak yang mungkin akan disalah pahami oleh orang-orang.
"Akh kepalaku." Archie tiba-tiba saja menghempaskan dirinya ke sofa, setelah mendorong gadis kecil itu hingga membentur dinding meja.
"Eli—" pandangannya masih kabur, tapi dia bisa melihat tubuh yang tergeletak di samping meja kayu itu.
Dia mengerjap sekali lagi, perlahan pandangannya menjadi lebih jelas.
"Eli!" seketika Archie menyadari apa yang telah dia lakukan, Elizabeth tidak sadarkan diri, darah segar mengucur dari leher dan kepala bagian belakang.
Archie berteriak memanggil para pelayan, mereka bergegas masuk setelah mendapatkan izin.
"Cepat! Panggilkan tabib sekarang!"
"Baik Grand Duke muda"
❀❀❀
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Worry, We'll Get Divorced
Historical FictionWaktuku terbatas. Hanya itu yang kutahu. Namun apa aku juga harus berakhir di penjara berkat kebencianmu? Tidak akan kubiarkan hidupku berakhir mengenaskan, aku akan melarikan diri dan mati dengan tenang setelah menceraikanmu. ©Original story by...