"TOLONG jaga Kanda Angga untuk kami."
Ucapan itu yang mengantarnya pergi ke tujuannya semula sebelum singgah di rumah Airlangga. Menunduk, sepanjang jalan setapak menuju hutan dia tidak bisa berhenti memikirkan sahabatnya. Di tepi hutan, dia tetap berjalan nyaris tanpa nyawa. Sampai sebuah jejak menyentaknya. Jejak itu terlalu kasar. Jejak yang masih baru. Rumput bekas terinjak masih segar. Jejak ini baru berusia beberapa jam.
Dia langsung mengamati lebih serius lagi. Dua pasang kaki. Sepasang yang besar dan sepasang yang kecil dan beralas kaki. Jejak yang kecil terseret-seret. Dia yakin jejak kaki yang besar adalah kaki sahabatnya. Terlalu jelas. Airlangga meninggalkan banyak jejak yang mudah terbaca. Apa maksud sahabatnya itu? Dia makin waspada dan mempercepat pencariannya. Dia terus mengikuti tjejak itu sambil berpikir keras menebak arah pikiran sahabatnya. Kali ini Airlangga sangat tertutup. Dia tidak mengatakan apa pun tentang rencananya. Udayana terus mencari tahu rencana Airlangga sepanjang dia mengikuti jejak itu.
Semakin jauh masuk ke hutan, jantungnya makin berdetak tak teratur. Matanya awas membaca setiap petunjuk yang ada. Sampai akhirnya dia menyimpulkan:
Airlangga sudah menjalankan misinya.
Namun apa misinya? Dua jejak ini hanya menjelaskan bahwa dia bersama orang lain yang dia paksa mengikuti langkahnya. Itu saja. Udayana makin bergegas. Ketika dia menemukan carik kain berwarna putih, dia menggenggam kain itu dengan jantung makin berdetak. Dia mendapat kesimpulan kedua.
Airlangga membawa seorang wanita ke dalam hutan.
Apa ini? Kenapa kau menculik wanita, Bodoh? Karena lemah? Seorang gadis memiliki senjata lain yang sulit ditangkis seorang lelaki. Pria tua tidak akan merepotkan. Tinggalkan saja dia di hutan. Dia akan mati kelaparan di lumbung padi. Atau jika ingin lebih cepat, cukup umpankan pada harimau, urusan selesai. Namun gadis? Ah, kau terlalu bodoh, Angga! Kenapa kau tidak menceritakan rencanamu agar aku bisa memberi saran? Seorang gadis akan sangat merepotkan, Bodoh! Apalagi gadis kota. Gadis ini yang akan membuka jejakmu.
Masih menggerutu, carik kain itu langsung dia amankan. Berlari, dia terus mengikuti jejak yang ada. Dia menemukan lagi carik-carik yang lain yang dia yakini berasal dari kain yang sama. Dia terus belari tapi dia merasa jejak yang dia ikuti terasa aneh. Kenapa dia tidak sampai ke mana-mana? Dia selalu kembali ke titik semula. Sampai akhirnya dia menyadari apa yang Airlangga lakukan, dia terkekeh lalu menertawakan kecerdikan sahabatnya. Kesimpulan ketiga terbuka.
Dia berputar-putar di area yang sama untuk mengacaukan jejaknya. Jejaknya terlihat acak dan kacau seperti orang bingung yang tersasar di hutan. Namun dia percaya, Airlangga sangat mengenal hutan ini seperti dia mengenal dirinya sendiri. Dia tidak mungkin tersasar di sini. Airlangga sengaja melakukan itu.
Menyadari itu, dia bisa bernapas lebih lega. Sambil mengatur napas yang terengah karena panik, dia kembali berusaha membaca jejak yang ada sambil terus berusaha membaca jalan pikiran sahabatnya. Sampai satu titik dia yakin Airlangga akan berhasil bersembunyi baru dia berbalik arah, berjalan ke luar hutan. Dia harus segera memberi kabar pada Paman Tirta dan Rindang seperti janjinya tadi. Sepanjang jalan, ada yang dia lakukan pada jejak-jejak itu. Dia menebar kembali carik kain yang tadi dia kumpulkan. Dia yakin, Airlangga tahu bahwa tawanannya melakukan itu tapi dia biarkan saja. Maka dia akan biarkan saja carik-carik itu tersebar.
Mendekati tepi hutan, suara-suara gaduh membuatnya langsung siaga. Bergerak cepat, dia menyembunyikan diri di balik perdu. Namun dia segera sadar, orang-orang itu datang ke arahnya dengan tujuan mencari Airlangga. Dia bisa saja menyelinap pergi, tapi dia butuh berita. Gesit, dia memanjat ke pohon beringin terdekat. Tak lama, suara-suara itu utuh menjadi sosok-sosok manusia. Udayana sudah tenang di atas pohon mencuri dengar dengan senyum di kulum.
KAMU SEDANG MEMBACA
3, Kala Cinta Menyapa
Lãng mạn[Lereng Gunung Bromo, Hindia Belanda, 1831] . "Lalu untuk apa kau menculikku? Membawaku begitu jauh ke tengah hutan?" Diam. Senyap. Ells menunggu jawaban penculiknya. DIa benar-benar butuh jawaban itu untuk kemerdekaannya. "Ayahmu membunuh kakekku."...