Matahari telah terbenam. Sudah menjadi aturan dalam setiap peperangan, saat matahari terbenam seluruh pasukan harus menarik pedang mereka, kembali menuju barak masing-masing, mengumpulkan energi untuk berperang kembali ketika matahari terbit besok. Mereka yang selamat membawa rekan mereka yang telah gugur. Darah-darah itu mengering secara perlahan, dan akan kembali basah esok hari.
"Yang Mulia, satu persatu korban berjatuhan. Bagaimana bisa pasukan kita—"
SRAK. Ezekiel menodongkan pedangnya tepat di leher komandan pasukan sayap kiri. "Kau terlalu banyak bicara. Tugasmu bukan untuk meremehkan pasukan kekaisaran."
"Ma-maafkan saya Yang Mulia. Saya pantas mati."
"Saat matahari terbit besok. Aku ingin seluruh pasukan milik orang itu mati. Bagaimana pun caranya."
"Anda tenang saja Yang Mulia—" Fitz muncul dengan senyum lebarnya, dia memberi isyarat melalui matanya, jika tugas yang diberikan oleh Ezekiel telah selesai dia lakukan.
"Thomas, kau dengar itu? Lain kali gunakan otakmu juga, bukan hanya fisikmu."
"Tolong maafkan kebodohan saya"
"Mari kita lihat, apa yang akan terjadi besok." Dia tersenyum seolah sudah begitu menantikannya.
Suara angin yang lembut memasuki tenda peristirahatannya. Itu adalah sosok yang dia nantikan.
"Azdraele, kenapa kau datang?" dia bertanya menggunakan telepatinya, karena hanya dia yang dapat melihat wujud Azdraele.
"Tolong ampuni ketidakberdayaan saya Yang Mulia"
"Katakan. Apa terjadi sesuatu di sana?"
"Wanita itu berhasil melarikan diri, Yang Mulia."
"Bagaimana mungkin?!"
"Saya tidak bisa mendekat mau pun mengikutinya, karena energi racun yang terpancar darinya cukup pekat, Anda tahu jika klan naga terutama saya yang tinggal di alam fana lemah terhadap racun deathrooth, hanya setelah meminum bunga keabadian barulah saya mampu mengembalikan kekuatan saya"
"Jadi, kau bahkan tidak dapat mengikuti jejaknya?"
"Dia dilapisi oleh darah beracun yang menetes, saya tidak dapat mengikutinya."
"Lalu apa gunanya dirimu kuperintahkan untuk mengawasinya?"
"..."
"Fitz!"
"Ya, Yang Mulia"
"Aku memberimu perintah, diam-diam pergilah untuk menemukan wanita itu."
"Apakah dia melarikan diri, Yang Mulia?"
"Sungguh—aku tidak mengira pertahanan menara sihir sangatlah lemah. Namun aku yakin dia masih belum pergi terlalu jauh. Tangkap dia dan kurung di penjara yang lebih ketat."
"Baik Yang Mulia"
"Tidak boleh ada yang mendengar soal ini. Apalagi Archie, jika sampai kabar ini tersebar, aku akan memotong lidah kalian satu persatu-satu."
"Baik, Yang Mulia." Tatapan penuh ketakutan terpancar dari wajah mereka. Mereka tahu jika ancaman yang keluar dari mulut Ezekiel bukan hanya sekedar ancaman. Dia benar-benar tega melakukannya, tanpa perasaan menyingkirkan siapa pun yang tidak lagi berguna untuknya.
"Lalu, kau—komandan pasukan kanan. Awasi dengan ketat barak musuh, mungkin saja wanita itu akan mencari pertolongan di sana."
"Baik"
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Worry, We'll Get Divorced
Historical FictionWaktuku terbatas. Hanya itu yang kutahu. Namun apa aku juga harus berakhir di penjara berkat kebencianmu? Tidak akan kubiarkan hidupku berakhir mengenaskan, aku akan melarikan diri dan mati dengan tenang setelah menceraikanmu. ©Original story by...
