DI saat Udayana dan Rindang bekerja keras menutupi pelarian mereka, Airlangga sedang menikmati bulan madu di tengah hutan.
ELLS bersandar lemah di lekuk leher Airlangga, sementara Airlangga bersandar lunglai di batu. Mereka masih bersatu.
Melihat kekacauan yang terjadi, tak heran semua hewan melarikan diri dari sendang. Bekas kemuning dan pinus yang menjadi lulur mereka berserakan mengambang di air. Ditambah dedaunan yang tercerabut akibat tarikan tangan Ells.
"Kau membuatku gila, Ells." Mereka masih berpelukan. Airlangga mengelus punggung Ells.
"Lalu kau pikir kau tidak?"
"Aku melanggar janjiku sendiri."
"Apa?"
"Tidak akan bercinta di alam terbuka."
Ells tertawa kecil. "Sepertinya kau akan sering melanggar janji itu."
"Sepertinya begitu. Ayo, Ells..."
"Ke mana?"
"Pulang. Melanjutkan percintaan kita."
"Anggaaa...???"
Airlangga langsung berdiri, mengangkat tubuh Ells, bergerak cepat memakaikan kainnya.
"Apa kita perlu berpakaian untuk ke rumah, Angga?"
"Cukup sudah perilaku primata kita, Sayang. Tolong berlakulah seperti manusia yang beradab."
Ells terbahak keras. Berhenti ketika Airlangga menutup bibirnya dengan kecupan dalam sepanjang berjalan pulang. Dan ketika Airlangga menaiki sulur, Ells membalas perbuatannya dengan mengecupi punggung Airlngga, membuat mereka tersendat sampai ke atas. Tapi Airlangga membiarkan Ells menikmati punggungnya. Ells selalu seperti itu, mengecupi dan membelai punggungnya. Membuatnya selalu ingin menggendongnya.
"Aku terburu-buru dan kau membuatku lambat," desisnya ketika mereka sampai di atas. Ells langsung masuk, dan membuka diri. Membuat Airlangga terperangah ketika dia berbalik dari menutup pintu.
Menyeringai, dia mendekat. "Kau juga sama mendambanya, Sayang."
"Stop!" teriak Ells.
Airlangga berhenti selangkah di depan Ells.
Terheran.
"Hukuman akan dijalankan sekarang, Angga."
"Hukuman? Apa?"
Mengabaikan pertanyaan itu, Ells membuat Airlangga pun seterbuka dirinya. "Kau tidak boleh menyentuhku," desisnya di telinga Airlangga.
"Oh, Tuhan ... kau benar-benar akan menghukumku?"
"Tentu saja."
"Dengan tidak menyentuhmu?" tanya Airlangga lagi ketika Ells berputar mengelilinginya. Ells mengangguk cepat. Tangan Ells membelai acak. Dan secepat itu gairah Airlangga terbentuk.
"Ya, Sayang..."
Mengerang keras, "Itu kejam sekali, Ells..."
"Rasakan pembalasanku." Dan dimulailah pembalasan itu. Ells melampiaskan semua kejengkelannya atas ulah Angga mengerjainya selama menjadi tawanan. Kali ini, dia menyiksa Airlangga dengan caranya. Tak ada tubuh yang akan terluka, tidak akan ada hati yang tersakiti. Hanya ada hasrat yang tersumbat yang membuat Airlanggs pasrah dengan hukumannya.
"Tanganmu, Sayang..." Ells mengingatkan sambil mengelakkan tubuh ketika tangan Airlangga terangkat dan menyentuh kulitnya.
"Ells ... kumohon ... hukuman yang lain saja." Dia siap menerima hukuman apa pun.
"Tidak, Sayang. Nikmati hukumanmu." Ells kembali menggoda lelakinya. Meski hanya sentuhan-sentuhan ringan selewat angin tapi cukup membuat Airlangga bertambah gelisah, memohon dengan sangat untuk mengganti hukuman saja.
Tapi Ells sangat konsisten menjalankan hukumannya. Dia sama sekali tidak mengizinkan Airlangga menyentuhnya sementara tangannya ada di mana-mana di tubuh lelaki itu. Setiap kali tangan Airlangga bergerak, dia akan menjauh dan akan makin menyiksa suaminya lagi. Membuat Airlangga memilih mencengkeram erat kain mereka sampai tangannya berbuku putih.
"Kalau tanganmu tidak bisa diam, akan aku ikat," ancam Ells ketika lagi-lagi tangan Airlangga bergerak spontan.
"Potong saja tanganku, Ells. Akan lebih baik jika tidak ada daripada dia selalu bergerak spontan menyentuhmu."
"Lalu yang berikutnya kau tidak bisa menjamahku?" Ells terkekeh. "Dasar bodoh!"
"Kau yang membuatku bodoh. Aku tidak bisa berpikir." Tangannya mengepal erat sampai berbuku putih.
"Kali ini kau tidak perlu berpikir. Cukup nikmati saja hukumannu."
"Aku tidak bisa menikmati!."
"Kalau begitu diingat saja, Sayang. Agar kau tidak mengulangi lagi kesalahanmu."
"Pasti kuingat. Selamanya akan kuingat. Ini hukuman terberat yang pernah kuterima, Ells." Airlangga mendesis ketika Ells makin menyiksanya. "Beri aku hukuman yang lain, Ells." Mendesis, ulah kelihaian jemari Ells. "Pukul aku saja, Sayang. Cambuk aku."
"Tidak. Aku tidak mau kulitmu rusak. Aku tidak mau menyakitimu dengan cara biadab."
"Tapi ini hukuman paling biadab dari istri kepada suaminya."
"Nikmati hukumanmu, Sayang."
"Ells..." Airlangga mengerang pasrah. Ells kembali menggodanya, melanjutkan hukumam yang membuat Airlangga bergerak semakin gelisah.
"Ells... aku sudah sangat dekat..."
"Belum, Angga ... tahan..." Ells tertawa renyah menggoda.
"Ells...!" Bentak Airlangga jengkel. Namun Ells malah makin menyiksanya sampai membuat Airlangga tak sadar dan melanggar aturan hukuman. Tangannya bergerak menyentuh kulit Ells.
Ells langsung menjauh kali ini dia tidak mendekat lagi. Dia menyeringai kejam dan menggairahkan lalu makin menyiksa Airlangga dengan menggoda dirinya sendiri di depan lelakinya.
"Kau melanggar hukuman, Angga. Hukumanmu menjadi bertambah."
Airlangga hanya bisa mengerang keras dengan hukuman ini. Ells, hanya boleh dilihat, tidak boleh disentuh. Setiap kali Airlangga mendekat dia mengancam Airlangga dengan penambahan hukuman. Membuat Airlangga pasrah menunggu hukumannya selesai. Hanya bisa melihat Ells tanpa bisa menyentuhnya adalah siksaan yang sebenarnya.
Dia hanya bisa melihat ketika Ells mendaki sendirian saja. Semakin tersiksa ketika Ells tidak mengizinkan dia menyentuh dirinya sendiri. Tangan Airlangga benar-benar tidak boleh dipergunakan untuk dirinya atau untuk Ells. Sampai rahangnya mengejang keras dengan gigi bergemeletuk keras ketika dia menyadari Ells semakin di tepi. Kepalanya berdenyut hebat apalagi kepalanya yang tidak berotak.
Sampai akhirnya Ells melayang sendirian, Airlangga hanya bisa menahan napas dan bertahan menahan hasratnya.
"Bagaimana, Ells?"
"Bagaimana apa?" Ells masih menjauh, masih menggoda Airlangga.
"Apa hukumanku sudah selesai?"
"Baiklah. Memang lebih nyaman mendayung bersama."
Airlangga langsung menerjang. Membuat Ells terbahak.
"Ingat janjimu, Sayang."
"Aku ingat. Sungguh!"
***
Bersambung
Scene ini aslinya hawt banget. Tapi karena saya turunin tensi eh rate novel, jadi banyak part saya perhalus. Part ini yang paling susah. Akhirnya jadi bab paling pendek. Nggak sampai 1k.
KAMU SEDANG MEMBACA
3, Kala Cinta Menyapa
Romance[Lereng Gunung Bromo, Hindia Belanda, 1831] . "Lalu untuk apa kau menculikku? Membawaku begitu jauh ke tengah hutan?" Diam. Senyap. Ells menunggu jawaban penculiknya. DIa benar-benar butuh jawaban itu untuk kemerdekaannya. "Ayahmu membunuh kakekku."...