63, Kembali Meragu

7 2 0
                                    

LANGIT segelap malam. Bintang utara berkedip lemah untuk tetap setia menunjukkan arah bagi makhluk tersesat. Bulan menjelang purnama terhalang tebalnya awan. Rinai hujan membentuk tirai alam yang indah. Angin membawa dingin.

Keindahan yang terhalang kesuraman malam.

Airlangga berusaha keras menekan perasaannya, hanya untuk sekadar menyisakan sedikit ruang di hatinya untuk tersenyum pada wanitanya.

"Bercintalah denganku, Angga," pinta Ells di dada Airlangga.

Aku selalu bercinta denganmu, Daniella. Sekasar apa pun itu, aku selalu bercinta. Itu hanya aku kadang tak tahu cara lain memberitahukanmu besarnya kasihku. Aku selalu bercinta denganmu. Hanya denganmu.

"Ells ... aku mencintaimu..."

Dengan cinta yang cukup untuk menenggelamkanku.

Kembali, sesak itu memenuhi rongga dadanya. Apa pun yang dia lakukan, sesak itu tak berkurang, apalagi hilang. Tak menyisakan ruang sedikit pun untuk rasa lain, kecuali cinta.

Cintanya pada Ells.

Malam ini, mereka bercinta dengan semua cinta yang mereka miliki. Tapi semakin mereka bercinta, semakin mereka mendaki dan melayang bersama, cinta itu semakin kuat, semakin besar, semakin memenuhi semua rongga yang ada.

Airlangga tak sanggup menanggung itu semua. Dia hanya ingin terus bersama Ells. Tapi setitik cemas dengan cepat menguasai pikirannya.

Akankah kami kembali bersatu dengan masih menjejak bumi?

Sebuah pemikiran yang membuatnya semakin dalam bercinta dengan Ells.

Membawanya ke langit gairah. Semakin tinggi, semakin menjauh dari bumi, tempat semua cemasnya bersumber.

***

"Apa yang kau pikirkan, Angga?" Perjalanan mereka sudah selesai. Kembali, mereka berpelukan sambil membelai. Kali ini sepertinya akan ditambah bincang yang tidak bisa disebut santai. Aura mendung masih sangat terasa di wajah Airlangga.

"Besok kau akan pergi." Datar. Tak menatap wajah yang menekurinya dengan tatapan cemas. Pikirannya melayang, angannya menerawang. Sebelah tangannya memeluk Ells, sementara sebelah lagi bertumpu di tengkuk sebagai bantal.

Ells menarik napas panjang. Masih saja hal itu yang mengganggu lelakinya. Iya, dia tahu, memang masalah itu sangat berat, dan besar. Tapi tak bisakah Airlangga sedikit memercayainya?

"Benar besok aku akan pergi. Tapi aku akan kembali dua hari lagi. Bersabarlah sebentar, Angga. Semua demi kebaikan kita." Suaranya lembut berusaha menenangkan. Meski dia pun segelisah Airlangga, tapi Ells yakin ayahnya akan menerima mereka. Dia kenal ayahnya. Seorang ayah yang sabar dan penyayang yang akan menuruti semua mau anak gadis satu-satunya.

"Tentu saja aku akan bersabar. Apa lagi yang bisa aku lakukan? Aku akan selalu menunggumu, Ells. Tak peduli berapa pun lamanya kau pergi." Lirih. Semakin lirih ketika merasa sangat tidak berdaya. Ketika tidak ada yang bisa dia lakukan dengan semua keahliannya, apa lagi yang bisa dia lakukan? Tidak ada.

"Aku tidak akan lama, Angga. Begitu Papa mengizinkan, aku akan segera pulang. Ke sini, kepadamu, ke rumah kita." Ells bergerak menyamping, menyangga tubuhnya dengan sebelah siku untuk melihat Airlangga. Namun yang dia dapati wajah yang semakin sendu membiru dibanding sebelumnya.

Ini terlalu berat bagi lelaki itu.

"Aku ragu ayahmu akan secepat itu mengiyakan permintaanmu." Airlangga balas menatap Ells. Membuka semua tirai yang menutupi hatinya. Dia membiarkan Ells melihat semua dari matanya. Tidak ada yang perlu ditutupi lagi termasuk kecemasannya.

"Aku akan berusaha semampuku, Angga. Percayalah."

"Aku tahu. Tapi aku harus menyiapkan diriku untuk yang terburuk. Menunggumu meyakinkan ayahmu mungkin butuh waktu yang lama. Entah berapa lama. Tapi aku akan tetap menunggu. Percayalah."

"Aku percaya, Angga. Aku percaya. Aku percaya kau akan menungguku," sebut Ells berulang-ulang dengan wajah serius. "Aku akan memaksa Papa. Aku akan merajuk. Aku akan melakukan apa pun termasuk mengancam Papa. Aku akan mengancam akan pergi dan tidak akan kembali lagi kalau Papa tidak mau menerima kau dan pernikahan kita, termasuk anak ini."

Kali ini, kenapa sangat sulit meyakinkan Airlangga? Lelaki itu sangat mudah percaya cintanya, tapi kenapa kali ini tidak? Ells berusaha menyabarkan diri. Semua demi Airlangga bisa lebih tenang.

"Aku tahu itu, Ells, Aku tidak meragukan dirimu. Tapi aku meragukan ayahmu. Dia tidak akan semudah itu kau lunakkan."

"Apa kita perlu mengubah rencana?" usul Ells setelah merasa otaknya sangat buntu. Membahas ini, meyakinkan Airlangga, lebih melelahkan dari pekerjaan apa pun termasuk melayani hasrat menggila lelakinya.

"Seperti apa?" Tidak ada semangat di suara itu. Sungguh, Ells tidak mengenali Airlangga. Airlangganya tidak seperti sekarang.

"Kita pergi bersama." Ells mengedikkan bahu.

Menghela napas, Airlangga pun merasa buntu. "Kita sudah bahas itu. Tidak mungkin."

"Mungkin lebih baik jika aku di sini saja tak perlu pulang." Ells yakin, Airlangga akan merawatnya sebaik mungkin termasuk urusan anak dan persalinan.

"Tidak, Ells. Kau harus pulang. Kau harus mendapatkan perawatan dari ahlinya dan aku yakin papamu bisa menyiapkan itu. Apalah aku yang bukan siapa-siapa."

"Bagiku, kau sudah cukup merawatku."

"Aku mau yang terbaik untuk kalian berdua meski untuk itu aku harus berkorban."

"Yang terbaik untuk seorang anak adalah keberadaan ayahnya. Dan itu kau."

"Tidak, Ells. Merawat wanita hamil, lalu melahirkan, lalu menyusui, kemudian merawat bayi itu sampai besar, itu sangat sulit, aku tidak bisa."

"Kau tentu bisa. Kau suka belajar, dan kau murid yang cerdas."

"Ells, anak itu anakku. Bukan anak rusa. Aku tidak mau melakukan kesalahan yang akan aku sesali di kemudian hari."

"Percayalah, Angga. Tidak ada yang akan kita sesali selama kita selalu bersama."

"Itulah yang sedang aku upayakan, Ells. Tapi aku tidak tahu caranya."

Tangannya begitu lemah menggenggam hal sebesar Ells dan bayi mereka. Bahunya begitu rapuh untuk tetap berdiri tegak berhadapan dengan penguasa. Mungkin punggungnya bisa tetap tegak, tapi apa yang terjadi jika kesempatan itu tidak ada?

Kali ini, Airlangga merasa dia benar-benar lemah. Tak berdaya. Kali ini, baru kali ini, dia berharap menjadi raja yang berkuasa.

***

Ells sudah lelap dari tadi. Meyakinkan Airlangga membuat dayanya habis. Dia jatuh tertidur ketika mereka sama-sama melamun mencari jalan. Tapi Airlangga tetap bersama dengan raganya sepanjang melamun dan sepanjang Ells lelap. Dia berbaring miring, memandangi wajah tidur wanitanya. Seulas senyum hadir, senyum yang terasa mengiris batin.

Malam di puncak gelapnya, sebentar lagi fajar datang. Tapi Airlangga tak pernah memejamkan mata sama sekali. Bertahan tetap sadar, tetap bersama Ells. Tak menyisakan waktu untuk berpisah dari Ells meski hanya berupa tidur.

Kenapa perasaanku tak tenang? Seperti Ells akan pergi dan kami tak akan bertemu lagi. Seperti sebuah perpisahan abadi. Seperti menjadi akhir cerita ini. Apa sudah tepat keputusanku melepasnya pulang? Keputusanku? Tidak, itu keputusannya. Tapi aku mengizinkan. Baiklah, itu keputusan kami. Keputusan yang akan membuat kami berpisah.

Tapi kami akan bertemu.

Di sini atau di sana.

Di bumi atau di langit.

Airlangga berusaha mengendalikan gelisahnya. Terus menekan perasaannya. Hanya memandangi wajah cantik yang tak puas dia tatap. Hanya mengelus kulit lembut yang tak bosan dia belai. Hanya menikmati sisa-sisa kebersamaan yang sebentar lagi akan tercerabut pergi.

Aku menjaga milikku dengan nyawaku.

***

Bersambung


3, Kala Cinta MenyapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang