95, Yang Selalu Dirindu

11 2 0
                                    

MAKAN pagi sudah selesai. Mereka melanjutkan pembicaraan di ruang kerja van Loen dengan Robert yang dongkol, tidak terima dengan pilihan hati Ells. Sesekali matanya melirik tajam ke arah Airlangga.

Dengan tubuh sebesar itu, hanya karena dia mengizinkan aku menghancurkannya maka aku bisa melukainya.

Tubuh Airlangga memang mengintimidasi. Terlebih sekarang dia memakai pakaian resmi, berdiri di tepi jendela, sesekali bersuara jika ada pertanyaan yang ditujukan padanya. Selebihnya, dia memilih diam.

Tapi dari jawaban-jawaban singkatnya, semua yang ada di situ tahu, bahwa inlanders ini cerdas. Pengetahuannya luas tentang apa yang tengah terjadi, bahkan di tengah daratan Eropa. Pater Blank mendidiknya sangat baik.

Apalagi yang tengah terjadi di Hindia Belanda. Dia bisa menjelaskan dengan lancar keadaan Jawa pasca De Java Oorlog beserta konsekuensi yang harus Belanda hadapi akibat perang itu dan Perang Padri, perang yang menyebabkan der Passe memilih pindah ke tanah Jawa, meninggalkan wilayah Kerajaan Pagaruyung.

Ells hanya diam.

Ini percakapan lelaki, aku tak suka. Aku ingin menarik Angga keluar dari ruangan ini untuk kunikmati sendiri. Tapi itu bisa nanti, lebih baik aku bersabar. Saat ini biarlah Angga-nya menunjukkan siapa dirinya, membuat semua terkesima. Biar semua tahu siapa Angga. Ells tak salah memilih lelaki, Papa.

"Kenapa kau tersenyum-senyum sendiri, Ells?" tanya van Loen setelah beberapa kali melihat Ells hanya duduk di sofa sambil sesekali tersenyum manis.

Tergagap, Ells tersadar di mana dia berada. "Ah, tidak, Papa." Dia bangkit berdiri, berjalan ke arah Airlangga. "Aku hanya tidak tertarik dengan pembicaraan kalian para pria."

"Lalu, apa yang membuatmu sesekali tersenyum?"

"Kelihatannya Angga berhasil membuat Papa terpana." Dia menyelusupkan tubuhnya ke punggung Airlangga, memeluk Airlangga.

Van Loen hanya tersenyum membenarkan. "Kau sangat tidak terduga, Anak Muda."

Airlangga hanya tersenyum kecil, sambil balas memeluk lengan Ells yang melingkari pinggangnya.

"Percayalah, Ells, ada banyak anak negeri seperti aku di luar sana. Hanya kesempatan yang tidak menjemput mereka. Orang seperti Pater Blank sangat sedikit. Kami berasal dari jejak negeri berperadaban besar."

"Kau benar."

Van Loen, melihat bagaimana sepasang mereka berlaku, semakin yakin, bahwa keputusan cepatnya sangat tepat. Cepat, tepat.

Airlangga akan menjaga Ells dengan sangat baik.

***

Pembicaraan beralih ke masa nostalgi van Loen dan der Passe, ketika di tanah leluhur, ketika awal menjejak nusantara, sampai ketika anak-anak mereka mulai lahir. Kedatangan der Passe memang sekaligus untuk berpamit. Sebentar lagi dia harus pindah ke Buitenzorg. Dia menceritakan tentang Lands Plantentuin de Buitenzorg. Dia memang memiliki minat yang lebih dengan tanaman.

Mendengar cerita tentang Lands Plantentuin de Buitenzorg, sebuah tempat berupa hutan buatan untuk kepentingan penelitian. Airlangga semakin merindukan hutannya.

Airlangga memilih untuk diam memandang ke luar jendela.

Kembali, Angga menatap rindu ke arah hutan. Suara der Passe semakin samar-samar. Namun cerita tentang hutan buatan itu menjadi latar imaji Airlangga tentang hutannya. Dia pun selalu menjaga isi hutan. Pohonnya, perdunya, binatangnya. Orang-orang yang disebut inlanders hidup bersahaja bersahabat dengan alam. Mereka hanya mengambil seperlunya saja dari alam. Sisanya mereka jaga untuk anak cucu. Tidak seperti pendatang yang ingin menguasai semua. Tidak seper—

3, Kala Cinta MenyapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang