Lorong yang Dingin

10.1K 1.1K 4
                                        

!PERINGATAN! ||Episode ini mengandung narasi tentang adegan kekerasan secara eksplisit yang mungkin bisa memicu trauma, harap pembaca lebih bijak dalam membaca||

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

"Nona, sebelum bertemu Tuan Muda, ada yang ingin saya beritahukan terlebih dahulu"

Dia lagi-lagi menatapku dengan sorot matanya yang sayu, aku bisa melihat mata birunya yang jernih berkaca-kaca seperti kolam yang airnya ditapuk. Ya, aku semakin yakin untuk mempercayainya.

Julie, pelayan setia yang selalu mengikuti Elizabeth, di dalam narasi novel ada momen ketika Elizabeth menanyakan perihal kesetiaan yang Julie berikan padanya. Pelayan itu tidak mengatakan, namun dalam monolog hatinya, dia merasa kasihan pada Elizabeth yang mengalami kekerasan fisik, di tambah lagi dia benar-benar merawat Elizabeth sejak pertama kali dia datang ke kastel. Dia memiliki jiwa keibuan yang luar biasa.

Aku tidak bisa menampik, orang-orang yang baik padaku justru mereka yang menganggap rendah diri mereka sendiri, menganggap derajat mereka tidak lebih tinggi dari derajatku. Padahal nilai manusia tidak ditentukan dari seberapa besar harta dan kekuasaan mereka, tapi dari cara mereka memperlakukan orang lain.

Orang yang melahirkanku dari dalam rahimnya sendiri justru tidak memiliki sedikit pun ikatan batin denganku, tapi para pengasuhku, mereka seperti ibuku sendiri.

"Nona?" Julie memanggilku yang sedang sibuk melamun memikirkan tentang dirinya dan pengasuh-pengasuhku sebelumnya.

"Ya, Julie tolong jelaskan padaku" aku memintanya mengulang apa yang sebenarnya ingin dia katakan.

Dia tampak sedikit menghela napas, "Tolong tunggu sebentar Nona" dia berjalan ke arah lemari besar itu, mengambil mantel bulu beruang kemudian menyampirkannya di pundakku. Dua orang pelayan yang sudah menunggu di luar kamar menyambut kami, mereka mengikuti dari jarak yang sudah Julie tetapkan.

Kami melewati lorong yang memiliki pencahayaan minim, namun tampak cukup terang karena sinar bulan menembus melalui jendela yang berderet, serta lubang kaca di langit-langit dinding beton itu.

Hah, rupanya tidak begitu menyenangkan tinggal di dalam kastel. Harus melewati lorong yang panjang ini sepanjang hari, rasanya cukup melelahkan. Di depan masih terdapat tangga utama, kemudian melewati aula tamu yang sangat luas atau biasanya disebut dengan ballroom, setelah itu barulah kami tiba di pintu utama kastel untuk menyambut para kesatria yang datang.

"Nona, walau pun Tuan Muda kami memiliki aura yang dingin, namun beliau adalah laki-laki hebat calon penerus keluarga ini, beliau di usianya yang masih muda sudah banyak berjasa untuk wilayah ini, jadi, saya berharap Nona tidak merasa takut atau terintimidasi karena sikap beliau" Julie bicara dengan sangat hati-hati.

Aku mengerti, dia takut aku akan kabur karena sosok Archie yang menakutkan? Bagaimana mungkin aku takut, aku sudah melewati begitu banyak hal yang jauh lebih mengerikan dari pada bertemu dengan manusia, jika dia menodongkan pedangnya di leherku itu malah bagus.

Aku manusia, dia hanya karakter buku, apa yang perlu ditakutkan?

"Aku mengerti" seperti biasa, aku menjawabnya dengan anggukan singkat. Aku tidak suka jika harus berpura-pura bodoh dengan ribuan pertanyaan yang tidak penting. Jika aku mengerti aku akan mengatakannya dengan jelas.

Lagi-lagi Julie menurunkan kelopak matanya, dia tampak heran melihat sikapku yang selalu tenang.

"Apa Nona merasa lelah?" dia bertanya, aku yakin lorongnya masih panjang.

Don't Worry, We'll Get DivorcedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang