VAN LOEN turun tangan langsung. Tentu saja. Ells putrinya. Dia tentu tidak akan tinggal diam sampai putrinya itu ditemukan. Tubuh tuanya mungkin protes, tapi cinta seorang ayah menjadi bahan bakar dia bergerak. Setelah menghubungi petugas, dia tidak tinggal diam. Dia ikut mencari. Membiarkan petugas mencari bukti dan Topan mengacak-acak hutan, dia mencari di tempat lain.
Derap langkah kaki kuda memacu di hari yang cerah. Derapnya membuat kepulan debu membumbung membuat mata perih dan napas sesak. Ini desa ketiga yang akan dia datangi. Tubuh tuanya semakin ribut berteriak apalagi setelah semalam berpesta. Namun bayangan Ells membuat tenaganya seperti terisi ulang dengan sendirinya. Meski tersendat, tenaga itu masih bisa membuatnya tetap berada di atas punggung kuda.
Memasuki jalan desa, dia memperlambat laju tunggangannya. Di setiap desa yang dia datangi, ketika dia masuk, warga langsung mengambil sikap siaga. Mereka langsung berusaha menjauh, tak ingin mencari ribut. Sebenarnya, van Loen pun tidak yakin dengan apa yang dia lakukan. Dia sendiri tidak tahu apa yang dia cari. Tidak tahu dan tidak kenal. Setiap kali dia bertanya, dia harus menjelaskan duduk perkaranya. Setelah berpanjang kata, dia hanya mendapat gelengan saja.
Di satu titik, dia total berhenti. Tatapannya terfokus pada satu titik. Hutan. Hutan yang menyembunyikan anaknya. Tanpa diperintah otak, dia mengarahkan tunggangannya ke arah hutan.
Apa yang sudah mereka dapatkan di sana? tanyanya penuh harap,
Masih menunggang kuda, dia memasuki hutan.
"Benar di sini mereka mulai mencari?" tanyanya tiba-tiba pada pelayannya.
"Benar, Tuan. Mereka mengikuti Bingo.
Van Loen menarik napas masygul. Apa yang dia ketahui tentang hutan? Sesekali berburu babi hutan dengan pengawalan lengkap tentu tidak bisa masuk hitungan. Hutan adalah wilayah yang asing untuknya.
"Panggil Topan," perintahnya. Jika dia asing di sini, tentu Topan tidak.
"Baik, Tuan." Satu orang langsung melesat.
Entah bagaimana caranya dia menemukan Topan, van Loen tidak peduli. Sambil menunggu, dia melihat-lihat sekitar. Hanya ada pohon dan perdu. Apa yang bisa Ells lakukan di tempat seperti ini? Anak itu sama saja seperti dirinya. Dia terbiasa menjadi putri. Dilayani sampai ke urusan terkecil. Apa yang terjadi dengan anak itu sekarang? Tanpa pelayanan, bahkan mungkin sekarang dia sedang tersiksa bahakn disiksa.
Mengingat itu, van Loen makin tersiksa sedih dan marah. Tekatnya makin membulat meemukan penculik Ells.
Tak lama yang dipanggil terlihat menuju ke arahnya. Topan hanya berdiri diam menunggu perintah.
"Apa yang kamu dapat?"
Topan merogoh kantung samping bajunya lalu memberikan isi tangan pada majikannya.
Carik-carik gaun Ells.
Melihat itu, hati van Loen mencelus. Hatinya tercabik seperti carik kain itu.
"Hanya ini yang kalian temukan?"
Topan mengangguk. "Iya, Tuan. Sepertinya Nona Ells sengaja merobek gaunnya untuk penanda."
Mendengar itu, van Loen tersenyum. "Teruslah mencari."
"Baik, Tuan."
"Apa ada petunjuk di mana kira-kira Ells sekarang?"
"Kami masih terus mencari. Kami menemukan tiga jejak."
"Hah?"
"Kemungkinan ada dua orang yang menculik Non Ells. Tapi ada kemungkinan orang kedua baru bergabung setelah Non Ells sampai di hutan."
![](https://img.wattpad.com/cover/357534445-288-k671452.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
3, Kala Cinta Menyapa
Romantizm[Lereng Gunung Bromo, Hindia Belanda, 1831] . "Lalu untuk apa kau menculikku? Membawaku begitu jauh ke tengah hutan?" Diam. Senyap. Ells menunggu jawaban penculiknya. DIa benar-benar butuh jawaban itu untuk kemerdekaannya. "Ayahmu membunuh kakekku."...