64, Mengeraskan Hati

6 1 0
                                    

"SELAMAT pagi, Ells," sapanya ketika akhirnya Ells menggeliat. Dia memang menunggu Ells bangun, tapi itu berarti waktunya semakin dekat.

Matahari tak bisa di tahan. Kelelawar sudah bersembunyi, berganti kicau burung menyambut hari. Hari memang masih sangat pagi, sisa malam masih sangat terasa. Dingin yang mengundang orang untuk kembali bergelung dan bergumul dengan kekasih.

"Selamat pagi, Angga." Mengarahkan wajahnya untuk kecupan selamat pagi dari Airlangga, yang disambut dengan sukacita. Dia mengecupi wajah gadisnya dengan intensitas yang berbeda dan berakhir di kecupan selembut bulu di puncak kepala.

Kenapa semua hal kurasakan sebagai yang terakhir? Usai mengecup, Airlangga menatap lembut mata perempuannya. Begitu lembut sampai terasa rapuh.

Apa yang tersirat melalui kecupan dan tatapan tertangkap cepat oleh Ells.

"Angga," merengkuh leher, memeluk Airlangga, "aku akan kembali."

Airlangga berusaha keras memasukkan kalimat itu ke alam bawah sadarnya. Tapi dia tak bisa menyembunyikan wajah sendu dan mata sedihnya. Memilih menghindar dari tatapan menelisik Ells dengan mulai mengecupi perut Ells.

"Selamat pagi, Nak. Salam sayang dari seluruh penghuni rimba." Ini ritual baru yang dia lakukan sejak anaknya bertumbuh di tubuh Ells.

"Mandikan aku, Angga. Aku ingin Papa melihat kau merawatku dengan baik."

Ucapan riang Ells justru membuat dada Airlangga semakin sesak. Dia hanya mengangguk lemah mengiyakan.

Bergerak lambat, ingin menghentikan waktu, Airlangga memakaikan kain menutupi tubuh polos Ells. Tak menunggu Airlangga memegang sulur untuk turun, begitu berdiri, Ells langsung memeluk leher Airlangga. Bersandar di punggungnya. Mengecupi punggung itu. Dia sangat memuja punggung itu. Tak pernah bosan mengecupinya.

Tuhan... ini akan semakin berat untuk kutanggung. Dia tak tahu, entah harus bersyukur atau mengeluh untuk kecupan-kecupan itu.

Ells, seperti mengerti kegelisahan kekasihnya, lebih mengeratkan pelukannya.

"Angga, apa aku tak usah pulang? Kita di sini saja terus."

"Tidak, Ells. Kau harus pulang. Tak ada manusia hidup di hutan selamanya."

"Tapi kau berat sekali melepasku pergi."

"Apa langkahmu ringan untuk berjalan pulang?"

"Tidak. Berat. Berat sekali. Tapi tidak seberat apa pun itu yang menggelayuti pikiranmu."

Airlangga hanya mampu menengadah menatap langit yang semakin benderang.

Ells memilih tetap di punggung Airlangga ketika mereka berjalan ke sendang dan memetik bunga untuk mandi mereka.

Lembut, lambat, Airlangga menggosok tubuh Ells. Berlama-lama di perut rata itu.

Kuatlah kau, Nak. Jaga ibumu. Ayah takut tak bisa menjaga kalian berdua.

"Angga." Ells menyentuh dagu Airlangga, mengarahkan wajahnya agar menatap matanya. "Langgarlah janjimu sekali lagi. Bercintalah denganku di sini." Mereka memang sering mandi bersama seperti ini, hampir setiap saat. Tapi Airlangga selalu berhasil bertahan dengan janjinya.

Tapi kali ini, dia akan melanggar janji itu.

Sekali.

Selalu.

Bahkan mungkin sekali untuk yang terakhir. Dan aku selalu berusaha mengikuti keinginanmu walau harus melanggar janjiku. Bahkan sumpahku.

Airlangga mengangguk mengiyakan.

3, Kala Cinta MenyapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang