MEREKA kembali berjalan. Dalam diam. Hanya berteman suara binatang, desau angin, gemersik daun, dan sesekali kecipak air dari mata air yang sangat banyak tersebar di penjuru hutan. Senyap yang berhasil menghilangkan pikiran-pikiran yang tadi sempat muncul di benak masing-masing. Tapi apa benar diam itu membantu menghilangkan? Atau diam itu malah menyegarkan isi kepala? Tapi mereka tidak ada pilihan lain selain diam. Kembali menjadi musuh yang berjarak.
Ells memang diam. Tapi hanya diam tidak bertanya pada penculiknya. Dia terus menggerutu dan mengeluh dalam hati meski gerutu itu sering tetap keluar dan terdengar penculiknya.
Dia memang tidak berharap penculiknya memperlakukan dia seperti perlakuannya ke keluarga rusa, tapi paling tidak lelaki itu mengertilah sedikit kepayahannya berjalan. Penculiknya mendengar gerutu dan keluh kesah itu, tapi dia malah membuat perjalanan terasa makin menyiksa Ells.
Di daerah datar, dia berjalan cepat, membuat Ells setengah berlari mengejarnya. Di daerah mendaki, dia membiarkan Ells merangkak sendiri menaiki tebing kecil. Dia tetap diam, hanya melihat saja, meski Ells berkali-kali gagal sampai terjatuh terjengkang. Membuat Ells makin menggerutu, mengeluh, ditambah mengaduh. Sekujur badannya sakit sekali.
Sebenarnya sesekali penculiknya mengulurkan tangan hendak membantu Ells memanjat, apalagi jika bagian menanjak itu cukup tinggi dan terjal, tapi Ells yang kepala batu menepis uluran tangan itu. Jadilah ketika Ells merangkak naik penculiknya hanya menunggu di atas sambil memetik buah dan menikmati kesegaran buah itu. Membuat Ells semakin jengkel. Tubuhnya makin tidak berbentuk ditambah wajah yang terlipat-lipat. Sungguh, ayahnya pun tidak akan mengenali Ells yang seberantakan ini.
Matahari mulai tergelincir di barat. Warna jingga yang dilatari birunya langit terhalang rimbun pepohonan. Ada rasa lega mendapati hari sebentar lagi menjadi malam, tanda sebentar lagi mereka akan beristirahat. Airlangga dan tawanannya terus berjalan. Ells berusaha terus tabah dan bersabar, tanpa sepatah kata pun terucap. Hanya gerutuan Ells yang tetap terdengar ditingkahi sesekali suara mengaduh ketika Ells terjatuh, tersandung, atau terjerembab.
"Aduh!" Airlangga menoleh ke sumber suara yang kali ini terdengar sangat jelas. Dia melihat gadis itu sudah mencium tanah. Lagi.
Namun kali ini Ells tidak langsung berdiri. Dia malah meletakkan kepalanya miring di tanah seperti orang tidur di ranjang. Pipinya menempel utuh di tanah. Menarik napas kesal, Airlangga berjalan ke arah gadis itu lalu langsung menjulurkan tangan, menyuruhnya bangun.
.
Plak.
.
Tapi uluran tangan itu ditepis sadis. Ells menolak bangun. Dia lelah dan dia masih merasai lututnya yang berdenyut ulah menghantam tanah. Ulah Ells membuat penculiknya kembali mendengus kasar. Dia tetap berdiri di samping gadis itu yang sepertinya tidak berniat bangun.
Kali ini Airlangga menyerah. Dia menjatuhkan tubuhnya di tempat yang sama. Duduk dengan lutut menyiku yang menjadi tumpuan lengannya. Dia sempat melihat mata gadis itu terpejam. Tapi itu tak lama, gadis itu membuang muka menoleh ke arah sebaliknya. Airlangga terkekeh lepas. Sangat menjengkelkan di telinga Ells. Sungguh, dia ingin menarik keluar lidah lelaki itu agar tidak bisa bersuara.
Kali ini Airlangga membiarkan saja gadis itu merajuk. Dia memang sudah menyiksa gadis ini sepanjang pagi dan siang. Sejak pikiran kotor mengisi kepalanya, dia berusaha membersihkan pikiran dengan menyiksa gadis itu. Ditambah gadis itu sangat keras kepala, Airlangga semakin menyiksa tawanannya. Sisi inlanders-nya puas mendapati tuan putri itu tersiksa. Tapi sisi lelakinya yang lembut dan terbiasa melindungi wanita berontak hebat.
Dua hal yang bertolak belakang ini membuat kepalanya pening dan batinnya tak tenang. Membuat dia duduk merenung sambil memperhatikan tawanannya. Menjeda waktu berjalan dengan beristirahat.
![](https://img.wattpad.com/cover/357534445-288-k671452.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
3, Kala Cinta Menyapa
Romance[Lereng Gunung Bromo, Hindia Belanda, 1831] . "Lalu untuk apa kau menculikku? Membawaku begitu jauh ke tengah hutan?" Diam. Senyap. Ells menunggu jawaban penculiknya. DIa benar-benar butuh jawaban itu untuk kemerdekaannya. "Ayahmu membunuh kakekku."...