82, Pagi Hari [17+]

12 2 0
                                    

ELLS terbangun terkejut. Entah apa yang membangunkannya. Namun tidurnya memang tak lelap. Tak pernah lelap sejak dia jauh dari lelakinya. Dan malam ini dia makin gelisah makin tidak bisa tidur. Dia seperti mendengar suara Airlangga mendesah menyebut namanya. Berbisik begitu dekat. Dia bisa merasakan napas Airlangga mendesau lembut di telinganya.

Dia terbangun dengan badan luluh lantak. Sakit sekujur badan. Lebih sakit dari kemarin.

Mungkin karena tidur tak lelapnya.

Malam sudah sangat larut. Sebentar lagi fajar. Dia tidak berharap bisa tertidur lagi. Tenggorokannya terasa sekering gurun. Perlahan dia bergerak bangun dan mengambil air. Seteguk yang ketika dia telan terasa sakit. Bahkan air putih pun susah dia telan.

Dan bau anyir darah itu, kenapa masih ada? Tidak ada lagi makanan di ruangan ini. Dia sudah menyuruh Bi Imah mengosongkan kamarnya dari makanan apa pun. Malam-malam sebelumnya memang Bi Imah selalu meninggalkan makanan meski hanya setangkup roti atau sedikit buah, berjaga-jaga jika Ells lapar di tengah malam. Hal yang tidak pernah terjadi. Tidak satu kali pun Ells memakan porsi itu. Tapi Bi Imah tetap melakukan itu. Kecuali malam ini ketika Ells membentaknya.

Tapi Bi Imah tidak pernah memberikan menu berat yang mengandung daging. Pun ada, pasti sudah dimasak dengan baik. Kenapa bau amis ini bisa tercium? Membuatnya sangat mual.

Ells mengambil kain yang dia pakai ketika datang. Di sana masih ada bau Airlangga yang tersisa. Dia memeluk kain itu sambil menghidu baunya. Bau anyir darah hilang terganti bau Airlangga. Dia menghidu makin dalam. Tapi badannya masih terasa tidak nyaman.

Ah, sudahlah. Tidak usah dirasa-rasai semua sakit tubuh. Mungkin itu pengaruh kehamilannya. Tidak ada Airlangga yang merawatnya. Mungkin nyeri itu bentuk protes tubuhnya yang terbiasa dimanja.

Duduk mengatur napas di tengah ranjang, dia melamunkan Airlangga. Air matanya menitik di sudut mata jatuh ke kain yang dia peluk dan dia hidu. Dia hanya bisa memeluk dan membelai perutnya. Hiburannya yang lain. Hiburan yang juga sering menyakitinya.

Separuh Airlangga bertumbuh di rahimku. Hanya anak ini penghubung kami. Aku akan menjaganya sepenuh hati seluruh jiwa.

Hanya anaknya yang mampu membuat Ells sedikit tenang. Sedikit merasakan kebahagian. Dia sangat berbahagia dengan kehamilannya.

Begitulah yang dia lakukan sepanjang sisa malam dingin yang tak bisa membuatnya tidur. Sampai kokok ayam jantan terdengar, matanya masih utuh terbuka. Kain Airlangga sudah tak berbentuk melilit-lilit di tubuhnya.

Kokok ayam semakin ramai. Ells melirik ke arah jendela. Melihat matahari yang sudah terlihat, dia hanya mampu mendesah pasrah.

Angga akan membangunkanku jika fajar sudah merekah seperti ini.

Biasanya Ells tidak akan langsung bangun. Dia akan menggeliat menggelinjang tetap bergelung bahkan sambil memeluk tungkai Airlangga yang terus berusaha membangunkannya. Ells akan kembali tidur, sampai akhirnya Airlangga akan membangunkannya lagi dengan aroma makan pagi yang sangat menggoda. Ditambah ciuman selamat pagi lelaki itu yang akan menjalar di seluruh tubuhnya. Kombinasi yang akan membuat Ells tersenyum bahagia bangun menyambut hari baru. Lalu mereka akan bersiap turun untuk mandi. Tapi lebih sering mereka bercinta menyambut pagi sebelum membersihkan tubuh.

Dia terus menghidu kain Airlangga, bergulang guling gelisah di ranjang sampai akhirnya jatuh tertidur.

***

Tak jauh dari kamar Ells. Matahari yang menyelinap masuk menghangatkan tubuh Airlangga. Dalam lelah dan sakit yang menemaninya ternyata dia tidak bisa tidur sama sekali sepanjang malam. Masih dengan lengan terentang dan tubuh bergelayut sempurna, dia berusaha melenturkan tubuh. Dan gagal. Nyerinya semakin terasa ketika dia melenturkan tubuh. Luka-luka itu semakin nyeri ketika dia bergerak. Airlangga menyerah. Membiarkan tubuhnya kaku untuk mengurangi sengatan sakit.

Dengan leher kaku dia berusaha menoleh ke arah matahari pagi. Meski matanya menyipit tapi senyumnya menyabit.

Bangunlah, Ells. Matahari begitu indah. Seindah dirimu.

Airlangga membayangkan dirinya mengecupi tubuh Ells untuk membuatnya menggeliat bangun. Dan dalam lelahnya, dalam semua sakit yang mendera tubuhnya, kenangan manis akan Ells dan pagi hari berhasil membangunkan gairahnya, kej*nt*nannya menggeliat bangun. Seakan Ells benar tersentuh jemari dan bibirnya.

Cukup membayangkan Ells, dia bisa bercinta dalam imajinya. Dengan tangan terentang, dia datang. Terpejam, dia menikmati gairahnya dan semua luka itu. Dia sungguh tak mengira, hatinya sedemikian erat melekat dengan Ells. Hanya jiwa yang menyatu yang bisa menyatukan hati yang mendamba dan tubuh yang terpisah seperti ini.

Tersenyum membayangkan semua itu, Airlangga jatuh tertidur. Tubuhnya masih terus bergelayut. Namun keindahan dan kenikmatan pagi membuat dia bisa melarungkan kesadarannya meski dengan tangan terenrang yang mati rasa.

***

Bangunlah, Ells. Matahari begitu indah. Seindah dirimu.

Ells menggeliat dengan senyum merekah. Suara itu membisik lembut di telinganya. Tangannya menggapai mencari-cari pemilik suara itu. Tak tergapai, tak ada. Sampai akhirnya dia sadar dia ada di mana, dia hanya bisa mendesah menarik napas masgyul. Tapi kenapa suara itu begitu jelas terasa? Dia bahkan bisa merasakan ciuman selamat pagi lelakinya. Serindu itukah dia? Tapi suara dan kecupan itu begitu nyata.

Ah, aku sudah gila.

Tapi Ells kembali menghidu aroma Airlangga di kain yang terus dia peluk sambil membayangkan yang dia bayangakan adalah nyata. Sampai dia merasa tubuhnya menghangat bahkan memanas. Panas yang lain yang hanya bisa dibangkitkan oleh lelakinya.

Kenapa tubuhku gelisah mendamba seperti ini?

Dia tahu rasa apa itu. Kebutuhan badannya akan kehadiran Airlangga semakin nyata. Kebutuhan yang hanya lelakinya yang dapat mencukupinya. Ells makin dalam menghidu jejak bau Airlangga di kain yang sudah kusut masai. Dia begitu merindukan ucapan selamat pagi dari Airlangga yang selalu diiringi kecup dan belai menggoda dan memuja.

Mungkin ingatan itu yang membuatku begitu mendamba.

Ells tidak pernah lagi mencoba menggoda dirinya setelah kegagalan waktu itu. Tapi pagi ini, semua terasa lain. Tubuhnya gelisah tak tenang.

Hanya Angga yang bisa membuatku datang dan tenang.

Perlahan, tangannya menyelusup ke balik gaun. Payudaranya sudah sangat kencang dengan puncak menantang. Tapi dia menganggap itu karena kehamilannya.

Tapi begitu dia menyentuh puncaknya, dia mendesah resah. Serasa Airlangga yang menggoda tubuh itu. Dia semakin membutuhkan lelakinya. Merasa tubuhnya semakin mendamba, dia melanjutkan menggoda intinya. Tubuhnya semakin gelisah.

Tuhan, aku butuh dia di sini. Untuk semua yang aku rasa, aku butuh dia di sini. Hanya dia.

Terengah, Ells berusaha tetap waras dengan kew*n*t*annya basah kuyup dengan tarian jemarinya. Tapi kali ini dia merasa jemarinya adalah jemari Airlangga yang menggodamya dan miliknya yang berusaha untuk menerobos masuk ke kedalaman tubuhnya.

Merasa di atas angin, Ells melanjutkan menggoda tubuhnya. Dia begitu mendamba. Merindukan rasa yang hilang bersamaan dengan perpisahannya. Dia begitu merindukan kebersamaan mereka. Bersama berdua mendaki gairah, saling menggoda dan memuja.

Dan setelah sekian waktu berada di tepian, Ells terus menggoda intinya, mendorong dirinya sendiri ke jurang indah bersama bayang Airlangga dalam benaknya. Akhirnya mereka melayang dalam kenikmatan yang begitu nyata. Menari melayang di awan. Bersama suaminya, dia terbang ke langit biru. Tinggi dan semakin tinggi sampai akhirnya meluncur jatuh jauh melayang dan kembali menjejak bumi.

"Airlangga..." desahnya puas. Puas sekali. Dia sudah begitu lama merindukan kebersamaan mereka. Ditambah dia bisa mendesahkan nama itu. Nama yang selama di rumah ini dia simpan rapat, terkurung di rongga mulut.

Ells mendesah puas, lalu jatuh tertidur dalam damai dengan jemari masih berada di intinya, berguling memeluk lengan yang terlilit kain. Matanya menyipit tapi bibirnya menyabit. Tersenyum menikmati pelukan lelakinya meski hanya berupa kain.

Ini tidur nyenyak pertamanya sejak ayahnya memisahkan mereka.

***

Bersambung


3, Kala Cinta MenyapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang