"LAGI, Ells?" tanya Airlangga ketika Ells sudah kembali dari tamasyanya.
"Cukup untuk sekarang," ujarnya sambil bergelung. Mengandung membuat gairahnya semakin menggila.
"Baiklah..." Airlangga bergerak keluar sambil mengecup lembut bibir Ells.
"Heyy... bagaimana denganmu, Angga?" Spontan Ells bergerak duduk.
"Semua untukmu. Aku baik-baik saja. Aku tak mau kamu terlalu lelah." Dia mengecup dahi Ells.
"Satu kali lagi," Ells melingkarkan lengannya di leher Airlangga, "kita melayang bersama."
Tersenyum lembut, Airlangga membalas, "Tawaran yang sulit untuk ditolak." Dia mendorong lembut bahu Ells, dan langsung kembali mendatanginya.
Hari baru datang sebagai pagi. Keduanya menikmati hari bersama alam. Berdua mendaki, melayang, tenggelam. Sungguh sebuah kebersamaan yang indah.
***
Perjalanan itu sudah tuntas. Menyisakan rasa yang makin terikat kuat. Meninggalkan jejak-jejak hasrat di ruang kecil itu. Ada banyak cerita tertinggal di sana bersama kenangan kebersamaan mereka yang serasa begitu singkat. Tiga purnama bersama, berharap mereka bisa tetap bersama menikmati purnama-purnama yang akan datang.
"Sayang, tumbuhlah sehat dan kuat di dalam sana. Ayah akan selalu menjagamu." Airlangga berbisik di perut Ells yang sedang berbaring santai setelah kembali dari tamasya gairah. Sesuatu yang sekarang sering dia lakukan. Berbincang dengan anaknya. Tangannya tak berhenti membelai perut rata itu. Bisik itu terlalu lirih, tetap terdengar sampai di telinga Ells karena mereka begitu dekat, lekat tak berjeda.
"Ya, Sayang," timpal Ells balas mengelus rambut Airlangga, "ayahmu pun akan selalu mengunjungimu."
Ucapan yang dibalas lirikan tajam Airlangga.
"Aku tak mau anakku tidak mengenali ayahnya, Ells. Aku tak mau ketika dia lahir, dia menangis melihat wajahku karena tak kenal," ujarnya sambil menyeringai. Dia menyudahi ritual berbincang dan merapikan duduknya. Bersandar dengan sebelah tangan di siku, dia menikmati wajah cantik Ells yang terlihat begitu bersinar. Sinar yang datang dari kebahagiaan.
Ells tertawa geli. "Anakmu pasti langsung memanggil namamu begitu lahir. Dan mengajakmu berburu." Tangannya tetap bekerja. Membelai wajah dengan punggung telunjuk, menyugar rambut, menarik hidung, memainkan telinga.
"Tentu saja. Dia anakku." Airlangga berbaring, menyandarkan kepalanya di lekuk leher Ells. Mengambil sebelah tangan Ells untuk dia genggam.
"Terima kasih, Ells." Dia mengecup punggung tangan Ells. "Kehadiranmu melengkapiku, dan anak ini menyempurnakannya." Dia semakin mendekatkan kepalanya di lekuk leher Ells. "Di sini, bersamamu, surga buatku."
Rasa itu kembali datang. Rasa yang tadi sempat hilang sekejap. Tapi memang rasa itu sekarang lebih sering menetap menyumbat tenggorokan, menggumpal di dada. Sesak. Seperti hidup di ruang tak beroksigen. Seperti tenggelam di kedalaman laut. Seperti jatuh dari ketinggian. Hatinya tertinggal di puncak kebahagiaan bersama Ells sementara dia harus meluncur turun kembali ke bumi.
Surga yang akan memudar.
Manusia memang seharusnya tinggal di bumi saja. Jangan pernah menginjakkan kaki di surga. Karena ketika waktinya datang, dia harus meninggalkan surga. Saat itu datang, sakitnya begitu terasa. Surga terlalu indah untuk dibandingkan dengan bumi. Terlalu sempurna untuk ditinggali makhluk bumi.
Tak menyadari perubahan suasana hati lelakinya, Ells hanya tersenyum, semakin mengeratkan genggaman mereka, semakin mendekatkan kepalanya. Saling menggosokkan kepala. Berdua seperti kucing menyatakan kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
3, Kala Cinta Menyapa
Romance[Lereng Gunung Bromo, Hindia Belanda, 1831] . "Lalu untuk apa kau menculikku? Membawaku begitu jauh ke tengah hutan?" Diam. Senyap. Ells menunggu jawaban penculiknya. DIa benar-benar butuh jawaban itu untuk kemerdekaannya. "Ayahmu membunuh kakekku."...